Tiga Jaksa Indragiri Hulu yang Diduga Peras 63 Kepala SMP Dicopot dari Jabatannya
Tiga jaksa di Kejari Indragiri Hulu, Riau dicopot dari jabatannya dan ditahan di rutan setelah terlibat aksi pemerasaan pada 63 kepala SMP.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Kepala Kejaksaan (HS), Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (OAP) dan Kepala Sub Seksi Barang Bukti dan Rampasan (RFR) di Kejaksaan Negeri (Kejari) Indragiri Hulu, Riau, dicopot dari jabatannya.
Tak hanya itu, ketiganya kini juga ditahan di rumah tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejagung.
Hal itu diputuskan lantaran oknum tersebut diduga telah terlibat dalam aksi pemerasan pada 63 kepala sekolah menengah pertama (SMP) negeri di Indragiri Hulu.
Wakil Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Daroe Tri Sadono mengatakan, pencopotan jabatan merupakan keputusan dari Kejaksaan Agung (Kejagung) Riau.
"Sudah tidak menjabat lagi, sudah keluar keputusan untuk melepaskan jabatan mereka" kata Wakil Kejati Daroe Tri Sadono dalam video yang diunggah kanal YouTube Kompastv, Senin (24/8/2020).
Pihak Kejati saat ini tengah menunggu keputusan Kejagung untuk proses hukum selanjutnya.
"Yang jelas kami sudah menyampaikan usulan ke Kejaksaan Agung, selanjutnya kita tunggu proses berikutnya di Kejaksaan Agung," ujarnya.
Sebagaimana diberitakan, 63 (sebelumnya ditulis 64) kepala SMP negeri se-Kabupaten Indragiri Hulu mengundurkan diri pada Selasa (14/7/2020).
Pengunduran diri itu dilakukan lantaran puluhan guru tersebut merasa telah menjadi korban pemerasaan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan oknum kejaksaan setempat.
Tindak pemerasan diindikasi dari adanya panggilan kepada kepala sekolah oleh pihak kejaksaan atas laporan LSM.
Di mana pemanggilan tersebut dianggap tidak sesuai prosedur, karena dilakukan via telepon dan tidak secara tertulis atau melalui surat sesuai aturan.
Adapun pemanggilan kepala sekolah yakni terkait pemeriksaan pengelolaan dana bantuan operasional sekolah (BOS).
Baca: Peras 63 Kepala Sekolah, 3 Oknum Pejabat Kejari Indragiri Hulu Kantongi Uang Rp 650 Juta
Dalam pemanggilan, pihak kepala sekolah menganggap LSM cenderung mencari kesalahan dalam pengelolaan dana BOS.
Di sisi lain, pihak sekolah merasa sudah menggunakan dana BOS sesuai prosedur dari dinas terkait.