Menikakan Anak di Bawah Umur Karena Ingin Melepaskan Beban
Menikahkan anak di bawah umur berdampak kesehatan. Hal itu pun terkait budaya, yaitu rendahnya kesadaran masyarakat teradap berbagai resiko.
Editor: cecep burdansyah
News Analyisis
Novia Wahyu Wardhani (Dosen Politik dan Kewarganegaraan Unnes)
ANGKA fantastis perbandingan angka pernikahan tiap tahun dan angka perceraian yang hampir mencapai 3:1 khususnya di Jawa Tengah. Angka pernikahan di Jateng mencapai 300 ribu pernikahan tiap tahun. Dan ada 72 ribu perceraian dalam setahun.
Data dan fakta di catatan Kemenag Jawa Tengah tahun 2018 terjadi pernikahan di bawah umur sebanyak 3.275 dan bertambah lagi di tahun 2019 menjadi 3.865 pasangan.
Perubahan Undang-Undang No 1 tahun 1974 ke Undang-Undang No 16 tahun 2019 menunjukkan komitmen pemerintah untuk menurunkan angka pernikahan di bawah umur.
Dahulu batas usia minimal untuk menikah laki-laki 19 dan perempuan 16 tahun. Namun sekarang dengan UU yang baru, batas usia minimal perempuan dan laki-laki sama, yaitu 19 tahun.
Namun perlu diketahui pernikahan di bawah umur bukan hanya menyangkut masalah hukum tetapi juga budaya, kesehatan, dan karakter.
Realitas yang terjadi di Jawa Tengah memiliki banyak anak terjadi di kalangan masyarakat bawah dan salah satu cara untuk melepas biaya hidup yang tinggi adalah menikahkan anak mereka sesegera mungkin, khususnya perempuan agar menjadi tanggungan hidup orang lain.
Realitas yang kedua bahwa masyarakat tidak tahu risiko pada kesehatan atas adanya pernikahan di bawah umur karena kurang sosialisasi dan memang tidak ada kesadaran masyarakat terhadap kualitas hidup.
Tambah Masalah
Realitas ketiga adalah rendahnya karakter masyarakat terhadap komitmen untuk berumah tangga yang disebabkan tingkat kedewasaan yang rendah dalam menghadapi masalah serta kebiasaan menggampangkan sesuatu masalah seperti “kalau hamil bagaimana?” “ya udah, nikah aja” padahal menikah bukanlah menyelesaikan masalah tapi menambah masalah.
Pernikahan di bawah umur memiliki keuntungan dan kerugian yang harus ditanggung ketika hal tersebut terjadi baik oleh individu, keluarga, masyarakat, dan negara.
Keuntungan pernikahan di bawah umur adalah jika memiliki anak maka jarak usia ibu dan anak tidak terlalu jauh sehingga mudah untuk mengikuti dan mengerti anak serta kebutuhan belum begitu banyak.
Sedangkan kerugiannya adalah kehilangan masa remaja. Kehilangan masa remaja membuat sebagian orang merasa tertekan sehingga yang terjadi adalah emosi yang tidak stabil melihat temannya masih bisa bermain, sekolah, bekerja sedangkan dia harus mengurus keluarga.
Kesehatan ibu terancam baik kesehatan fisik maupun psikis. Pada usia di bawah 19 tahun organ intim dan reproduksi sedang berkembang serta mental yang masih belum stabil.
Banyak kejadian ibu di bawah umur harus menanggung kehamilan yang tidak sehat.
Selain itu depresi karena tidak kuat menanggung beban hidup yang pada akhirnya akan membawa dampak pada keluarganya seperti contoh baby blues syndrome sampai pada pembunuhan anak.
Rentan Cerai
Kerugian lain adalah rentan akan perceraian dan perselingkuhan. Hal ini disebabkan karena rendahnya tanggung jawab terhadap komitmen dan masih banyaknya keinginan dan pilihan.
Ketika menikah muda dan pasangan memiliki kekurangan maka cenderung yang keluar adalah sifat membandingkan karena masih banyaknya pilihan.
Dampak negatif lainnya bisa memperburuk perekonomian keluarga dan negara karena lonjakan angka kelahiran di luar prediksi dan ketika terjadi pereraian maka tangungan bukan berkurang tetapi malah bertambah.
Memberikan contoh yang buruk bagi generasi muda. Melihat banyaknya kerugian dibandingkan dengan keuntungan sudah sepantasnya kita sebagai bagian dari keluarga, masyarakat, dan negara mendukung pernikahan sesuai usia. (tim)
Baca juga: Kasus Pernikahan Anak di Jateng Melonjak 630 Persen