Sepak Terjang Kombes Pol Sumardji, Jadi Kapolresta Langsung Perangi Covid-19 (2-Habis)
Kombes Pol Sumardji mendapat promosi jabatan di saat genting, yaitu tepat dengan munculnya wabah covid-19. Ia langsung sibuk berperang.
Editor: cecep burdansyah
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Sekira dua minggu menjabat sebagai Kapolresta Sidoarjo, Kombes Pol Sumardji langsung dihadapkan dengan pandemi Covid-19. Bukan hanya di Sidoarjo, Covid-19 menyerang hampir di seluruh dunia.
Bahkan Sumardji harus kehilangan sahabat karibnya yang kalah berperang melawan Covid-19. Bagaimana kisahnya? Berikut lanjutan wawancara eksklusif dengan Kombes Pol Sumardji di Mapolresta Sidoarjo, Kamis (27/5).
Pandemi terjadi di seluruh dunia. Di Indonesia, khususnya Jawa Timur, Sidoarjo dan Surabaya juga menjadi sorotan. Bagaimana Anda menyikapinya?
Saya masih ingat betul itu, hari-hari saat awal pandemi terjadi. Saya mulai bertugas di Sidoarjo 17 Februari 2020, kemudian 12 Maret 2020 kita mulai berperang melawan Covid-19. Sesuatu yang kita sendiri tidak tahu dan tidak bisa melihat.
Tapi justru Anda jadi role model yang berhasil dalam penanganan ketika itu?
Kita diwajibkan untuk bergerak luar biasa. Agar masyarakat mau mengikuti imbauan dan instruksi yang kita berikan. Kebetulan, di Sidoarjo saya dituakan dalam urusan memelihara Harkamtibmas.
Sehingga saya putuskan sejak awal kita harus fight, kita berjuang keras, bersama-sama. Semangat sepak bola yang saya terapkan.
Saya ajak kepala daerah dan pejabat-pejabat lain untuk selalu bersemangat. Saya sendiri ketika itu setiap hari rata-rata hanya tidur 2 sampai 3 jam. Pulang jam 02.00 atau jam 03.00 WIB, kemudian pagi jam 06.00 WIB harus bangun, memimpin anggota di lapangan.
Saya tanamkan pada diri saya dan orang-orang sekitar saya, jangan sampai lemah. Karena ketika kami lemah, lainnya juga akan ikut lemah. Kita harus kuat, berjuang bersama.
Bagaimana kondisi Sidoarjo saat itu?
Kondisinya krodit. Informasi di luaran beredar gak karu-karuan. Luar biasa dan mengarah kacau. Ditambah lagi banyak orang sakit, banyak orang mendadak meninggal dunia dan sebagainya yang membuat suasana semakin gak karuan.
Tambah lagi, ada masa ketika eforia sejumlah pelaku kejahatan. Banyak tahanan yang dibebaskan sebelum masa hukumannya habis. Apalagi yang bebas itu juga tidak sedikit yang kerap membuat onar dan meresahkan masyarakat.
Sudah dalam kondisi pandemi, banyak sekali peristiwa kejahatan. Ada begal dan sebagainya, sampai ada yang dirampok putus tangannya. Juga ada beberapa peristiwa lain yang membuat suasana semakin tidak mencekam.
Tapi sekali lagi, saya tetap harus kuat dan bersemengat. Saya ajak semua anggota untuk tetap semangat. Jangan sampai ada yang kendor. Saya sampaikan ke anggota, saya di depan dan mari kita maju bersama.
Alhamdulillah, kondisi itu bisa teratasi. Selama itu doa yang terus saya panjatkan adalah meminta tetap diberi kesehatan dan kekuatan agar bisa terus melindungai dan mengayomi semua. Sekuat tenaga. Dan saya bersyukur, kita bisa melewati itu semua dengan baik.
Sepanjang pandemi, pengalaman apa yang tidak bisa Anda lupakan?
Saya paling tidak bisa lupa adalah kepergian Cak Nur (Wakil Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifuddin). Sahabat saya, kawan saya, sehari-hari bersama. Dia kalah berperang melawan Covid-19.
Dia sangat dekat dengan saya. Berbagai hal selalu disampaikan, karena sehari-hari kami bersama. Kami saling mengisi dan saling menguatkan. Beliau orang baik, tidak pernah sakit hati, dan tidak pernah menyakiti orang lain.
Almarhum sempat cerita saat sedang sakit?
Ya, dua hari sebelum meninggal dunia, Cak Nur masih bersama saya. Kemudian dia ke Jakarta dan pulangnya itu langsung ambruk. Sakit, kemudian meninggal dunia di RSUD Sidoarjo.
Pas di Jakarta, dia sempat telepon. Bilang ke saya, “Ndan, saya gak enak badan, lemas, dan suara saya juga serak-serak,” katanya saat itu.
Ketika itu saya berusaha menguatkannya. Saya bilang, sampeyan harus kuat Cak. Jangan lemah, ayo lawan terus.
Tapi saya juga tawarkan untuk melakukan swab, untuk mengetahui jika ternyata kena covid. Cak Nur tidak bersedia, dia memilih rapid saja. Dan ketika itu hasilnya negatif.
Mungkin ketika itu badannya capek, aktivitas tinggi dan terus dipaksakan, kemudian berpengaruh terhadap imun tubuhnya. Sampai akhirnya Cak Nur terpapar, dan meninggal dunia.
Bagaimana dengan Anda?
Kematian Cak Nur membuat saya drop. Saya benar-benar down saat itu. Malam hari saya langsung swab. Keesokan harinya juga swab lagi. Saya campur ketakutan juga, padahal saya yang memberi semangat.
Tapi sekali lagi, saya bersyukur kepada Allah. Saya masih diberikan kesehatan sehingga bisa mengemban amanah ini. Menjalankan tugas-tugas saya.
Baru-baru ini ada larangan mudik, bagaimana evaluasi di Sidoarjo?
Yang pertama, saya apresiasi dan saya berterima kasih untuk masyarakat sidoarjo. Saya evaluasi, ketika ada larangan, warga minim sekali yang keluar dari Sidoarjo. Indikatornya jelas. Dari suasana jalan dan beberapa titik yang sudah kita tentukan untuk melakukan deteksi.
Selama Lebaran, warga Sidoarjo banyak yang tetap bertahan di sini. Mengikuti anjuran pemerintah. Ini juga indikatornya jelas. Pasar-pasar, mal, dan sejumlah pusat keramaian tetap berjalan normal. Tidak seperti ketika menjelang dan selesai Lebaran tahun-tahun sebelumnya.
Bagaimana dengan orang yang masuk ke Sidoarjo?
Ini juga hasil evaluasi kami, tidak banyak warga luar yang masuk ke Sidoarjo. Karena di beberapa titik sudah disekat, yang ketahuan dari luar dan hendak mudik, langsung kita putar balik.
Kalau ada yang ngeyel, kita rapid antigen. Kemudian dikasih dua pilihan. Putar balik atau tetap ke Sidoarjo, tapi dikirim ke tempat karantina sampai libur Lebaran selesai.
Di beberapa wilayah kerap ada warga ngeyel, bagaimana pesan Anda kepada anggota di lapangan?
Setiap apel dan di beberapa kesempatan selalu saya ingatkan, semua anggota harus sabar dan iklas. Ini memang tugas berat. Saya wanti-wanti, jangan ada yang terbawa emosi. Meski dimaki dikata-katain, saya perintahkan untuk tidak melawan.
Tapi saya pesan kepada anggota agar mendokumentasikan itu melalui video di smartphone. Agar dilaporkan ke saya. Untuk jadi evaluasi terhadap internal kami, serta evaluasi untuk masyarakat juga.
Sejak Awal Januari, vaksinasi sudah dimulai, di Sidoarjo, apakah ada warga yang menolak vaksin?
Vaksinasi memang membutuhkan edukasi yang sungguh-sungguh. Karena ada juga masyarakat yang menganggap bahwa vaksinasi hanya abal-abal, palsu, dan sebagainya.
Tapi faktanya, di Sidoarjo semakin hari semakin banyak warga yang divaksin. Bahkan mereka berburu ingin divaksin.
Kenapa? Salah satunya saat awal vaksinasi itu kami para pejabat mengawalinya. Kami disuntik, kemudian kami menyampaikannya ke masyarakat. Buktinya kami aman-aman saja, sehingga masyarakat juga percaya.
Kita tidak tahu, pandemi ini sampai kapan. Sebagai garda terdepan, apa yang Anda lakukan untuk tetap mengingatkan masyarakat agar selalu taat protokol kesehatan?
Pertama adalah edukasi dan sosialisasi. Kita harus terus cuap-cuap ke masyarakat, jangan sampai kendor. Siapa pun pemimpinnya, jangan pernah bosen untuk terus mengingatkan kepada masyarakat tentang pentingnya prokes.
Kedua adalah penegakan hukum. Dengan tilang atau tipiring, warga menjadi taat dan tertib. Semakin ke sini, semakin sedikit yang melanggar.
Saya sudah mengevaluasi ini. Sehebat-hebatnya kita berkreasi, seperti menghukum dengan hormat bendera, menyapu jalan, menyapu masjid, bersih-bersih kuburan, dan sebagainya, buktinya tidak ada efek. Tetap saja banyak yang melanggar.
Tapi begitu ada payung hukum yang tegas. Pelanggar prokes dikenakan tipiring atau dikenai denda. Pelanggaran pun langsung berkurang. Turun drastis.
Sidoarjo yang pertama gelar sidang di tempat?
Ya, begitu ada payung hukum yang jelas, saya langsung mengajak Kajari dan Ketua PN untuk berembuk. Saya ajak memulai sidang tipiring di tempat. Pelanggar yang terkena razia langsung disidang dan divonis denda.
Pertama itu di Sidoarjo. Sangat efektif dan kemudian di berbagai daerah melakukan hal serupa. Hasilnya juga terbukti, tipiring jauh lebih efektif untuk menertibkan masyarakat agar taat protokol kesehatan.
Sebelum berpindah tugas ke Bengkulu, apa yang ingin Anda sampaikan untuk warga Sidoarjo?
Saya ini orang sidoarjo. Istri dan anak-anak saya juga tinggal di Sidoarjo. Sehingga saya nanti kalau sudah pensiun juga akan pulang ke Sidoarjo. Karena itu, warga Sidoarjo adalah keluarga besar saya.
Saya memohon dan meminta dengan sangat, pandemi ini entah sampai kapan berakhir. Tolong, warga Sidoarjo selalu waspada. Perhatikan kondisi dan jangan pernah kendor menerapkan protokol kesehatan.
Jangan pernah merasa kuat atau kebal dari Covid-19. Yang ada, kita lemah ketika tidak taat protokol kesehatan. (mohammad taufiq)
Baca juga: Sepak Terjang Kombes Pol Sumardji, Karier Melesat Berkat Sepak Bola (1)