Belum Ada Zona Hijau, Pondok Pesantren di Jabar Sudah Bisa Buka, Ini Alasan Wagub
Secara epidemologi, dr Panji Fortuna Hadisoemarto, epidemolog Fakultas Kedokteran Unpad, menilai, kebijakan itu beresiko.
Editor: Hendra Gunawan
Syarat pesantren boleh kembali menjalankan aktifitas belajar dan mengajar, harus melaksanakan protokol kesehatan sebagaimana diatur di kepgub tersebut.
Secara epidemologi, dr Panji Fortuna Hadisoemarto, epidemolog Fakultas Kedokteran Unpad, menilai, kebijakan itu beresiko.
"Secara epidemologi beresiko, lebih beresiko dibanding sekolah umum. Aktifitas di pesantren itu lebih lama, ada crowding atau kepadatan untuk waktu yang lama dan terus menerus. Kalau sekolah umum kan paling lama 8-10 jam. Di lain pihak, saat ada penularan Covid 19 di pesantren, bisa lebih cepat. Itu bahaya," ujar Panji saat dihubungi via ponselnya, Rabu (17/6/2020).
Menurutnya, ada tiga hal penting dalam penularan Covid 19. Pertama, ada di interaksi di ruang tertutup, kontak erat dan ada kepadatan.
"Nah tiga hal itu ada di aktivitas pesantren. Resiko penularannya tinggi. Jadi, secara keilmuan, lebih baik jangan dibuka dulu, baik pesantren maupun sekolah umum. Tunggu sampai benar-benar sudah aman," ujarnya.
Meski begitu, di sisi lain, ada sisi untung dan rugi saat pesantren boleh dibuka lagi. Sisi negatifnya, potensi penularan tinggi sehingga bisa menimbulkan klaster baru. Sisi positifnya, aktifitas pesantren jadi populasi tertutup sehingga memang bisa meminimalisir penularan.
"Ada untung ruginya. Ruginya penularan cepat. Untungnya pesantren itu aktifitas tertutup, jika di dalam tidak ada kasus, bisa terjaga selama tidak ada orang tertular masuk pesantren," katanya.
Maka dari itu, sebelum aktivitas pesantren dibuka, dari awal harus dipastikan tidak ada yang tertular. Misalkan menggelar rapid tes atau melakukan karantina sebulan penuh untuk pesantren.
"Jika selama 1 bulan karantina pesantren tidak ada kasus, bisa berlanjut," ucap dia. (Mega Nugraha)