Warga Desa Sambabo Akui Masih Trauma dan Takut, Meski Sudah Lewat 13 Hari Pascagempa Majene
Pascagempa Majene, warga masih takut akan adanya gempa susulan. Bahkan anak-anak sudah merasa ketakutan jika mendengar suara angin dari dalam tenda.
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Sudah hampir dua minggu gempa bumi mengguncang Sulawesi Barat, tapi mayoritas warga masih trauma dan takut dengan adanya gempa susulan.
Bahkan anak-anak pun merasa ketakutan jika mendengar suara angin dari dalam tenda pengungsian.
Mereka takut angin tersebut menandakan terjadinya gempa susulan.
Saat dikonfirmasi Tribunnews.com, warga Desa Sambabo, Kecamatan Ulumanda, Kabupaten Majene, Wiwis mengatakan, hingga saat ini masyarakat masih trauma dan belum bisa melakukan aktivitas keseharian mereka seperti sediakala.
Perekonomian warga pun masih belum bisa normal kembali.
Baca juga: Operasi Sesar Berjalan Mulus, Bayi Perempuan Korban Gempa Mamuju Lahir di RS Lapangan Angkatan Darat
Baca juga: Pengungsi Gempa Sulbar Capai 90 Ribuan, Kebutuhan Pokok Masih Mendesak
"Bahkan belum ada yang bekerja sama sekali," terang Wiwis saat dihubungi Tribunnews.com pada Kamis (28/1/2021).
Mayoritas warga masih ragu untuk bekerja karena takut akan adanya gempa susulan atau longsor.
Karena tempat-tempat yang terkena gempa, sekarang kondisinya sangat rentan dan sewaktu-waktu dapat terjadi longsor.
Warga saat ini hanya bisa mengharapkan bantuan dari pemerintah dan para relawan.
Baca juga: BNPB Kerahkan Helikopter Distribusi Bantuan ke Desa-desa Terisolir Pascagempa di Sulbar
Baca juga: Rincian Kerugian akibat Gempa di Sulbar, Capai Rp 829,1 Miliar
Warga Keluhkan Bantuan Obat-obatan yang Masih Belum Cukup
Wiwis menuturkan, kondisi korban gempa Majene sudah berangsur membaik.
"Alhamdulillah saat ini mereka dalam kondisi baik-baik saja. Tapi beberapa warga sudah terlihat mulai bosan di tempat pengungsian," ucapnya.
Mayoritas warga Sambabo juga mengeluhkan kurangnya stok obat-obatan.
Karena saat ini sudah banyak warga yang sudah mengalami gangguan kesehatan di tempat pengungsian.
Di antaranya seperti flu, batuk, gatal-gatal dan sakit perut.
Baca juga: Sido Muncul Salurkan Bantuan Rp240 Juta untuk Korban Gempa di Mamuju-Majene
Baca juga: Alat Berat Dikerahkan untuk Bersihkan Reruntuhan Rumah Warga Pascagempa Sulbar
Meskipun sudah ada bantuan dari beberapa relawan berupa obat-obatan, tapi sampai saat ini bantuan tersebut dinilai masih belum cukup untuk mengobati para pengungsi.
Wiwis menambahkan, bantuan makanan yang datang disebut sudah cukup untuk masyarakat.
Namun saat ini warga lebih membutuhkan asupan makanan yang bergizi.
"Apalagi di tempat pengungsian udaranya beda, sehingga membuat para pengungsi sangat rentan terkena penyakit," ujar Wiwis.
Baca juga: BNPB: Total Kerugian Pascagempa Sulawesi Barat Capai Rp829,1 Miliar
Baca juga: PMI Terima Bantuan Rp 1,4 Miliar dari Palang Merah China untuk Gempa Sulbar
Pemerintah Setempat Sudah Mulai Datang Untuk Lakukan Peninjauan
Hingga saat ini warga Desa Sambabo sudah banyak mendapatkan bantuan dari relawan dan pemerintah.
"Untuk saat ini Alhamdulillah sudah banyak relawan yang memberikan bantuan."
"Pihak pemerintah pun sudah mulai berdatangan ke tempat pengungsian untuk memantau langsung keadaan di tempat pengungsian," tutur Wiwis.
Pemerintah setempat sudah memberikan bantuan berbagai kebutuhan warga selama di pengungsian, termasuk tenda.
Baca juga: TNI AD Bangun RS Darurat untuk Korban Gempa Mamuju Sulawesi Barat
Baca juga: Dibantu Dokter Marinir dan Kostrad, Seorang Pengungsi Korban Gempa Sulbar Melahirkan di Posko TNI
Sebagian pihak pemerintah yang datang juga melakukan pendataan terhadap bangunan-bangunan yang terdampak gempa.
Kemungkinan besar nantinya warga yang rumahnya rusak akibat gempa, akan diberi bantuan dari pemerintah.
Wiwis beserta warga Desa Sambabo lainnya berharap semoga semua bencana ini cepat berlalu.
Agar warga bisa menjalankan aktivitas mereka masing-masing dengan keadaan yang lebih baik.
Ia juga menambahkan, semoga pemerintah bisa memberikan bantuan yang layak bagi warga yang terdampak gempa.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani)