Munas BEM Seluruh Indonesia di Padang dalam Sorotan
Aliansi BEM SI melaksanakan Musyawarah Nasional tahunan di Padang, dengan Universitas Andalas sebagai tuan rumah.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, PADANG - Aliansi Badan Eksekutif Mahasisiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), sebuah aliansi yang beranggotakan ratusan kampus yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, melaksanakan Musyawarah Nasional tahunan di Padang, dengan Universitas Andalas sebagai tuan rumah.
Musyawarah Nasional BEM Seluruh Indonesia ini bertujuan untuk mengkonsolidasikan sekaligus menentukan regenerasi gerakan mahasiswa Indonesia kedepan.
Selain itu, musyawarah nasional merupakan agenda tahunan untuk memutuskan berkaitan dengan regenerasi struktural dan fungsional Aliansi BEM Seluruh Indonesia.
Perwakilan BEM Seluruh Indonesia, Reynaldi mengatakan begitu sakral dan pentingnya agenda Musyawarah Nasional BEM Seluruh Indonesia tahunan ini, seharusnya diikuti dengan kesiapan dari tuan rumah sebagai fasilitator terselenggaranya agenda ini.
Karena, kesiapan dari tuan rumah menjadi salah satu faktor keberhasilan dan penentu kualitas keputusan yang dihasilkan dalam forum.
Namun, sangat disayangkan selama proses penyelenggaraan musyawarah nasional, sejak dari awal pendaftaran hingga pelaksanaan, ditemukan beberapa kejanggalan yang mengarah kepada ketidaksiapan tuan rumah dalam menyelenggarakan musyawarah nasional.
Hal ini yang cukup dikhawatirkan oleh peserta. Terlebih, akhirnya yang terlihat adalah potensi kepentingan sektoral yang dimunculkan, bukan malah kepentingan nasional.
"Ketidaksiapan tuan rumah diawali dengan keputusan sepihak yang memilih Universitas Andalas sebagai tuan rumah musyawarah nasional. Padahal, Universitas Andalas berdasarkan hasil Musyawarah Nasional tahun sebelumnya merupakan tuan rumah Rapat Kerja Nasional BEM Seluruh Indonesia. Seyogyanya, jika ada perubahan yang berujung pada pengambilan keputusan, harusnya dilakukan musyawarah pengambilan keputusan yang melibatkan seluruh unsur yang ada di Aliansi BEM Seluruh Indonesia," kata Reynaldi yang merupakan Presiden Mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat itu dalam keterangannya, Selasa (30/2/2021).
Baca juga: Demo Kedubes China, Mahasiswa: Stop Genosida Etnis Uighur
Hingga saat ini, kata dia, tidak ada klarifikasi resmi dari pengurus inti aliansi dan tuan rumah.
Bahkan, beberapa pengurus inti pun tidak merasa dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Hal itu diperparah dengan maju mundurnya timeline pelaksanaan musyawarah nasional tahun ini.
Secara teknis, ucapnya, yang diputuskan sepihak oleh tuan rumah, musyawarah nasional tahun ini dilaksanakan dengan skema hybrid (daring-luring).
Dengan keputusan final yang diumumkan oleh panitia, bahwa peserta luring kuotanya berjumlah maksimal 150 peserta.
Selain tanpa pertimbangan yang rasional, panitia juga tidak mampu memberikan penjelasan berkaitan dengan skema atau teknis yang digunakan untuk memastikan forum atau sidang, baik secara luring maupun daring akan berjalan dengan baik tanpa melangkahi substansi dan merampas hak yang dimiliki oleh peserta.
Seharusnya, menurut dia, panitia mampu memastikan terselenggaranya sistem yang adaptif dengan pandemi atau potokel kesehatan.
Tidak komunikatifnya dan nihilnya sosialisasi oleh tuan rumah menambah akumulasi kekecewaan dari peserta musyawarah nasional tahun ini.
Selama proses menuju musyawarah nasional, terkhusus saat proses verifikasi, panitia sama sekali tidak transparan.
Padahal, transparansi merupakan salah satu faktor penunjang terselenggaranya ruang demokrasi. Hingga saat ini, panitia belum mampu menunjukan data final hasil verifikasi.
Bahkan, jelas Reynaldi, ada temuan perubahan status keanggotan aliansi. Jika tidak segera diselesaikan, sama saja dengan membiarkan kefatalan tersebut terjadi dan seolah diamini.
Selanjutnya, panitia juga menyampaikan salah satu pertimbangan untuk tidak memperbolehkan belasan kampus tersebut masuk adalah kuota maksimal sejumlah 150 tersebut sudah terpenuhi.
Selain tidak mampunya panitia menunjukan dari daftar hingga tranparansi verifikasi 150 peserta tersebut, panitia pun tidak mampu menjawab bahwa sebenarnya masih banyak bangku kosong yang dapat diisi oleh belasan kampus yang ada diluar.
"Secara rasional, melihat fakta yang ada panitia sendiri sudah melanggar keputusannya, dengan adanya undangan ditambah panitia yang akhirnya melebihi 150 orang yang berada didalam gedung. Jika yang dikhawatirkan adalah masalah pandemi dan protokoler kesehatan, belasan kampus tersebut padahal membawa dokumen surat keterangan medis yang menerangkan tidak terindikasi tertular Covid-19," terangnya.
Dari sisi protokoler, idealnya, lebih baik memasukan belasan kampus tersebut masuk kedalam ruangan dengan tertib protokoler daripada membiarkannya berkerumun di luar.
Hingga detik ini, belum ada kejelasan nasib dari belasan kampus tersebut.
Selain tanpa pijakan filosofis dan yuridis yang dapat diterima, salah satu alasan yang dimunculkan oleh panitia untuk tetap tidak memasukkan mereka adalah menghargai perjuangan kampus yang sudah selesai administrasinya.
Padahal, forum yang berisikan kampus yang diklaim sudah selesai dalam hal administrasi tersebut yang meminta agar belasan kampus tersebut untuk diperkenankan bergabung dengan forum didalam gedung.
Terkait hal tersebut, Presiden Mahasiswa KM Universitas Andalas Teza Kusuma membantah semua hal tersebut.
Menurut Teza,tidak mungkin panitia menelantarkan peserta munas, jikalau mereka teregistrasi sebagai peserta munas.
Menurut Teza, ada beberapa kampus yang hadir ke padang padahal mereka telat mendaftar dan dari segi persyaratan mereka pun mendapati kendala.
"Kehadiran mereka di Padang tanpa ada konfirmasi ke panitia. Sebab, panitia juga terikat dengan kesepakatan bersama antara pihak kampus, Polri, Satgas Covid untuk mengangkatkan munas. Jadi, wajar saja kami menolak mereka untuk mengikuti agenda munas," tegas Teza ketika dikonfirmasi wartawan, Selasa (30/3/2021).
Teza pun menghargai kehadiran perwakilan kampus di Padang tanpa ada konfirmasi sama sekali ke panitia dan sebagai wisatawan di Padang.
Sebelumnya Rinaldy mengatakan forum mendesak agar keputusan dikembalikan kepada kedaulatan peserta yang diambil melalui forum yang demokratis.
Bukan kemudian melalui kepututusan sepihak panitia atau tuan rumah. Panitia sudah melampaui kewenangan dengan menihilkan hak keanggotaan kampus.
Tidak hadirnya pengurus inti aliansi yang diharapkan mampu menyelesaikan persoalan ini menambah kekecewaan peserta musyawarah nasional.
Seharusnya, dengan menimbang kondisi yang ada, hadirnya pengurus inti aliansi dapat mengakomodir aspirasi dari peserta. Kehadiran aparat yang dibiarkan juga akhirnya membuka potensi intervensi pihak luar aliansi.
Saat ini, forum ditunda dan dilanjutkan esok hari. Peserta mendesak agar secara bijak panitia harusnya tidak memperkeruh keadaan dan harusnya menyederhanakan persoalan.
Peserta Munas juga mendesak agar kedaulatan anggota yang menjadi Marwah dari aliansi harus ditegakkan dan dihargai oleh panitia.
Peserta Munas juga menegaskan, agar jargon solidaritas dan soliditas perjuangan mahasiswa tidak mengenal standar ganda.
Saatnya meninggalkan seluruh kepentingan sektoral dan mendahulukan keutuhan dan kepentingan Aliansi secara universal.
Selain itu, peserta juga meminta komitmen bersama agar tidak dimulainya sidang sebelum diselesaikannya dan diakomodirnya aspirasi dari belasan kampus tersebu