KIsah Lansia di Panti Jompo, dari yang Kerasan Sampai yang Terkatung-katung (1)
Orang lanjut usia dalam kondisi ekonomi terbatas dan kurang perhatian anak-cucunya, akan berkakhir di panti jompo. Bagaimana mereka menjalani hidup?
Editor: cecep burdansyah
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kehidupan di panti jompo belakangan mendapat sorotan terkait munculnya kasus Ibu Trimah yang dimasukkan ke panti Griya Lansia di Malang, Jawa Timur. Tiga anaknya memasukkan sang ibu ke panti jompo karena mereka sibuk.
Lalu sebenarnya bagaimana kehidupan lansia di panti jompo? Cerita tentang masuknya lansia ke panti jompo sangat beragam. Namun tak sedikit pula karena memang yang bersangkutan hidup sebatang kara, sehingga bergabung di panti jompo memang pilihannya.
Seperti nenek NN (70) yang sudah dua tahun tinggal di sebuah panti jompo di Jakarta. Wanita yang sudah sebatang kara sejak kecil itu berencana menghabiskan sisa hidupnya di panti jompo.
Sejak tahun 2019, NN tinggal di sebuah panti yang dikelola Pemprov DKI Jakarta. Sebelumnya, NN mengamen untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kemudian di saat mengamen, NN terjaring Pengendalian Sosial (P3S) Dinas Sosial DKI Jakarta. Lalu NN pun dibawa ke panti tersebut. Suka duka tinggal di panti dialami NN saat pertama tinggal.
Beradaptasi dengan Lansia lainnya awalnya menjadi hal cukup berat bagi NN.
"Namanya orang kan wataknya beda-beda. Ada yang cerewet, ada yang resek tapi makanya kita pintar-pintar saja beradaptasi," ungkap NN dihubungi Selasa (9/11).
Namun, kata NN, seiring berjalannya waktu, ia malah betah tinggal di tempat tersebut. Memiliki rekan-rekan lansia senasib membuatnya lebih mudah menerima lingkungan.
Ia pun berencana tinggal di panti itu hingga akhir hayatnya. Sedari kecil, kata NN, ia tak memiliki keluarga. Satu-satunya saudara kembarnya terpisah dengannya sedari bayi.
"Jadi saya memang sedari kecil hidup sendiri," tuturnya.
Terkatung-katung
Demikian juga Juju (68) yang hidup sebatang kara. Di usianya yang sudah lanjut usia, tak ada satu dari anggota keluarganya yang menemaninya. Suami tercintanya telah meninggal dunia. Bahkan anak semata wayangnya pun telah tiada.
"Saya sudah tidak punya keluarga lagi, sendirian," ujar Juju terdengar lirih saat dijumpai Warta Kota di Rumah Perlindungan Sosial, Kota Tangerang pada Kamis (11/11).
Rumah Perlindungan Sosial tersebut berada dalam satu gedung dengan Dinas Sosial Kota Tangerang. Tempat itu dikhususkan bagi para lansia yang telantar.
Hal itu diungkapkan oleh Kabid Rehabilitasi Sosial pada Dinsos Kota Tangerang, dr Feriansyah. Feri menjelaskan bahwa keberadaan Rumah Perlindungan Sosial ini seperti layaknya panti jompo yang dikelola oleh pemerintah.
"Tidak berbayar, malah gratis di sini," ujarnya.
Feri merinci, untuk saat ini Rumah Perlindungan Sosial menampung sebanyak 19 para lansia. Total daya tampungnya ada 40 orang.
Dijemput keluarga
Hal paling mengharukan terjadi jika lansia tersebut dijemput sanak keluarganya. Padahal lansia itu sudah tinggal bertahun-tahun di Rumah Perlindungan Sosial.
Seperti yang dialami oleh Iin (70). Iin dalam waktu dekat ini dijemput oleh seseorang yang mengaku sebagai adiknya.
Awalnya Iin tertampung di tempat ini karena terjaring operasi PMKS. Dia di Kota Tangerang sama sekali tidak punya sanak saudara. Sehingga dirinya sudah menjalani hidup di Rumah Perlindungan Sosial hampir 3 tahun ini. Kehangatan Iin pun sudah terbangun dengan para lansia lainnya.
"Saya sudah 3 tahun di sini, Minggu depan katanya mau dijemput adik," kata Iin.
"Adik saya jemput dari Lampung," jelasnya.
Padahal Iin mengaku sudah sangat betah di panti. Belum lagi dengan aktivitas yang dilakukan setiap harinya.
"Sedih juga harus pisah sama teman-teman yang lain di sini," tutur Iin.
Berkebun dan belajar
Pantauan Warta Kota di lokasi, Rumah Perlindungan Sosial ini banyak memiliki sekat ruang. Tiap ruang itu terdiri dari satu kamar. Satu kamar di dalamnya terdapat tiga tempat tidur. Untuk lansia perempuan dan lelaki dipisah jaraknya.
Mereka kesehariannya menikmati aktivitas paginya dengan berolahraga. Setelah berolahraga bersama para lansia ini juga tampak tengah asyik berkebun.
Terdapat lahan perkebunan di belakang Rumah Perlindungan Sosial. Dalam kebun itu terdapat banyak sayur-sayuran dan buah-buahan. Bahkan ada juga kolam ikan. Para lansia ini juga terlihat antusias dalam merawat kebun tersebut.
"Aktivitas mereka memang kesehariannya tiap pagi olahraga. Kemudian setelah itu berkebun untuk mengisi kekosongan," terang dr Feri.
Feri menerangkan bahwa kegiatan ini juga untuk kemandirian para lansia. Hasil panennya pun untuk bersama-sama.
"Selain itu mereka juga belajar. Paling sering siraman rohani," kata dr Feri.
Pikun
Agak berbeda cerita wanita berusia 65 tahun warga Tambora, Jakarta Barat. Sejak beberapa tahun terakhir, ia memiliki penyakit pikun, bahkan sekali keluar rumah ia lupa jalan untuk pulang ke rumah. Dua kali wanita lansia itu hilang dari radar keluarganya dan ditemukan berada di panti jompo Ciracas, Jakarta Timur.
Keponakan lansia berinisial ON (33) mengatakan, keluarga besarnya sempat berdiskusi untuk memberikan pengawasan agar tidak hilang dari pandangan matanya. Satu tempat yang aman bagi wanita yang biasa di sapa oleh ON dengan sebutan Ii adalah panti jompo.
Ia kemudian mencari panti lansia yang dekat dari rumahnya dan didapati di Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat. Awal tahun 2021 lalu, ia dan sepupunya mendatangi panti jompo tersebut untuk menitipkan wanita lansia tersebut.
"Sampai sana biaya masuknya itu sekira Rp 4 juta, terus biaya per bulannya Rp 500 ribu," ujar dia kepada Wartakotalive.com, Selasa (8/11)
Bukan karena tidak sayang dengan wanita lansia itu, tapi anak-anaknya dan keluarga besarnya tidak mau wanita itu terlantar. Apalagi, anak-anaknya kini sudah pada bekerja dan memiliki keluarga, sehingga sulit untuk mengurus dan mengawasi wanita lansia itu.
"Kami semua sayang sebenarnya, tapi keadaan yang memaksa untuk mengirim ke sana," jelasnya. (des/dik/m26)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.