Bantuan Top Up di Bantul Salah Sasaran, Ada yang Sudah Meninggal Hingga Data Penerima Dobel
Beberapa KPM yang memang merasa tak layak mendapat bantuan, secara sadar mengembalikan undangan penyerahan bantuan kepada pemerintah desanya.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, BANTUL - Ratusan keluarga penerima manfaat (KPM) bantuan top up uang tunai Rp 400 ribu selama tiga bulan bersumber APBD DIY di Kecamatan Bambanglipuro, Bantul, diketahui salah sasaran.
Program itu terancam tidak tepat guna.
Camat Bambanglipuro, Lukas Sumansa pun mengatakan, dari tiga desa yang terdapat di wilayahnya, dijumpai kasus salah sasaran ini.
Yakni di Sidomulyo, 56 dari 841 KPM tidak tepat sasaran, kemudian di Mulyodadi ada 90 dari 620 KPM, sementara di Sumbermulyo 129 dari 811 KPM.
"Karena mereka ada yang sudah mampu, sudah meninggal dunia, lalu dobel menerima PKH dan BPNT, serta tercatat sudah menerima BST Kemensos yang disalurkan melalui kantor pos," katanya, Jumat (29/5/2020).
Lukas mengungkapkan, beberapa KPM yang memang merasa tak layak mendapat bantuan, secara sadar mengembalikan undangan penyerahan bantuan kepada pemerintah desanya masing-masing.
Data ini akan diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul.
Baca: Total Pasien Positif Covid-19 Lebih dari 24.538, Kenaikan Tertinggi di Jatim dan Didominasi Pekeja
"Kita rekap dulu, terus kembalikan. Ini kan anggarannya dari APBD provinsi, jadi nanti Pak Bupati yang berwenang melaporkannya," tambah Lukas.
Kepala Dusun Gunungan, Desa Sumbermulyo, Saliyo menuturkan, di daerahnya terdapat dua warga yang enggan menerima bantuan tersebut meski namanya masuk daftar.
Keduanya memilih untuk mengembalikan undangan karena merasa ada yang lebih membutuhkan.
Lurah Desa Sumbermulyo, Ani Widayani mengatakan, bantuan ini sebenarnya mencakup para penerima manfaat PKH, BPNT reguler dan BPNT perluasan.
Tetapi, sekitar 15,9 persen data yang diterima dari Pemda DIY itu ternyata salah sasaran.
Ia mengaku tidak mengetahui sumber data penerima bansos tersebut. Sebab, ketika kepala dusun dan ketua RT melakukan verifikasi, dijumpai banyak KPM yang sudah meninggal dunia, pensiunan, pindah alamat, atau dobel menerima bantuan.
Baca: Khabib Nurmagomedov Sudah Jadi Pentolan Jalanan Sejak Kecil, Berkelahi Tanpa Tujuan
"129 KPM yang salah sasaran itu akhirnya kita coret, tapi jumlahnya bertambah karena ada KPM yang memilih untuk mengembalikan undangan, tidak mau menerima bantuan dari provinsi ini," ucapnya.
Dana Desa
Di sisi lain, para lurah di Bantul juga merasa keberatan dengan kebijakan Menteri Keuangan terkait tambahan alokasi Bantuan Langsung Tunai yang bersumber dari Dana Desa (BLT-DD).
Pasalnya, ketersediaan Dana Desa semakin menipis dan masih banyak program lain yang harus dijalankan.
Hal itu sesuai PMK Nomor 50/PMK.07/2020, yang berlaku mulai 19 Mei 2020. Jika pada tiga bulan pertama lalu keluarga penerima manfaat menerima Rp 600 ribu, untuk tahap 4, 5, dan 6 ini nilai yang diterima hanya Rp 300 ribu per bulan.
Ani yang juga Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Bantul itu mengatakan, telah secara resmi melayangkan surat keberatan terkait alokasi Dana Desa untuk BLT-DD 4, 5 dan 6 ini kepada Bupati Bantul, Suharsono.
Baca: Nekat Setubuhi Gadis Muda Hingga 4 Kali, Pria 2 Anak Terang-terangan Mengaku: Saya Cinta Sama Dia
Pihaknya merasa butuh solusi yang konkrit, karena polemik yang kini dirasakan para lurah di Bantul sangatlah dilematis dan pelik.
Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi sikap Apdesi itu. Di antaranya, terkait pergeseran APBD Desa yang dinilai sudah tidak memungkinkan.
"Dana desa sudah tidak memungkinkan lagi untuk digeser, ada kegiatan lain yang tidak dapat dikesampingkan, seperti pengentasan stunting, lalu bantuan rumah tidak layak huni (RLTH), MCK dan sektor pendidikan. Itu kan harus tetap dilaksanakan," katanya.
Ani mengatakan, pencairan Dana Desa tahap II silam, sebesar Rp634 juta, hampir semuanya tersedot untuk alokasi BLT-DD. Anggarannya sebesar Rp 1,8 juta per kepala keluarga (KK), selama 3 bulan.
Baca: Plus Minus Soal Wacana Sekolah Dimulai di Tengah Pandemi Covid-19, Kak Seto: Keselamatan Anak Utama
"Kalau pencairan Dana Desa tahap III yang 20 persen, atau besarannya sekitar Rp 300 juta kembali untuk BLT-DD ke 4, 5, dan 6, kita sudah tidak mempunyai anggaran lagi untuk melaksanakan kegiatan wajib lain," keluhnya.
Apalagi, pencairan Dana Desa tahap I sebesar 40 persen juga telah dialokasikan sepenuhnya oleh Pemdes untuk tanggap darurat penanganan Covid-19.
Anggaran tersebut, untuk membiayai beberapa program seperti pengadaan hand sanitizer, disinfektan, hingga rumah karantina.
"Kalau sisa 20 persen dialokasikan untuk BLT-DD tahap 4, 5 dan 6, anggaran untuk kegiatan lain harus kami carikan dari mana? Nyuwun sewu, pemerintah pusat ini harusnya bisa lebih memahami kondisi sebenarnya di lapangan bagaimana," ungkapnya. (aka/rif)
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Ada Data Salah Sasaran, Ratusan Keluarga di Bantul Tak Layak Terima Bantuan Top Up