Merdeka Belajar dari Bantaran Sungai Bengawan Solo
Memberikan kebebasan kepada peserta didik merupakan satu di antara konsep belajar yang diusung SD Alam Bengawan Solo sejak didirikan pada 2011 lalu.
Penulis: Sri Juliati
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
"Hanya karena latar belakang saya sebagai tukang kayu, jadi banyak yang mengabaikan, 'alah tukang kayu isoe opo?! (halah, apa yang bisa dilakukan tukang kayu?!)" ucapnya sembari menirukan ucapan orang yang pernah mencibirnya.
Keberadaan SD Alam Bengawan Solo juga sempat sulit diterima masyarakat sekitar, pun dengan konsep belajarnya.
Kepala SD Alam Bengawan Solo, Siti Zulaikha menuturkan, untuk merekrut murid, pihak sekolah harus berkeliling dari satu rumah ke rumah yang lain alias door to door.
"Mungkin sebagian masyarakat merasa agak aneh karena siswa tidak wajib memakai seragam dan sepatu saat bersekolah. Kalaupun pakai sepatu, langsung dicopot dan ganti pakai sandal saat di sekolah," ujarnya.
Alasannya, sambung Zulaikha, agar anak-anak lebih leluasa saat beraktivitas di sekolah yang lebih banyak bermain di alam.
Seiring dengan berjalannya waktu, konsep belajar yang diusung SD Alam Bengawan Solo mulai diterima dan menyebar ke sejumlah kalangan.
Termasuk di antaranya, komunitas parenting dan pendidikan yang mulai melirik keberadaan SD Alam Bengawan Solo.
Empat Pilar Kurikulum
Sebagai institusi pendidikan paling dasar dalam proses belajar, Zulaikha sadar, sekolah yang dipimpinnya memiliki tugas besar dalam membangun karakter dan pribadi anak.
Termasuk membekali murid lewat sejumlah keterampilan hidup yang pasti dibutuhkan si anak di kemudian hari.
Oleh karenanya, sekolah membuat kurikulum yang sesuai visi ikut berkontribusi dalam mempersiapkan generasi pemimpin di masa depan.
"Sekolah sudah diberikan bibit-bibit yang baik, yang unggul, lewat anak-anak ini. Kemudian bibit-bibit itu, kami tumbuhkan selama proses belajar di SD."
"Agar kelak, saat mereka siap memimpin, di dalam dirinya sudah tertanam kebiasaan dan kecenderungan baik," ucap Zulaikha.
Ada empat pilar kurikulum yang diterapkan SD Alam Bengawan Solo yaitu kurikulum akhlak, entrepreneurship, leadership, dan kognitif.
Kempat kurikulum buah pemikiran Suyudi ini dijabarkan dalam sejumlah kegiatan belajar yang menyenangkan dan disesuaikan dengan kurikulum yang sudah ditetapkan pemerintah.
"Kurikulum akhlak tentang pembelajaran membentuk akhlak, kepribadian, dan karakter si anak," ujar wanita kelahiran Kudus, 13 Agustus ini.
Sementara kurikulum entrepreneurship diterapkan dalam pelajaran Sale Day yang digelar setiap hari Rabu.
Dalam program tersebut, siswa akan berjualan produk apapun, baik produk hasil karya bersama orang tua maupun produk yang dibuat sendiri.
Dari hasil penjualan tersebut dapat dipakai sebagai uang saku siswa atau membayar beberapa kegiatan di sekolah.
"Hasil penjualan harus dikelola sendiri sehingga siswa akan membuat laporan semacam pembukuan. Dari kegiatan itu, anak-anak belajar banyak hal, seperti menulis dan Matematika," kata Zulaikha.
SABS juga memiliki kurikulum leadership dengan harapan setiap siswa bisa memimpin diri sendiri, teman, dan sekolah serta memberikan contoh bagi siswa lainnya.
Satu di antara kegiatan yang merupakan aplikasi dari kurikulum leadership adalah outfun.
Siswa kelas 1-4 akan diajak bertualang ke alam selama dua hari satu malam dan menginap di suatu tempat, tanpa didampingi orang tua.
Alih-alih pada musim kemarau, kegiatan outfun yang diadakan setiap setahun sekali justru dilaksanakan saat musim hujan.
"Karena tantangan berkegiatan di musim hujan sangat banyak sehingga siswa akan mencari cara bagaimana tetap bisa bertahan di situasi yang tidak menyenangkan. Harapannya agar muncul ide-ide kreatif sekaligus menumbuhkan karakter tangguh pada siswa," kata Zulaikha.
Uniknya, biaya yang dibayarkan siswa untuk mengikuti kegiatan outfun merupakan hasil tabungan dari upah atau laba saat sale day.
Kurikulum terakhir adalah kurikulum koginitif yang dalam pengaplikasiannya, siswa diperbolehkan memilih materi sendiri.
Zulaikha menjelaskan, sekolah menetapkan satu tema besar yang berlaku di semua kelas setiap tiga bulan sekali.
Tema besar tersebut lantas dimusyawarahkan dengan para siswa agar memilih materi sesuai keinginan.
Pemilihan materi bisa dilakukan secara kelompok atau pribadi sehingga bisa saja setiap siswa menginginkan materi belajar yang berbeda-beda.
Yang unik, menurut Zulaikha, karena adanya pandemi yang memaksa siswa sekolah dari rumah, mereka memutuskan untuk memilih materi secara pribadi alias sendiri.
"Misal tema besar untuk bulan ini adalah Indonesia. Anak-anak memilih materi berbeda-beda. Ada yang ingin belajar tentang dongeng rakyat, senjata, pakaian, bahkan orang-orang terkaya di Indonesia," ungkap Zulaikha.
Sekolah, lanjut dia, tak mempermasalahkan materi yang dipilih siswa sepanjang masih selaras dengan tema besar dan apa yang bisa dipelajari dari materi tersebut.
Lantas, bagaimana dengan sistem evaluasinya?
Zulaikha membeberkan, setiap guru di SD Alam Bengawan Solo atau yang disebut fasilitator akan membuat laporan dalam bentuk angka dan portofolio terkait pencapaian siswa.
Fasilitator akan memilah mana kemampuan anak yang perlu diperbaiki atau mana yang perlu diberi ruang lebih agar semakin meningkat pada tema berikutnya.
"Bila masih ada kekurangan, kami memiliki catatan agar bisa ditingkatkan serta menjadi bahan diskusi antara fasilitator dan orang tua."
"Jadi bukan berarti kalau si anak tidak bisa mengerjakan, nilainya jadi jelek. Bukan seperti itu. Ini sekaligus menjadi evaluasi bagi kami agar berusaha mencari cara bagaimana supaya si anak paham," kata dia.
Proses ini, sambung Zulaikha, sekaligus sebagai upaya menghargai kemampuan setiap anak. Sekolah tak mau menyamaratakan kemampuan yang dimiliki setiap anak.
"Kalau distandarkan semua, nanti kami tidak menghargai anak yang berproses belajar. Makanya, dalam membuat soal evaluasi, kami bedakan sesuai dengan kemampuan setiap anak," lanjutnya.
Merdeka Belajar
Zulaikha tak menampik jika sekolah yang dipimpinnya telah menerapkan konsep Merdeka Belajar seperti yang digaungkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim.
Menurutnya, dalam konsep Merdeka Belajar, anak-anak diberikan kebebasan untuk mempelajari sesuatu hal sesuai keinginannya.
"Saya sangat sepakat dengan gelontoran ide dari Mas Menteri. Bagi kami, ide-ide dari Mas Menteri menjadi angin segar karena ide kami bisa tertransformasi di situ."
"Anak-anak juga bisa bebas bereksplorasi selama tujuannya benar. Dengan begitu, mereka merasa merdeka dan tetap masih bisa menikmati masa-masa usia sekolah dasar," ucapnya.
Zulaikha berharap apa yang dilakukannya bersama sejumlah fasilitator di SD Alam Bengawan Solo dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan Indonesia dan ikut serta mencetak peradaban yang lebih baik.
"Kita tidak pernah tahu tentang nasib dan masa depan si anak, tapi setidaknya langkah kecil kami bisa memberikan kontribusi bagi sekitar untuk kemajuan Indonesia," kata.
Hal senada juga disampaikan seorang wali murid, Richie Sofiani terkait konsep Merdeka Belajar yang diterapkan di SD Alam Bengawan Solo.
Menurut warga Desa Banmati, Kecamatan/Kabupaten Sukoharjo, konsep belajar di SD Alam Bengawan Solo sangat terasa memanusiakan anak.
Termasuk adanya interaksi sekolah dengan orang tua yang memberikan keleluasaan seandainya memiliki materi sendiri yang ingin diberikan kepada anak.
"Setiap anak-anak diberi kebebasan karena kemampuan mereka berbeda-beda, tidak bisa disamaratakan. Makanya, saya sekolahkan anak di SD Alam Bengawan Solo agar mereka merdeka," katanya.
(Tribunnews.com/Sri Juliati)