FAKTA BARU Kasus Viral 3 Anak di Luwu Timur: Bukan Rudapaksa, Kunjungan Kapolres Dianggap Tak Elok
Viral di media sosial seorang ibu disebut berjuang untuk mendapatkan keadilan untuk ketiga anaknya yang menjadi korban pelecehan seksual.
Penulis: garudea prabawati
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Kasus viral 'tiga anak saya diperkosa' di Luwu Timur Sulawesi Selatan masih menjadi polemik tersendiri.
Seperti diberitakan sebelumnya, viral di media sosial seorang ibu disebut berjuang untuk mendapatkan keadilan untuk ketiga anaknya yang menjadi korban pelecehan seksual.
RS melaporkan mantan suaminya (S) atas dugaan pemerkosaan kepada tiga anak kandungnya di Polres Luwu Timur pada 2019 lalu.
RS melaporkan SA telah memperkosa anak kandungnya sendiri masing-masing berinisial AL (8), MR (6) dan AS (4).
Diketahui S merupakan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Baca juga: Nenek Berusia 71 Tahun di Kudus Nyaris Jadi Korban Rudapaksa, Pelaku Tetangganya yang Masih ABG
Cerita tersebut menjadi viral setelah diungkap oleh media Project Multatuli pada Rabu (6/10/2021) lalu.
Namun, dalam proses penyelidikannya, polisi justru menghentikan kasusnya dengan alasan tidak cukup bukti.
Kemudian, cerita tersebut kembali diungkap oleh media Project Multatuli hingga menjadi viral di media sosial Twitter.
Hingga kini proses pengungkapan kasus tersebut tengah berjalan.
Lantas berikut fakta-fakta barunya:
1. S Bantah Tuduhan hingga Berniat Laporkan Mantan Isteri
S yang diduga memperkosa tiga anaknya di Luwu Timur, Sulawesi Selatan membantah semua tuduhan yang dilayangkan kepadanya.
S mengklaim tuduhan pemerkosaan terhadap ketiga anak kandungnya yang sudah viral itu merupakan fitnah dari R, mantan istrinya.
Dikutip dari TribunLutim.com, S menunjuk Agus Melas sebagai kuasa hukumnya.
S memilih Agus Melas mendampinginya pasca kasus dugaan rudapaksa tahun 2019 ini viral.
Seperti diketahui, dugaan rudapaksa tiga anak di bawah umur ini mencuat pasca RS melaporkan mantan suaminya, SA ke Polres Luwu Timur pada Rabu (9/10/2019).
Agus Melas mengatakan sejak kasus bergulir, pihaknya sudah berkonsultasi dengan S.
Baca juga: Mabes Polri: Tidak Ada Tanda Trauma 3 Anak Diduga Korban Rudapaksa di Luwu Timur Terhadap Ayahnya
Kliennya yang membantah tuduhan telah merudapaksa anaknya, berencana melayangkan rencana lapor balik akan dilayangkan di Polda Sulsel.
"Hari ini secara sah kami ditunjuk sebagai kuasa hukum terlapor, kami juga telah memantau kasus ini," Senin (11/10/2021).
"Terlapor juga sejak awal memang sudah sering komunikasi dengan kami, Insya Allah dalam waktu dekat kita akan mengajukan laporan ke Mapolda Sulsel, kata Agus Melas.
2. Kunjungan Kapolres ke Rumah Diduga Korban Dinilai Tak Elok
Kunjungan Kapolres Luwu Timur AKBP Silvester Simamora ke rumah tiga anak korban dinilai tak elok oleh Koalisi Bantuan Hukum Advokasi Korban Kekerasan Seksual Terhadap Anak.
Kunjungan tersebut dinilai bertolak belakang dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Begitu juga dengan kunjungan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Luwu Timur.
Namun, ibu korban menolak kedatangan mereka dan menyuruh mereka pulang.
Ibu korban sempat menegur salah satu dari orang yang datang karena mengambil gambar/video ibu korban secara diam-diam.
Pertama, kami menyayangkan tindakan yang dilakukan oleh P2TP2A Luwu Timur dan Polres Luwu Timur, yang mendatangi pihak korban.
Kedatangan pihak tersebut lagi-lagi menyalahi prinsip perlindungan terhadap anak korban, dikutip dari Tribun-Timur.com.
Baca juga: Terduga Rudapaksa Anak Kandung di Luwu Timur Ingin Laporkan Balik Istrinya, Sahroni Kecam
Tindakan tersebut menunjukkan kembali Polres Luwu Timur dan P2TP2A Luwu Timur, tidak memiliki perspektif perlindungan korban dalam menangani kasus anak.
Polres Luwu Timur dan P2TP2A Luwu Timur seharusnya memahami bahwa kedatangan mereka beserta publikasi dan peliputan oleh media telah menyalahi prinsip perlindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum yakni hak atas kerahasiaan identitas.
Hal ini diatur dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa “Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.”
Larangan membuka identitas anak korban juga ditentukan dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
3. Tidak Ada Rudapaksa
Biro Pengawasan Penyidik (Wasidik) Bareskrim Polri telah mulai asistensi terkait dugaan kasus 'tiga anak saya diperkosa' yang terjadi di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Hasilnya, ada beberapa fakta penting yang diketahui oleh penyidik, diberitakan Tribunnews sebelumnya.
Satu diantaranya yang disoroti tim Biro Wasidik Bareskrim Polri merupakan kasus ini bukanlah sebagai kasus pemerkosaan.
Sebaliknya, kasus ini adalah dugaan tindak pidana pencabulan.
Baca juga: UPDATE Kasus Dugaan Pencabulan Anak di Luwu Timur: Tak Ada Tanda Trauma hingga Perbedaan Hasil Visum
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono menyampaikan hal tersebut diketahui berdasarkan pengaduan yang dilaporkan oleh sang ibu korban ke Polsek Percut Sei Tuan.
"Beberapa fakta-fakta yang ditemukan oleh tim yang pertama adalah penyidik menerima surat pengaduan dari saudari RS pada tanggal 9 Oktober 2019. Isi surat pengaduan ini yang bersangkutan melaporkan bahwa diduga telah terjadi peristiwa pidana yaitu perbuatan cabul," kata Rusdi di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (12/10/2021).
Ia menyampaikan sang ibu korban tidak pernah menyatakan kasus ini sebagai pemerkosaan sebagaimana yang tercantum dalam surat pengaduan.
Sementara itu, kasus ini viral sebagai dugaan tindak pidana pemerkosaan.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati) (TribunLutim.com/Ivan Ismar) (Tribun-Timur.com/Muslimin Emba) (Tribunnews.com/Igman Ibrahim)