Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Langkah Strategis Rektor Unair: Vaksin Merah Putih Selesai Juni 2022 (1)

Rektor Unair, Prof Nasih mengungkapkan langkah strategisnya menanangani pandemi, termasuk kelanjutan vaksin merah putih.

Editor: cecep burdansyah
zoom-in Langkah Strategis Rektor Unair: Vaksin Merah Putih Selesai Juni 2022 (1)
Saiful Sholichfudin/Surya
Rektor Unair Prof Nasih 

TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Universitas Airlangga (Unair) sejak awal telah bersiap mendeteksi Covid-19 yang merebak di berbagai negara. Mengawali deteksi Covid-19 di luar fasilitas Kemenkes RI, Unair bekerja sama dengan Kobe University menyediakan reagen kit pemeriksaan virus corona.

Saat itu Unair termasuk kampus dengan fasilitas Laboratorium Biosafety Level-3 (BSL-3) dan jumlah PCR tidak hanya satu. Sehingga komponen untuk kesiapan pengujian sampel pasien terduga Covid-19 sudah memenuhi.

Langkah cepat juga diambil dengan meneliti komponen obat yang memiliki pengaruh signifikan menyembuhkan Covid-19 dengan disponsori TNI AD dan BIN.

Tak hanya meneliti komponen obat, Unair juga terlibat dalam pengembangan Vaksin Merah-Putih yang disponsori oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan dikembangkan oleh tujuh lembaga ilmu pengetahuan di Indonesia, yang mencoba berbagai platform.

Selengkapnya simak wawancara Direktur Pemberitaan Tribun Network sekaligus Pemimpin Redaksi Harian Surya Febby Mahendra Putra dengan Rektor Unair Prof Dr Mohammad Nasih SE MT Ak di Gedung Kantor Manajemen Unair, Senin (18/10).

Selain ikut serta membantu Badan Riset Nasional dalam menghasilkan vaksin merah putih, Unair pernah juga mencoba membuat obat Covid-19. Bagaimana cerita tim Unair di dalam menghasilkan obat Covid-19 yang pernah diajukan ke BPOM?

Sejak awal dan sejak dahuLu kala universitas memiliki tri dharma dan kemudian kami extend menjadi lima atau enam dharma. Salah satu yang terkait yaitu riset dan pengabdian masyarakat.

Berita Rekomendasi

Karena dharma dan misi kami di sana, maka universitas harus hadir saat bangsa ini mempunyai persoalan-persoalan yang kami bisa ikut serta di dalamnya.

Oleh karena itu sejak awal kami selalu menyampaikan dalam menangani Covid-19 kita perlu bergerak di semua bidang, yang pertama di bidang pelayanan.

Termasuk di bidang tesnya, Unair termasuk yang tercepat dan paling awal bisa mendapat reagen untuk mengetes Covid-19 sebelum lainnya, bahkan Eijkman (Lembaga Biologi Molekular Eijkman) juga belum ada waktu itu.

Dari sisi pelayanan kami juga dalam posisi terdepan, di mana rumah sakit kami sejak Maret 2020 telah mengembangkan fasilitas tertentu agar Covid-19 bisa tertangani sebaik-baiknya.

Bagaimana perkembangan obat Covid-19 yang dibuat Unair?

Dari sisi riset sejak awal kami sudah membuat beberapa skenario, yaitu jangka pendek, menengah dan panjang. Kala itu, untukjangka pendek kami berusaha mencari obat yang paling efektif apa.

Kombinasi obat ini menjadi skenario jangka pendek pengabdian masyarakat kami untuk memberikan pelayanan terbaik.

Alhamdulillah beberapa obat yang sudah ada yaitu antiviral kami selidiki dan kami cari yang paling cocok dan paling cepat menangani covid.

Kemudian ketemulah beberapa obat yang dari sisi lab sudah terbukti cukup efektif kombinasi obat ini. Kemudian kami uji kliniskan di beberapa tempat, meskipun karena satu lain hal ada beberapa yang perlu kami lengkapi karena subjeknya tidak memenuhi syarat BPOM.

Meskipun sudah kami uji coba pada beberapa teman tentara pada waktu itu, maka kombinasi obat ini kemudian digunakan diambil dan digunakan di kalangan TNI AD.

Dan, sudah diproduksi mereka dalam bentuk combipack Yudhacov 1 dan Yudhacov 2. Dan sudah tersebar di 72 RS Angkatan Darat. Bahkan semua tentara yang akan keluar negeri dibekali obat ini.

Obat ini tetap digunakan sesuai dengan panduan dokter. Obat ini juga digunakan di beberpa kasus di pesantren dan di internal Unair.

Jadi kesimpulannya, meskipun kombinasi obat ini tidak mendapat izin edar tetapi sudah digunakan internal?

Izin obat satuan sudah ada.Yang kami gunakan ini kombinasinya. Kalau kombinasinya dijadikan satu kapsul itu yang belum ada. Yang kami buat obat satuan. Ini kami kemas dalam satu paket dan sudah beredar.

Kalau untuk bentuk satu kapsul butuh riset lagi yang panjang. Namun, karena obat kombinasi ini target jangka pendek, maka sudah kami kembalikan ke sponsor yaitu TNI AD dan BIN.

Bisa diceritakan tentang obat baru yang bukan disponsori BIN dan TNI AD?

Obat baru kami sudah berhenti sekitar 10 bulan, karena kami bekerja sama dengan Kimia Farma untuk pengembangan obat ini. Dan kapasitas penelitian di laboratorium Unair sudah selesai, dan hasilnya obat ini memang memberikan hasil yang baik dalam pengobatan Covid-19.

Belum sampai uji klinis, karena masih obat baru perlu proses lanjutan untuk preklinik. Tetapi karena Kimia Farma nampaknya masih cukup sibuk, obat ini belum jadi perhatian.

Namun, saat Menteri BUMN ke Unair, kami ingatkan dan kami sodorkan lagi obat baru ke Menteri BUMN.

Obat ini belum ada namanya, baru komponen kimia obatnya. Ini kami kembangkan dari senyawa tunggal yang memiliki dampak signifikan.

Senyawa ini kami serahkan ke Kimia Farma karena mereka lebih punya bahan dan tenaga lebih lengkap. Namun nampaknya perhatian pemerintah lebih pada pencegahan bukan pada obatnya.

Teman-teman masih melanjutkan penelitian skala laboratorium, tapi masih minim. Jadi kalau mau hilirisasi arahnya ke Kimia Farma.

Bisa diceritakan mengenai perkembangan Vaksin Merah Putih?

Vaksin ini menjadi skenario jangka panjang selain obat, karena kesempatan saat ini di vaksin jadi terus berjalan.

Uji preklinik kedua sudah rampung. Sekarang sedang menyempurnakan laporan untuk bisa mendapat izin uji klinis dari BPOM. Tentunya juga tergantung industri untuk bisa produksi skala piloting. Hasil pre klinik tahap 1 dan 2 cukup melegakan hasilnya. Tinggal menyiapkan internal report untuk masuk BPOM.

Kapan vaksin Merah Putih bisa diselesaikan?

Ini faktornya cukup banyak dan saya melihat “persaingan” antarprodusen vaksin nampaknya tidak bisa dihindari 100 persen. Sehingga tetap ada “persaingan” yang tidak bisa diprediksi.

Contoh yang paling gampang, kalau semua berjalan dengan lancer, November sudah uji klinis. Apalagi November ulang tahun kami harap hal ini bisa menjadi hadiah.

Tapi komitmen kami dan Biotis, vaksin bisa digunakan untuk konsumsi di semester dua atau Juni 2022, tentu produksi sebelum itu. Jadi kami berharap di semester satu ini pemerintah bisa memproduksi vaksin dari berbagai tempat, dan kami masuk di dalamnya.

Tentunya kami butuh beberapa waktu, preklinik sudah selesai harus diproses lagi agar sesuai standar dan siap pakai untuk manusia.

Dan ini harus sudah dihasilkan industri yang mempunyai Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Baru bisa dimanfaatkan di manusia. Sesuai uji klinis juga perlu waktu produksi massal yang tentu perlu banyak penyesuaian. Harapannya Juni 2022 sudah selesai.

Sejak awal kan sudah menggandeng pabrikan?

Kebetulan kita ini gandengannya dengan Biotis. Biotis kemudian menanamkan investasi baru untuk vaksin manusia.

Pabrikan untuk vaksin selama ini hanya punya Biofarma dan yang terbaru Biotis yang baru diresmikan. Biofarma sudah sama Eijkman dan beberapa lembaga lain, kami tidak mau ngeriwuki mereka.

Dan kita kebetulan dapat dari Biotis yang harus investasi bebrapa triliun untuk menyiapkan alat dan mekanisme untuk vaksin manusia. Dan saya dengar di Biotis suda siap semua tinggal menunggu lampu hijau dari BPOM apa sudah sesuai dengan CPOB.

Karena Biotis ini baru pertama kali juga membuat vaksin manusia, selama ini vaksin hewan. Dan ini menjadi pabrik kedua yang membuat vaksin manusia di Indonesia setelah ratusan tahun. (sulvi sofiana)         

Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas