Mantan Sekot Bandung Edi Siswadi Menangis, Gara-gara Suap Rp 10 Miliar, Rumah Istri MalahTerjual
Dalam kasus RTH, Dadang Suganda menerima keuntungan dari perbuatan melawan hukum dalam proses pengadaan RTH
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Edi Siswadi menangis dalam sidang perkara dugaan korupsi ruang terbuka hijau (RTH) di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Senin (27/7/2020).
Mantan Sekda Kota Bandung ini dihadirkan dalam sidang itu sebagai saksi.
Ia menjadi saksi untuk terdakwa Herry Nurhayat mantan Kepala DPKAD Kota Bandung, serta Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet mantan Anggota DPRD Kota Bandung.
Dalam dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kerugian negara dalam korupsi RTH Kota Bandung mencapai Rp 60 miliar lebih dari anggaran pengadaan tanah untuk RTH mencapai Rp 100 miliar lebih.
Baca: KPK Bakal Telisik Adanya Dugaan Suap atau Gratifikasi Dalam Skandal Surat Sakti Djoko Tjandra
Di persidangan, Edisis, sapaan akrabnya, mengakui menerima uang Rp 10 miliar secara bertahap dari Dadang Suganda, tersangka KPK dalam kasus yang sama namun belum disidangkan.
"Seingat saya dalam bentuk cek sekitar Rp 10 miliar dari Dadang. Tapi bertahap, dari Agustus 2012 hingga Maret 2013," kata Edisis.
Dalam kasus RTH, Dadang Suganda menerima keuntungan dari perbuatan melawan hukum dalam proses pengadaan RTH hingga Rp 30 miliar dalam perannya sebagai calo tanah.
"Tapi untuk kepentingan saya pribadi Rp 2,8 miliar, digunakan untuk keperluan di Pilkada (Kota Bandung 2013)," ujar Edisis.
Baca: BREAKING NEWS: KPK Tahan 11 Mantan Anggota DPRD Sumut Penerima Suap Eks Gubernur Gatot Pujo Nugroho
Sisanya, kata dia, digunakan untuk membayar segala kebutuhan terkait kasus korupsi bantuan sosial (Bansos) Kota Bandung yang merugikan negara Rp 9 miliar.
Edisis dan Dada Rosada mantan Sekda Kota Bandung, diciduk KPK karena terlibat dalam menyuap hakim yang mengurus perkara bansos.
Edisis divonis bersalah dan dihukum 8 tahun penjara.
Saat ini, Edisis dan Dada Rosada masih mendekam di Lapas Sukamiskin.
"Sisanya untuk mengurus kasus bansos. Membayar pengacara hingga mengganti kerugian negara di kasus bansos.
Untuk pengacara (Winarno Jati), dianggarkan Rp 1 miliar," ujar Edisis.
Uang itu juga sebagian di antaranya dipakai untuk menyuap hakim.
Apalagi, kata dia, dia dihubungi Dada Rosada bahwa Toto Hutagalung, terpidana kasus bansos, punya cara untuk mengamankan hakim.
"Saat itu ada ketakutan dalam sidang perkara bansos, kasusnya melebar kemana-mana karena ada ajudan saya dan pak wali kota.
Akhirnya ada beberapa kali pertemuan, gimana caranya agar para tersangka nyanyi sampai level atas," ucapnya.
Edi mengaku tidak melaporkan penerimaan uang Rp 10 miliar secara bertahap itu dari Dadang Suganda.
Di persidangan, Edisis juga tampak menangis saat mengakui sertifikat dan rumah miliknya digadaikan ke KPK untuk mengganti kekurangan kerugian negara.
Dalam kasus ini, saat Edisis mendekam di Lapas Sukamiskin, dia diwajibkan mengganti kerugian negara Rp 10 miliar atas uang yang dia terima dalam perkara korupsi RTH.
Untuk mengembalikan uang itu, ia mengaku menggadaikan rumah miliknya setelah berkonsultasi dengan penyidik KPK.
Ia tidak tahu rumah yang dia gadaikan bakal mencukupi uang Rp 10 miliar itu.
"Padahal rumah itu tidak ada kaitannya sama sekali. Itu rumah istri, hibah dari orangtuanya. Karena tidak mau melihat suami susah, istri merelakannya," ujar Edisis, dengan suara berat dan terbata-bata. (Mega Nugraha)
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Edi Siswadi Akui Terima Rp 10 Miliar, Menangis Rumah Istrinya Digadaikan Bayar Ganti Kerugian Negara