Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Manusia Silver Lebih Memilih Menadahkan Tangan Daripada Repot-repot Bekerja

Pakar sosiologi menilai, manusia silver merasa gampang cari uang daripada repot-repot bekerja. Kesimpulan itu berdasarkan hasil penelitiannya.

Editor: cecep burdansyah
zoom-in Manusia Silver Lebih Memilih Menadahkan Tangan Daripada Repot-repot Bekerja
Warta Kota/Andika Panduwinata
Erna, manusia silver ditemui Warta Kota di Pertigaan Lampu Merah Ciledug, Kota Tangerang, Banten, Rabu (27/10/2021). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Soeprapto menilai, keberadaan manusia silver sudah marak di berbagai wilayah Indonesia. Terutama di daerah-daerah yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tinggi seperti Jabodetabek, Yogyakarta, Jawa Barat dan sebagainya.

Menurutnya, pagebluk Covid-19 memang berkontribusi pada maraknya pengangguran di Indonesia. Namun untuk memastikan mereka yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) beralih menjadi manusia silver, harus dilakukan penelitian mendalam.

"Andai kata tidak ada pandemi pun, sangat mungkin mereka akan muncul juga. Jadi, saya sempat ngobrol dengan mereka, sebelum pandemi pun mereka juga tidak mempunyai pekerjaan tetap," ujar Soeprapto, Kamis (28/10).

Baca juga: Manusia Silver Secara Tak Sadar Bunuh Diri Pelan-Pelan

Soeprapto mengatakan, mereka memilih menjadi manusia silver karena berbagai alasan. Pertama, untuk menarik perhatian masyarakat, sehingga diberikan duit sebagai bentuk rasa iba.

Kedua, untuk menutupi identitas dari orang yang dikenalnya seperti kerabat, keluarga dan tetangga di rumah. Kata dia, seseorang yang seluruh tubuhnya diwarnai perak, sangat sulit dikenali, apalagi kalau mereka memakai masker.

"Di satu sisi dia menonjol, tapi di sisi lain supaya tidak mudah tidak dikenal orang lain. Jadi, orang-orang diharapkan tidak mengetahui apa yang mereka lakukan di luar," kata Soeprapto.

Dalam kesempatan itu, Soeprapto juga mengapresiasi langkah Satpol PP DKI Jakarta yang melakukan razia manusia silver dan para penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) lainnya di wilayah Gambir, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

BERITA REKOMENDASI

Dikatakan, pemerintah daerah telah melakukan berbagai upaya, namun masyarakat harus menyadari bahwa rasio orang miskin dengan jumlah petugas yang ada tidak sebanding.

"Saran saya kepada pemerintah agar tingkatkan kuantitas dan kualitas patroli, misalnya razia itu. Kemudian tidak hanya sekadar melakukan pembinaan, tetapi memfasilitasinya sesuai dengan UU kita bahwa fakir miskin dan orang terlantar menjadi tanggung jawab pemerintah," jelasnya.

Dia menduga, ada pihak yang menjadi koordinator para manusia silver yang mengemis di pinggir jalan. Polanya seperti penyebaran pengemis yang diturunkan di jalan yang nanti bakal dijemput saat sore atau malam hari.

"Saya yakin itu ada koordinatornya, begitu juga para pengamen yang beberapa waktu lalu didrop (diturunkan) nanti sore dijemput," ucapnya.

"Bahkan saya pernah menemukan di perempatan di daerah Yogyakarta, ada perempuan menangis jam 10 malam mungkin karena lupa atau terlewat untuk dijemput (oleh bosnya)," lanjutnya.

Instan

Dia menambahkan, fenomena ini terjadi karena besarnya angka pengangguran di berbagai daerah. Mereka menganggur dipicu oleh berbagai faktor, namun yang paling utama karena terlalu selektif memilih pekerjaan.

Hal itu terungkap berdasarkan penelitiannya di Pulau Mandangin, Madura pada tahun 1999-2000 silam. Saat itu begitu banyak lowongan pekerjaan sebagai buruh dengan fasilitas tempat tinggal, namun masyarakat setempat enggan melamarnya.

"Penyebab utama atau jawaban terbanyak dari mereka yang sulit mendapatkan pekerjaan, bukan karena lapangan pekerjaan yang sempit. Tetapi karena mereka terlalu memilih pekerjaan," ungkapnya.

Bahkan saat itu, Soeprapto sempat menawarkan kepada PMKS untuk ikut bekerja dengannya dan digaji sesuai pendapatannya menjadi PMKS. Namun mereka menolak karena menjadi PMKS lebih mudah mendapatkan uang dibanding bekerja dengan perusahaan.

"Itu artinya dia lebih memilih enak menengadahkan tangan daripada bekerja. Jadi, dia ingin mendapatkan duit secara instan, sehingga ada sikap pilih-pilih pekerjaan," imbuhnya.

Dengan kondisi pandemi Covid-19 seperti ini, Soeprapto meminta masyarakat agar jangan terlalu memilih pekerjaan. Bahkan dalam kondisi sekarang, ada juga masyarakat yang justru mendapatkan duit banyak karena mampu menyesuaikan dengan keadaan.

"Sebetulnya dengan ketrampilan yang ada, ternyata sekarang pun juga di masa pandemi banyak orang yang bisa berkreasi. Tetapi kalau mereka masih memilih-milih pekerjaan yang dia suka yah, akan tetap mengalami kesulitan," ucapnya. (faf)

Baca juga: Pedihnya Jadi Manusia Silver; Sekujur Tubuh Perih Berlumur Cat, Diuber-uber Satpol PP Pula

Sumber: Warta Kota
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas