Cerita Gilang Penjual Snack Tunanetra di Jogja, Gunakan Tongkat dan Google Maps saat Berkeliling
Cerita perjuangan penyandang tunanetra dalam menjalani kehidupan datang dari Gilang Rizki Endrayana.
Editor: Endra Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM - Cerita perjuangan penyandang tunanetra dalam menjalani kehidupan datang dari Gilang Rizki Endrayana.
Pemuda berumur 23 tahun itu rela berjualan snack untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya sebagai seorang mahasiswa.
Gilang saat ini tengah menempuh pendidikan Universitas Islam Negeri (UIN) Yogyakarta dengan mengambil jurusan Konseling.
Biasanya sejak pukul 14.00 WIB sore tadi, pemuda asal Brebes tersebut sudah berangkat dari indekosnya di Ngentak, Sapen, Kota Yogyakarta, menuju persimpangan UIN, untuk berjualan camilan.
Bermodal tongkat dan Google Maps sebagai pemandu, ia menyusuri jalanan Yogyakarta dari UIN, Timoho, Gejayan, bahkan sampai Jalan Kolombo.
Baca juga: Cerita Penjual Tunanetra Rela Berjualan Snack, Berjuang Hidupi 2 Anak dan Istri dalam Keterbatasan
Ia berkeliling dan menjajajakan dagangannya kepada warga yang melintas di sana.
Warga ternyata sudah banyak yang hapal dengan Gilang.
Tak jarang, mereka membeli camilan-camilan yang dijajakannya.
Mulai dari camilan usus, keripik pisang, bakso goreng, kerupuk ikan, makaroni, sampai snack bola cokelat.
Harganya juga cukup murah, dari Rp 8.000-10.000.
Rasanya pun tak kalah dengan jajanan lainnya.
Dia pun bercerita awal dari kisah perjuangannya.
Ia mulanya dari Brebes
Sejak tahun 2004 sudah bersekolah di SDLB di Jalan Parantritis, Yogyakarta.
SMP dan SMA, ia bersekolah di Klaten.
Setelah itu, ia melanjutkan berkuliah di UIN dengan biaya dari kakaknya.
Kemudian, ia mendapatkan beasiswa di sana.
Sembari berkuliah, ia berjualan camilan untuk menutupi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Baca juga: Kisah Tarmizi Dinyatakan Hilang Sejak 1988, Bisa Berkumpul Kembali dengan Keluarga Berkat Facebook
Selain jualan keliling, ia menggunakan instagram @gacor.in untuk memasarkan produknya secara online.
Membuat usaha memang jadi satu di antara minat yang sedang ditekuninya sekarang.
"Mulai 2004 dari SD, sekarang kuliah. Kuliah di UIN, jurusan konseling. Saat ini semester 8. Sambil kuliah, sambil jualan ini. Sebelumnya tak juga, karena kuliah itu sebelumnya dari kakak."
" Terus ada beasiswa, cuman sekarang lagi musimnya bisnis, musimnya online shop jadinya salah satu ini. Jualan keliling gitu, terus sembari itu saya promosi nanti diarahin ke online, Instagram @gacor.in," katanya, saat ditemui di persimpangan UIN Yogyakarta, Sabtu (30/1/2021).
Antara Kuliah dan Berjualan
Gilang pun mesti membagi waktu antara kuliah dan pekerjaannya.
Dari pagi sampai siang, ia gunakan untuk kuliah dan mengerjakan tugas.
Siang sampai sore untuk kulakan bahan-bahan dan mengepak jualan.
Sore sampai malam, ia keliling berjualan.
"Ngimbanginnya kalau sekarang kan tugas akhir, kemarin pas kuliah itu ya siang kuliah, nanti gak sore. Dulu sore sampai malam jualannya, jam 10 baru pulang."
"Kadang ngerjain tugas pas malem dikebut, kalau ga paginya. Agak ekstrim. Sekarang kuliah online dan kebetulan tinggal tugas akhir. Tinggal bagi waktu, kapan ngetik, kapan harus berangkat," ujarnya.
Gilang sendiri sudah berjualan keliling seperti ini sejak tahun 2017 lalu. atau sekitar 3-4 tahun.
Ia dibantu dengan satu temannya untuk usaha ini.
Mereka kulakan, lalu dikemas dan dijual di pasaran.
Selain jualan keliling, ia juga mulai memanfaatkan Instagram untuk berjualan.
"Penjualan online baru merintis lagi karena sudah dari lama dan sempat berhenti posting. Namun, sambil jualan keliling ini, saya sambil promosi. Jualan sudah sejak tahun 2017, pertengahan. Sekitar 3-4 tahun. Kami bungkusin sendiri. Kulakan dulu, terus nanti dipress, dikemas pakai plastik ala milenial," katanya.
Selama berjualan tak jarang ia menemui kesulitan.
Namun, lebih banyak yang mendukung usahanya dengan membeli camilannya.
Pernah hanya satu atau dua camilan saja yang laku, tapi keesokan harinya ia tetap berjualan demi menambah penghasilan.
Terlebih saat pandemi seperti ini, ia harus berusaha lebih keras.
Baca juga: Viral Video Kamar Kos Berisi Tumpukan Sampah, Pertama Kali Ditemukan oleh Ibu Kos, Ini Kisahnya
"Omset nggak ngitung, karena pandemi itu kan. Yang penting ada. Kalau misal nggak ada, syukurin aja. Orang tua di Brebes awalnya nggak mendukung, tapi karena orang rantau harus ada yang lain," tuturnya.
Saat PSTKM ini, Gilang juga harus berpikir lagi karena ada aturan jam tutup operasional.
Padahal, ia sering berjualan di dekat toko-toko ramai untuk menarik pembeli.
Oleh karena itu, pukul 19.00 WIB harus tutup.
"Kesulitan tak ada. Cuma satu PSBB, pembatasan warung. Saya mangkalnya di warung ramai. Tapi karena tutup jam 7, jadinya pulang."
"Ngikutin alur sekarang PSBB jam segini. Berangkatnya kesorean ya konsekuensi. Belum kalau ujan," katanya.
Gilang pun masih berniat mengembangkan usahanya agar lebih maju.
Siapa tahu dari hasil jualan keliling sekarang, ia bisa merintis usaha lagi yang lebih berkembang.
"Rencana lain, jualan pasti. Merintis usaha siapa tahu besoknya entah online-nya yang naik atau bagaimana."
"Rencana lain pasti ada. karena yang namanya usaha, kita tidak bisa berhenti. Inovasi makin banyak, sehingga mau nggak mau harus ngikutin," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Meski dalam Keterbatasan, Mahasiswa UIN Yogyakarta Ini Tetap Semangat Berjualan Camilan Keliling
(Tribunjogja.com/Rendika Ferri K)