Marak Penyedia Jasa Nikah Siri di Semarang, Ditawarkan Via Online, Punya Cabang di Depok & Bandung
Penyedia jasa pernikahan secara sirih ternyata sudah marak di Kota Semarang.
Editor: Endra Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM - Penyedia jasa pernikahan secara siri ternyata sudah marak di Kota Semarang.
Diketahui mereka menawarkan jasanya dengan memanfaatkan media online seperti Facebook yang bisa diakses oleh siapa saja.
Fakta-fakta soal penyedia jasa nikah siri di Kota Semarang berhasil terungkap.
Tribunjateng.com mencoba melakukan penelusuran praktik ini dengan menghubungi beberapa penyedia layanan jasa nikah siri, baik yang ditemukan di internet maupun di media sosial melalui nomor yang tertera.
Total ada tiga nomor yang dihubungi dari tiga penyedia jasa yang berbeda.
Baca juga: Serap Masyarakat Sekitar, KSOP Tanjung Emas dan Disnav Semarang Gelar Padat Karya
Penyedia jasa melayani dengan ramah dan langsung menanyakan kota/Kabupaten calon mempelai sekaligus status mempelai masih gadis atau janda.
Selepas itu mengirimkan persyaratan nikah siri mulai dari KTP/SIM calon mempelai, nama ayah kandung, mas kawin, hari pernikahan, materai Rp 10 ribu sebanyak empat lembar, dan foto.
Tak lupa jumlah biaya nikah, contoh surat nikah ataversi penyedia jasa.
Bahkan mereka mengirimkan bangunan dan alamat kantor lengkap di sebuah Jalan Protokol di Kota Semarang.
Kendati menjanjikan pernikahan yang amanah dan sesuai syariah namun dari bangunan penyedia layanan jasa itu tak menampakkan kesan tersebut bahkan sebaliknya.
Selain itu, tak ada papan nama perusahaan tersebut meski terang-terangan menyediakan jasa nikah siri.
Sedangkan dua penyedia jasa lainnya tak sedetail satu penyedia jasa tersebut.
Dua lainnya hanya menanyakan domisili, status calon mempelai janda atau gadis dan menyebut biaya nikah siri.
Ketiga jasa nikah siri itu menyebutkan, biaya pernikahan antara Rp 1,4 juta hingga Rp 2,2 juta.
Untuk kota Semarang biaya nikah siri di kisaran Rp 1,6 juta hingga Rp 1,7 juta.
Biaya itu sudah disediakan tempat nikah dan saksi-saksi.
Jika mempelai menyediakan tempat sendiri cukup membayar Rp 1,4 juta.
Untuk luar daerah Kota Semarang namun masih di wilayah Jateng tentu lebih mahal.
Baca juga: Presiden Tinjau Vaksinasi Covid-19 Santri, Ulama, dan Tokoh Lintas Agama di Semarang
Semisal di Jepara penyedia jasa mematok harga Rp 2,2 juta.
Menyediakan tempat sendiri cukup bayar Rp 1,8 juta.
"Kalau di luar Jateng silahkan menghubungi cabang kami, di wilayah Bandung biaya Rp 1,8 juta
Depok Rp 1,5 juta, tiap daerah harganya berbeda," katanya via pesan suara di WhatsApp.
Proses pernikahan siri persis seperti pernikahan pada umumnya.
Bedanya kedua mempelai hanya dapat sertifikat dari penyedia jasa.
Secara hukum negara pernikahan itu tidak tercatat sehingga tak dapat buku nikah atau tak memiliki kekuatan hukum di negara.
Kata LBH APIK Semarang
Direktur LBH APIK Semarang, Ayu Hermawati Sasongko mengatakan, hukum perkawinan siri menurut agama Islam, jika perkawinan siri yang dilakukan rukun dan syaratnya terpenuhi, maka perkawinannya tetap dianggap sah.
Namun dalam hukum negara, perkawinan siri adalah perkawinan yang tidak tercatat di KUA.
"Sehingga, disarankan untuk menikah secara resmi. Hal ini untuk legalitas di hukum negara," paparnya kepada Tribunjateng.com, Rabu (10/3/2021).
Menurutnya, pernikahan siri memiliki banyak dampak di antaranya adalah suami istri tidak ada perlindungan hukum,
Dampak pernikahan siri ke anak yang dilahirkan tak dapat dibuktikan buku nikah dan sulit membuat akta kelahiran.
Anak tidak dapat gugat secara hukum haknya setelah orang tuanya bercerai.
Proses surat menyurat yang terhambat.
Perceraian tidak dapat menuntut hak gono gini, hak asuh anak, tunjangan nafkah setelah bercerai.
Sekaligus rentan digunakan untuk poligami.
Dari segi hukum, status anak hanya secara hukum perdata dengan ibunya.
Hal tersebut sesuai pasal 43 ayat 1 UU nomor 16 tahun 2019 tentang perkawinan menyebutkan anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
Status anak juga tidak dapat mendapatkan warisan dari ayahnya sesuai aturan hukum tersebut.
"Sekalipun ketika di Tes DNA anak tersebut adalah anak kandung dari ayahnya," bebernya.
Selain itu, hak perempuan dalam perkawinan mengenai harta bersama atau harta gono gini sulit dilindungi karena menikah secara siri tidak ada buku nikah yang menjadikan pembuktian atas perkawinannya tersebut secara sah terdaftar oleh hukum negara.
Baca juga: Video Viral Driver Ojol Rela Terobos Banjir di Semarang Demi Antarkan Pesanan Makanan ke Pelanggan
Menurut catatan LBH APIK Semarang dari tahun 2019 hingga tahun 2020 menerima pengaduan dan melakukan pendampingan terhadap perempuan yang melakukan perkawinan siri sebanyak 10 kasus.
Berdasarkan assesment / konsultasi terhadap mitra bahwa alasan mitra memilih perkawinan secara siri karena mitra mengalami kekerasan seksual hingga hamil.
Mitra mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) berupa seksual, psikis, fisik, dan penelantaran rumah tangga dari suami mitra (pelaku) yang menikah tercatat di KUA.
Namun mitra tidak tahan dengan perilaku pelaku dan pelaku mengusir mitra, dan mitra karena tidak mempunyai tempat tinggal dan saudara-saudara mitra tidak perduli dengan mitra maka mitra saat itu tinggal bersama dengan teman mitra.
"Untuk menghindari fitnah maka mitra bersedia menikah dengan teman mitra tersebut secara siri karena perkawinan mitra yang sebelumnya belum putus/ cerai secara negara meskipun pelaku sering mengucapkan talak," jelasnya.
Ayu melanjutkan, pemicu lainnya masih belum adanya pemahaman yang tersosialisasikan mengenai dampak yang merugikan bagi perempuan jika menikah secara siri.
Pasalnya masih ada temuan pemahaman yang tidak mempertimbangkan adanya hak anak jika dalam perkawinan siri tersebut terlahir anak, hanya menganggap dengan menikah siri jika akan pisah/ cerai tidak perlu ke pengadilan untuk mengurus perceraiannya, sehingga praktis menikah secara siri.
"Kami tegaskan kembali lebih baik menikah secara resmi yang diakui negara agar tidak terjadi hal-hal tak diinginkan," tegasnya.
Kata Kepala Divisi Bantuan Hukum LRC-KJHAM
Sementara Kepala Divisi Bantuan Hukum LRC-KJHAM, Niha Mukharomah menuturkan, tak setuju adanya praktik kawin siri.
Perkawinan tersebut hanya berdampak buruk terhadap perempuan baik dari segi kekuatan hukum maupun hak-hak istri atau perempuan.
Tak hanya perempuan, ketika pernikahan itu melahirkan anak akan mempersulit proses administrasi anak di mata hukum negara.
"Akta memang bisa diurus dengan atas nama Ibu namun hak-hak waris anak dari garis Ayah tak dapat diperoleh," terangnya kepada Tribunjateng.com.
Pihaknya tahun ini sudah mendapatkan laporan perempuan akibat nikah siri.
Perempuan melaporkan suaminya meninggalkan suaminya begitu saja.
Padahal pihak perempuan masih mencintai namun tidak bisa dilakukan upaya apapun karena tak tercatat di mata hukum.
"Mau dilakukan upaya hukum sudah tidak bisa karena tak tercatat di hukum negara," katanya.
Di sisi lain, dia menyebut, nikah siri bisa saja menjadi modus pelaku untuk menutupi kekerasan seksual yang dilakukan.
Baca juga: Piala Menpora 2021: PSIS Semarang Targetnya Menang di Tiap Pertandingan kata Yoyok Sukawi
Biasanya korban adalah anak di bawah umur.
Agar tak tidak dilaporkan polisi pelaku lantas menikah siri untuk menghindari jeratan hukum.
"Biasanya selepas menikah meninggalkan korban begitu saja," terangnya.
Dia menambahkan, perlu adanya perubahan perspektif seseorang terhadap pandangan nikah siri.
Meski pihaknya tak bisa memaksa perspektif seseorang.
Akan tetapi harus ada pendidikan publik kepada perempuan bahwa nikah siri itu banyak berdampak negatif terhadap perempuan.
Perempuan harus mendapat pengetahuan pernikahan siri hingga dampaknya.
"Ketika perempuan mendapatkan pengetahuan tersebut harapannya pernikahan siri sudah tidak ada yang melakukannya," imbuhnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Praktik Nikah Siri Murah di Kota Semarang: Mau Sah Cukup Rp 1,4 Juta, Sudah Ada Penghulu dan Saksi
(Tribunjateng.com/ iwan Arifianto)