Tergiur Invetasi Bodong Uang Siswanto Rp 60 Juta Lenyap
Investasi dengan iming-iming imbalan mucekil terus marak dan memakan korban. Mereka yang tergiur keuntungan, akhirnya buntung.
Editor: cecep burdansyah
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Kedok investasi yang menggunakan skema ponzi sudah berkali-kali memakan korban. Namun hingga saat ini masih ada saja orang yang mau bergabung, dan percaya dengan investasi yang menjanjikan dan tidak wajar.
Skema ponzi yakni modus investasi palsu yang memberikan keuntungan kepada investor dari uang mereka sendiri, atau uang yang dibayarkan oleh investor berikutnya. Bukan dari keuntungan yang diperoleh oleh individu atau organisasi yang menjalankan operasi ini.
Skema modus investasi ponzi diperkenalkan oleh Charles Ponzi pada tahun 1920. Dan hingga sekarang skema ponzi ini masih eksis. Satu di antara korban skema ponzi berkedok investasi yakni Siswanto. Dengan modal awal yang hanya Rp 5 juta, Siswanto bisa meraup keuntungan Rp 60 juta. Dan akhirnya duit yang dijanjikan Rp 60 juta itu pun lenyap.
"Saat itu saya ikut investasi MMM yang berasal dari Rusia. Pertama ikut bukan karena ajakan teman. Tapi tertarik setelah ikut grup investasi di Facebook. Saya lihat kok banyak anggota grup yang dapat keuntungan dari investasi itu. Makanya saya coba inves Rp 5 juta dulu," ujarnya.
Siswanto dijanjikan dalam satu bulan modal yang sudah diinvestasikan bisa mendapatkan return atau keuntungan hingga 100 persen. Semula pihaknya tak percaya. Namun ketika sudah dapat return Siswanto akhirnya percaya.
"Ya ragu ada. Tapi kok ternyata beneran dapat. Sebulan katanya bisa dapat return atau profit hingga 100 persen. Setelah pertama kali dapat return baru percaya. Kemudian bulan berikutnya ikut lagi. Jadi uang keuntungan sebelumnya saya masukin lagi, biar jadi lebih untung," tegasnya.
Jika ditotal, Siswanto sudah mengeluarkan modal investasi hingga Rp 20 juta. Namun pada bulan ke 10, uang investasinya sebesar Rp 60 juta lenyap. Padahal uang itu didapat dari pinjaman kepada orang lain. Alias duit utangan.
"Sebagian dari uang pribadi, sebagian ada yang pinjam. Karena profitnya sangat menguntungkan dan cepat. Sebulan bisa dapat segitu siapa yang tidak tergiur. Tanpa harus kerja keras," tambahnya.
Ketika investasi MMM tersebut tiba-tiba berhenti, Siswanto tidak bisa berbuat apa-apa. Mau lapor polisi tapi batal karena keterbatasan informasi terkait lokasi kantor dan sebagainya.
"Kantornya tidak jelas, orangnya yang menjalankan investasi itu juga tidak jelas dan belum pernah saya temui. Ya akhirnya saya ikhlaskan saja. Walaupun setelah itu harus pontang panting cari uang buat bayar utang dari investasi yang hilang itu," tuturnya.
Sejak kejadian itu, Siswanto lebih berhati-hati lagi jika ingin ikut sebuah produk investasi. Ia cenderung akan mempelajari lebih dahulu cara kerja sebuah produk investasi. Apakah bisa dipercaya dan memiliki kredibilitas dalam mengelola uang investor.
Lain halnya yang dialami oleh warga Pedurungan, sebut saja Martini. Ibu rumah tangga ini tergiur ikut investasi karena diajak teman lama yang sudah lebih dulu invest. Martini semula tanam modal Rp 10 juta kemudian dalam waktu sebulan sudah menerima keuntungan Rp 8 juta. Modal masih tertanam di "tempat investasi" tersebut. Karena merasa beruntung kemudian tambah modal lagi jadi Rp 30 juta. Bulan berikutnya Martini terima "keuntungan" sebesar Rp 25 juta.
"Saya senang karena empat bulan pertama keuntungan selalu diberikan tepat waktu. Kemudian kami gadaikan sertifikat rumah untuk tanam investasi Rp 180 juta. Dua bulan berikutnya nomor HP orang penghubung itu off dan hingga kini kami kehilangan jejak. Sejak itu kami sering cekcok dengan suami. Tapi mau bagaimana lagi uang sudah hilang," tuturnya yang minta nama disamarkan.
Kerugian Rp 117,4 Triliun
Berdasarkan data yang dihimpun Satgas Waspada Investasi (SWI), total kerugian masyarakat akibat investasi ilegal sejak 2011 sampai 2021 mencapai kurang lebih Rp117,4 triliun. Terkait hal tersebut, sejak dibentuk tahun 2017 sampai dengan 2021 ini, SWI telah melakukan penanganan terhadap 1.053 investasi ilegal, 3.365 Fintech Lending Ilegal, dan 160 gadai ilegal.
Kepala OJK Regional 3 Jawa Tengah dan DIY, Aman Santosa menyatakan bahwa SWI Provinsi Jawa Tengah sepakat meningkatkan upaya pemberantasan investasi dan pinjaman online ilegal untuk melindungi masyarakat.
Upaya Preventif yang dilakukan Satgas Waspada Investasi, yaitu dengan cara koordinasi antar anggota Satgas Waspada Investasi dalam rangka meningkatkan edukasi dan pemahaman mengenai ruang lingkup transaksi keuangan yang berpotensi merugikan masyarakat.
Kemudian melakukan sosialisasi kepada seluruh elemen masyarakat, penegak hukum, pemerintah daerah, akademisi, dan kelompok atau asosiasi masyarakat. Selain itu juga mengefektifkan sarana pengaduan Satgas Waspada Investasi Jawa Tengah.
Berdasarkan survei OJK tahun 2019, tingkat literasi keuangan yang merupakan indeks level pengetahuan masyarakat terhadap jenis produk keuangan di Jawa Tengah tergolong masih rendah yakni sebesar 47,38%, namun sudah lebih tinggi dibandingkan dari Indeks Literasi Nasional sebesar 38,03%. Hal ini mencerminkan masih perlunya edukasi kepada masyarakat tentang produk keuangan, khususnya produk investasi keuangan yang legal.
Modus investasi ilegal yang saat ini tengah merebak yaitu penawaran investasi dengan modus penanaman pohon jabon. Kemudian penawaran investasi dengan imbal hasil tetap seperti produk perbankan.
Money game dengan sistem berjenjang dengan like dan view video aplikasi media sosial Tiktok. Penawaran investasi berkedok cryptoasset/cryptocurrency dengan imbal hasil tetap, yaitu 0,5%-3% per hari atau 15%-90% per bulan. Penyelenggara exchanger aset kripto tanpa izin Bappebti; dan penawaran Investasi Ternak Semut Rangrang dengan iming-iming imbal hasil 50% dalam jangka waktu 5 bulan.
Logis dan Legal
Selanjutnya, agar terhindar dari jeratan pinjol, Aman Santosa menghimbau masyarakat harus memastikan 2L, yaitu logis dan legal. Harus diidentifikasi apakah penawaran produk yang disampaikan oleh pelaku usaha, masuk akal dan sesuai dengan kebiasaan atau peraturan yang berlaku serta mengidentifikasi apakah pelaku usaha dimaksud telah mendapatkan legalitas dari otoritas yang berwenang.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyampaikan OJK selama ini telah melakukan berbagai kebijakan untuk memberantas pinjaman online ilegal melalui Satgas Waspada Investasi (SWI), termasuk menjalankan berbagai program edukasi kepada masyarakat untuk menggunakan fintech lending yang terdaftar atau berizin di OJK dan mencegah masyarakat memanfaatkan pinjaman online ilegal. (tim)