Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Belum Ada Zona Hijau, Pondok Pesantren di Jabar Sudah Bisa Buka, Ini Alasan Wagub

Secara epidemologi, dr Panji Fortuna Hadisoemarto,‎ epidemolog Fakultas Kedokteran Unpad, menilai, kebijakan itu beresiko.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Belum Ada Zona Hijau, Pondok Pesantren di Jabar Sudah Bisa Buka, Ini Alasan Wagub
Surya/Ahmad Zaimul Haq
Ilustrasi santri di saat pulang kampung saat pandemi covid-19 

TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG -- Gubernur Jabar Ridwan Kamil memastikan hingga Selasa (16/6/2020), belum ada daerah di Jabar yang berstatus zona hijau penyebaran Covid 19.

Mendikbud Nadiem Makarim sudah mengumumkan bahwa sekolah umum boleh buka, khusus untuk di zona hijau.

"Nah, per hari ini, 27 kota kabupaten di Jabar belum ada (zona hijau). Dan saya berdoa mudah-mudahan dalam evaluasi dua mingguan, ada yang naik ke hijau dari 17 daerah yang stausnya zona biru," ujar Ridwan Kamil di Mapolda Jabar, Selasa (16/6/2020).

‎Hanya saja, lain lagi dengan pesantren. Pendidikan pesantren justru sudah boleh beraktivitas. Sekalipun, resiko penularan baik di sekolah umum dan pesantren sama-sama beresiko.

Lantas, kenapa aktivitas pesantren boleh dibuka lebih dulu sedangkan sekolah umum belakangan, kata Emil sapaan akrabnya, itu karena ada perbedaan kurikulum.

"Pesantren rata-rata dimiliki pribadi, kurikulumnya beda. Kurikulum antar pesantren A dan B dalam satu kecamatan bisa beda. Tapi kalau sekolah umum kan gerakannya harus satu irama karena diatur negara.

Sehingga kalau ada pertanyaan kenapa pesantren boleh, karena kurikulumnya beda, start dan finishnya beda. Maka boleh dibuka duluan dengan catatan di zona hijau dan biru dan wajib melaksanakan protokol kesehatan," ujarnya.

Berita Rekomendasi

Gubernur mengeluarkan Kepgub Nomor 443/Kep-326-Hukam/2020 tentang Perubahan Kepgub Nomor 443/Kep-321-Hukham/2020 tentang Protokol Kesehatan Untuk Pencegahan dan Pengendalian Covid 19 di Lingkungan Pesantren.

Untuk membuka kembali aktivitas kegiatan belajar mengajar,pengurus pesantren diwajibkan untuk memenuhi semua syarat yang diatur dalam pergub tersebut. Di Kepgub juga melampirkan surat pernyataan kesanggupan yang harus diisi oleh pengurus pesantren.

Baca: 657 Pekerja di Rumah Pemotongan Hewan Jerman Positif Covid-19, 7.000 Orang Dikarantina

Baca: Mayat Pria yang Ditemukan di Kos Mewah Makassar Dievakuasi Sesuai Protokol Covid-19

Baca: Secara Komulatif Terdapat 91 Orang Terpapar Covid 19 di Kabupaten Bojonegoro

‎"Untuk kapan pesantren mulai bisa buka, itu tidak akan pakai tanggal karena setelah diumumkan kesiapan (dari pesantren). Makanya ada surat kesanggupan," ujarnya.

Membolehkan pesantren buka lebih awal dibanding sekolah umum lainnya ini tampak mendahului kebijakan dari Kementerian Agama yang belum memutuskan soal operasional sekolah agama. Bahkan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pun belum membuka aktifitas pendidikan di sekolah umum.

Ditanya soal apakah Pemprov Jabar punya wewenang mutlak mengizinkan pesantren buka lebih dulu, ia menyebut, itu didasarkan pada sistem zonasi daerah.

"Kalau (daerahnya) sudah biru maka kegiatan boleh 90 persen dengan kewajiban melaksanakan protokol. Kalau kuning hanya 60 persen, zona merah hanya 30 persen dan hitam hanya 10 persen.

Nah ini diskresi gugus tugas. Kemarin kami melihat pesantren sudah bisa asal di zona biru dan kuning. Lalu, kami koordinasikan dengan Kemenag untuk protokolnya.

Pada saat dia ada di zona biru dan kuning boleh, maka panduan dari Kemenag kami sinkronkan," katanya.

Wagub Jabar Uu Ruzhanul Ulum
Wagub Jabar Uu Ruzhanul Ulum (Handika Rahman/Tribun Jabar)

Kepgub yang ia keluarkan sebelumnya sempat memuat aturan adanya sanksi bagi pesantren yang tidak melaksanakan protokol kesehatan saat aktifitasnya kembali dibuka. Namun, aturan sanksi itu diprotes dan akhirnya dihilangkan.

Lantas, apakah gubernur tidak merasa riskan saat tidak ada sanksi bagi pesantren yang santrinya berasal dari berbagai daerah berkumpul di satu tempat, menurutnya, pihaknya akan turun langsung ke pesantren.

"Nanti akan ada fasilitas dari Pemprov Jabar untuk pengetesan rapid tes kepada pengajar pesantren. Jadi kami ubah pola pengetesannya, tidak mandiri tapi ada bantuan. Jadi soal keamanan dan kesehatan tidak kami kompromikan," ucapnya.

Alasan Wagub Uu Ruzhanul

Gubernur mengeluarkan Kepgub Nomor 443/Kep-326-Hukam/2020 tentang Perubahan Kepgub Nomor 443/Kep-321-Hukham/2020 tentang Protokol Kesehatan Untuk Pencegahan dan Pengendalian Covid 19 di Lingkungan Pesantren.

Syarat pesantren boleh kembali menjalankan aktivitas belajar dan mengajar, harus melaksanakan protokol kesehatan sebagaimana diatur di kepgub tersebut.

Tribun menanyakan pada Wagub Jabar, Uu Ruzhanul Ulum Ihwal resiko penularan Covid 19 jika pesantren boleh kembali menjalankan aktifitasnya.

Menurut dia, dengan pesantren kembali beroperasi, justru menekan penularan Covid 19. Alasannya, pendidikan pesantren seperti kita ketahui, santrinya mondok, aktivitasnya selama 24 jam terawasi.

"‎Justru dengan pesantren boleh beraktivitas lagi, meminimalisir penularan Covid 19. Di pesantren, santri tidak keluar masuk, aktivitasnya terpantau.

Tidak seperti di sekolah umum, pelajarnya keluar masuk sekolah, ada waktu mereka bertemu dengan org luar yang kita enggak tahu dia carrier atau tidak. Nah, kalau di pesantren kan tidak," ujar Uu, saat dihubungi via ponselnya, Rabu (17/6/2020).

Hanya memang, agar aktivitas pesantren itu bisa normal lagi, perlu dipastikan kondisi kesehatan dari para pengajar hingga pesantren dengan rapid tes massal.

"Makanya, sebelum dimulai, nanti ada rapid tes dulu ke pengajar hingga pengurus pesantrennya lebih dulu lalu nanti ke santri-santrinya sebelum masuk. Makanya untuk pesantren yang tidak mondok itu tidak boleh beraktifitas dulu," ujar dia.

Dia sudah menggelar musyawarah dengan banyak ulama dan pengajar pesantren di Jabar. Ia membantah desakan pesantren buka kembali dilatar belakangi pengajar di pesantren kesulitan ekonomi. Menurutnya, mengajar agama hukumnya karena Allah, ikhlas.

Ia menjelaskan, ‎mengajar agama di pesantren itu jadi semacam meneruskan estafet keagaaman ke umat. Kemudian, pendidikan pesantren itu bukan tekstual tapi kontekstual.

Santri diberi contoh muamallah yang baik, seperti mendisiplinkan santri untuk salat jama'ah, salat dhuha dan kegiatan lain. Sehingga, dari pendisiplinan itu, ibadah jadi kebutuhan.

"Ulama, pengajar agama itu bukan orang yang berkepribadian untuk mendapatkan maisyah atau kebutuhan itu dengan jadi pengajar agama. Pengajar agama itu lillahita'ala," ujar dia.

Alasan subyektif lainnya, Uu menerangkan, ‎sejak pandemi Covid 19 selama 3 bulan, santri dipulangkan ke rumah masing-masing. Tradisi di pesantren ditinggalkan.

Menurutnya, banyak ulama khawatir jika santri kebanyakan di rumah, di luar pesantren, akan mengubah pola kebiasaan santri.

"Ulama khawatir, santri sudah tiga bulan tidak beraktifitas di pesantren, khawatir kebiasaan selama di pesantren itu jadi hilang, santri jadi bebas mendengarkan yang enggak biasa didengar," ucap Uu.

Meski Pemprov Jabar sudah membuat aturan yang harus dipenuhi pesantren untuk bisa beraktivitas kembali, Uu mengaku sudah meninjau sejumlah pesantren di Jabar soal kesiapan pesantren. Menurutnya, saat ini ada 10 ribu pesantren di Jabar, paling banyak dari provinsi lain.

"Saya datang ke satu pesantren di Ciamis, di Kuningan dan beberapa tempat. Ada yang siap dan sanggup menjalankan protokol, ada juga yang tidak. Tapi untuk saat ini, memang mayoritas belum siap," kata Uu.

Salah satu kendalanya adalah faktor anggaran. Dalam protokol itu, banyak hal yang harus disediakan pesantren untuk melaksanakan protokol kesehatan. Seperti menyediakan tempat cuci tangan di sejumlah titik hingga pengukur suhu tubuh.

"Waktu saya musyawarah dengan para ulama, ada satu hal yang disampaikan. Mereka butuh dukungan anggaran dalam bentuk nominal karena bantuan selama ini berupa material. Untuk menerapkan protokol kesehatan di pesantren itu kan butuh menyediakan sarana dan prasarana.

Tapi untuk memberi bantuan itu, kami perlu koordinasi dengan DPRD Jabar. Jadi untuk itu, kami juga berharap teman-teman kepala daerah turut membantu pesantren," ucapnya.

Dianggap Masih Bahaya

Pemprov Jabar memberlakukan kebijakan pesantren bisa memulai aktifitas belajar mengajar di tengah pandemi Covid 19. Padahal, sekolah umum di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saja, belum membolehkan aktifitas belajar dan mengajar.

Gubernur mengeluarkan Kepgub Nomor 443/Kep-326-Hukam/2020 tentang Perubahan Kepgub Nomor 443/Kep-321-Hukham/2020 tentang Protokol Kesehatan Untuk Pencegahan dan Pengendalian Covid 19 di Lingkungan Pesantren.

Syarat pesantren boleh kembali menjalankan aktifitas belajar dan mengajar, harus melaksanakan protokol kesehatan sebagaimana diatur di kepgub tersebut.

Secara epidemologi, dr Panji Fortuna Hadisoemarto,‎ epidemolog Fakultas Kedokteran Unpad, menilai, kebijakan itu beresiko.

"Secara epidemologi beresiko, lebih beresiko dibanding sekolah umum. Aktifitas di pesantren itu lebih lama, ada crowding atau kepadatan untuk waktu yang lama dan terus menerus. Kalau sekolah umum kan paling lama 8-10 jam. Di lain pihak, saat ada penularan Covid 19 di pesantren, bisa lebih cepat. Itu bahaya," ujar Panji‎ saat dihubungi via ponselnya, Rabu (17/6/2020).

‎Menurutnya, ada tiga hal penting dalam penularan Covid 19. Pertama, ada di interaksi di ruang tertutup, kontak erat dan ada kepadatan.

"‎Nah tiga hal itu ada di aktivitas pesantren. Resiko penularannya tinggi. Jadi, secara keilmuan, lebih baik jangan dibuka dulu, baik pesantren maupun sekolah umum. Tunggu sampai benar-benar sudah aman," ujarnya.

Meski begitu, di sisi lain, ada sisi untung dan rugi saat pesantren boleh dibuka lagi. Sisi negatifnya, potensi penularan tinggi sehingga bisa menimbulkan klaster baru. Sisi positifnya, aktifitas pesantren jadi populasi tertutup sehingga memang bisa meminimalisir penularan.

"Ada untung ruginya. Ruginya penularan cepat. Untungnya pesantren itu aktifitas tertutup, jika di dalam tidak ada kasus, bisa terjaga selama tidak ada orang tertular masuk pesantren," katanya.

Maka dari itu, sebelum aktivitas pesantren dibuka, dari awal harus dipastikan tidak ada yang tertular. Misalkan menggelar rapid tes atau melakukan karantina sebulan penuh untuk pesantren.

"Jika selama 1 bulan karantina pesantren tidak ada kasus, bisa berlanjut," ucap dia. (Mega Nugraha)

Sumber: Tribun Jabar
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas