Khawatirkan Dampak Negatif PJJ, Pemuda di Banjarnegara Bentuk Komunitas Pendidikan Saung Sahara
Khawatirkan dampak negatif dari PJJ, pemuda di Banjarnegara, Jawa Tengah, mendirikan komunitas pendidikan Saung Sahara.
Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Sekelompok pemuda di Banjarnegara, Jawa Tengah membentuk komunitas pendidikan berbasis kreativitas dan bahasa asing yang dikenal dengan nama Saung Sahara.
Gagasan didirikannya Saung Sahara tak luput dari kondisi pembelajaran di masa pandemi Covid-19 saat ini.
Menurut pendiri Saung Sahara, Muhammad Ilham Agus Salim (27), pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) membuat anak-anak di pedesaan justru lebih banyak bermain.
"Nah saya pikir kalau begini terus, kapan belajarnya?" kata Ilham saat dihubungi Tribunnews.com, Minggu (11/10/2020).
"Apalagi ditambah dengan saya dengar juga Mendikbud Nadiem Makarim menyebutkan ini kita dalam krisis pendidikan, tidak sekadar krisis ekonomi tapi krisis pendidikan juga, krisis pembelajaran, karena bagaimanapun anak-anak itu butuh tatap muka dengan gurunya," sambung alumni Universitas Islam Indonesia (UII) tersebut.
Baca juga: DKI Beralih ke PSBB Transisi, Dinas Pendidikan DKI Belum Berencana Buka Kegiatan Belajar di Sekolah
Melihat adanya dampak negatif dalam pelaksanaan PJJ, Ilham dan teman-temannya lantas berinisiatif untuk membentuk sebuah komunitas belajar anak-anak.
Mereka mengumpulkan anak-anak di Desa Joho, Banjarnegara, Jawa Tengah untuk belajar di sebuah rumah.
"Awalnya itu di rumah, yang datang cuma tiga orang. Lama-lama terus berkembang jadi 10 orang, 15 orang, 20 orang, dan akhirnya sampai konsep pembelajarannya pun yang sekarang kita distribusiin ke anak-anak sudah jauh lebih matang," kata Ilham.
Sama seperti namanya, Ilham menambahkan, komunitas yang didirikan pada 1 September 2020 ini melaksanakan kegiatan belajarnya di saung.
Baca juga: Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah Masih Belum Diperbolehkan selama PSBB Transisi Jakarta
Saung Sahara ini menampung pembelajaran anak-anak usia PAUD hingga SMA.
"Jadi belajarnya juga sambil di saung, kita juga optimalkan rumah-rumah di pedesaan untuk dipakai buat belajar gitu," kata dia.
Komunitas Pendidikan Berbasis Kreativitas dan Bahasa Asing
Sementara itu, Ilham menjelaskan, Saung Sahara mengusung konsep pendidikan berbasis kreativitas dan bahasa asing.
Karena menyangkut bahasa asing, Ilham menjelaskan, pihaknya pun mengundang sejumlah narasumber dari luar negeri.
Menurut Ilham, para narasumber tersebut merupakan rekannya saat melaksanakan exchange program maupun international congress.
Ia mengatakan, hal itu bertujuan untuk membuat anak-anak mampu berimajinasi bahwa dirinya tinggal di dunia yang luas.
Baca juga: Fasilitas Belajar Online Masih Minim, Dion Wiyoko Apresiasi Penyaluran Donasi Bagi Anak Kurang Mampu
Selain itu juga berguna untuk memberikan pengalaman pada anak-anak dalam hal berkomunikasi dengan masyarakat luar negeri.
Diketahui, para narasumber dari luar negeri tersebut dihadirkan secara virtual melalui video conference.
"Jadi selama pembelajaran ini, kami udah undang dua narasumber, satu dari Australia dan satu dari Serbia," kata Ilham.
Ilham menambahkan, pembelajaran bahasa asing tersebut lebih difokuskan untuk level SMP hingga SMA.
Pasalnya, menurut Ilham, anak-anak berusia di bawah 10 tahun lebih baik untuk difokuskan belajar bahasa ibu.
Sementara, dalam hal pendidikan berbasis kreativitas, Saung Sahara menarget anak-anak PAUD hingga SD.
Sementara itu, metode pembelajaran berbasis kreativitas dilakukan dengan menciptakan sejumlah karya seni maupun mainan dari bahan dasar yang sederhana.
"Kita buat mobil-mobilan dengan bahan dasar kardus, kertas, sesimpel itu, sehingga mereka dapat berimajinasi dan menambah kreativitasnya sendiri," jelas Ilham.
"Berbeda dengan kalau misalnya beli mainan langsung jadi gitu kan instan, cara pemikirannya instan."
"Nah kalau dia punya mainan yang bisa dia ciptakan sendiri itu beda bentuk pengembangan otaknya, jauh lebih signifikan karena berbasis kreativitas," sambungnya.
Tetap Terapkan Protokol Kesehatan
Ilham menjelaskan, ketika hendak membentuk Saung Sahara, pihaknya sempat berdiskusi dengan ketua RT dan lurah setempat.
"Beliau izinkan, selama masih satu RT itu nggak apa-apa berkumpul seperti itu," lanjut Ilham.
Oleh karena itu, Ilham mengatakan, saat ini Saung Sahara hanya fokus di satu RT saja.
Namun, Ilham berharap, suatu saat Saung Sahara dapat lebih berkembang dengan terbentuknya ratusan saung lainnya.
Baca juga: Pendidikan Lewat Online Lahirkan Pembelajaran Inovatif dan Tanpa Batas
Sementara itu, menurut Ilham, protokol kesehatan juga tetap diterapkan selama kegiatan belajar berlangsung.
"Kita menerapkan protokol kesehatannya itu dengan tetap membawa masker, kemudian pakai masker, kemudian itu diatur orang-orangnya yang datang, jadi jangan terlalu banyak yang datang," kata Ilham.
Ilham berharap, sistem ini juga dapat menjamin keselamatan bagi anak-anak dan keluarga mereka.
Menurut Ilham, orang tua anak-anak tersebut pun mendukung dengan kegiatan yang dihadirkan Saung Sahara.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta)