Menteri ATR Didesak Kembalikan Lahan HGU yang Habis Masa Pakainya ke Warga Kampar
Pemerintah didesak mencabut izin perusahaan perkebunan yang tidak mentaati aturan undang undang dan merugikan warga Kabupaten Kampar
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saat ini Kabupaten Kampar merupakan salah satu kabupaten yang mempunyai lahan perkebunan terluas di Provinsi Riau.
Namun lahan yang sangat luas tersebut hanya di miliki oleh segelintir korporasi.
Akibatnya, banyak persoalan agraria yang dialami rakyat kabupaten Kampar. Apalagi pemerintah kabupaten Kampar terkesan tutup mata.
Pemerintah didesak menyerahkan lahan hak guna usaha (HGU) yang selama ini dikelola sejumlah perusahaan perkebunan di Kabupaten Kampar, Riau, dan segera habis masa berlakunya, kepada masyarakat lokal warga Kampar.
Hak Guna Usaha lahan yang berada di tangan74 perusahaan perkebunan di kabupaten Kampar diduga akan habis masa berlakunya dengan total luas keseluruhan lebih kurang 230.665 ribu hektar.
Data tersebut menurut Kordinator Umum Forum Penyelamat Agraria Kampar (FPAK) David Davijul dalam keterangannya, Senin (20/7/2020), belum termasuk perusahaan yang mengelola di luar hak guna usaha alias perusahaan yang tidak mengantongi izi alias bodong.
Baca: Dibegal, Ibu dan Anak di Kampar Riau sampai Jatuh dari Motor saat Tas Ditarik Paksa oleh Pelaku
"Kita memminta kepada pemerintah pusat sampai pemerintah daerah untuk tidak serta merta meberikan perpanjangan sebelum hak-hak rakyat terpenuhi. Berikan hak tanah untuk rakyat kabupaten Kampar bagi perusahaan yang akan habis hak guna usahanya," sebut David Davijul dalam pernyataan sikap tertulisnya kepada Tribunnews, Senin, 20 Juli 2020.
David menyatakan, pihaknya mendesak Menteri Agraria dan Tata Ruang tidak serta merta memperpanjang hak guna usaha perusahaan perkebunan yang ada di provinsi Riau, terkhusus di Kabupaten Kampar jika tidak memberikan hak rakyat atas tanah.
Pihaknya juga meminta penertiban perusahaan yang tidak memiliki hak guna usaha di Kabupaten Kampar. Keempat, cabut izin perusahaan yang terindikasi berada di dalam kawasan hutan.
Selain itu, juga mendesak pemerintah untuk mencabut izin bagi perusahaan perkebunan yang tidak mentaati aturan undang undang dan merugikan warga Kabupaten Kampar.
PIhaknya juga meminta Kejagung dan KPK mengusut tuntas dugaan indikasi sekretaris daerah kabupaten Kampar yang menjadi calo HGU.
Saat ini Kabupaten Kampar merupakan salahvsatu kabupaten yang mempunyai lahan perkebunan terluas di Provinsi Riau. Namun lahan yang sangat luas tersebut hanya di miliki oleh segelintir korporasi.
Baca: PTPN II Tempuh Upaya Persuasif di Sengketa Lahan HGU Bekala
Akibatnya, banyak persoalan agraria yang dialami rakyat kabupaten Kampar. Apalagi pemerintah kabupaten Kampar terkesan tutup mata.
"Kita melihat politik agraria hari ini masih mewarisi politik agraria kolonial. Wujudnya adalah praktek pembiaran hak guna usaha yang hanya menguntungkan korporasi," ujar David Davijul.
David menilai, saat ini politik pintu terbuka bagi pengusaha atau kapitalis berbagai negara untuk masuk membangun perkebunan modern, buruh dan pabriknya.
Karena itu praktek politik saat ini sama persis dengan prinsip Domein Verklaring zaman Belanda, pemerintah menguasai tanah yang tidak bisa dibuktikan pemiliknya oleh rakyat dan kemudian di serahkan ke pengusaha atau kapitalis.
"Paradigma ekonomi pertumbuhan begitu mempercayai, memberikan lahan luas kepada pengusaha atau kapitalis lebih produktif dibanding memberikan kepada rakyat," jelasnya.
David menuturkan, pemberian lahan HGU yang hanya berkutat kepengusaha juga telah membawa konsekwensi tersendiri. Karena dari hubungan pemodal dan birokrat atau pemerintah untuk mendapatkan hak guna usaha atau memperpanjang dengan proses tertutup dan timbul azas praduga hanya untuk menyuburkan rantai penyuapan.
"Akibatnya, pemberian hak guna usaha kepada pengusaha di satu sisi adalah proses pengambilan tanah rakyat yang berada di luar kawasan hak guna usaha. Inilah yang mencuat kembali perampasan tanah rakyat dan diduga perusahaan menggunakan tanah di dalam kawasan hutan," paparnya.
Aktivis FPAK lainnya, Hadi, menambahkan, seharusnya tujuan hak guna usaha untuk menciptakan formasi modal nasional yang dimiliki rakyat yakni keuntungan dinikmati rakyat dan direinvetasi kembali di tengah-tengah rakyat, dan memberikan hak-hak rakyat (memfasilitasi pembangunan perkebunan rakyat 20%). Namun ternyata hal tersebut tidak pernah terjadi.
"Kita mendesak pemerintah kabupaten Kampar membuka seluruh informasi terkait hak guna usaha dan menindak perusahaan-perusahan yang melanggar undang-undang bahkan merugikan rakyat kabupaten Kampar," tegasnya.