Dari Kasus Oknum Guru Rudapaksa 12 Santri, Orang Tua Diminta Bijak Memilih Pesantren untuk Anak
Uu mengatakan, pengawasan terhadap anak yang sedang mondok di pesantren adalah hak bagi setiap orang tua atau wali murid.
Editor: Hasanudin Aco
Pelaku rudapaksa ini, kata Uu, harus ditindak dengan tegas.
"Jangan sampai kasus serupa terulang," kata Uu saat dtemui di Pondok Pesantren Al Ruzhan, Desa Cilangkap, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya, Kamis (9/12/2021).
Uu berharap, masyarakat tak menyamaratakan semua guru ngaji punya perilaku serupa.
"Saya bertanya kepada orang-orang yang kenal dengan pelaku. Dia memang pernah pesantren, tapi enggak benar. Perilakunya juga tidak sama dengan komunitas pesantren yang lainnya," katanya.
Uu juga berharap, peristiwa ini tak memicu ketakutan dari para orang tua yang hendak atau tengah menyekolahkan putra-putrinya di pesantren.
"Ada sekitar 12 ribu pondok pesantren yang ada di Jawa Barat. Belum lagi majelis-majelis, dan madrasah diniyah. Harapan kami, jangan disamaratakan," katanya.
Uu mengatakan, pengawasan terhadap anak yang sedang mondok di pesantren adalah hak bagi setiap orang tua atau wali murid.
"Di pesantren yang benar, orang tua bisa 'ngalongok ka pesantren'. Bahkan pesantren saya ada libur setahun dua kali. Orang tua boleh menengok perkembangan anak di pesantren. Sehingga terpantau pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Tidak cukup dengan telepon," kata Uu.
Uu mengatakan, orang tua perlu mengedepankan kehati-hatian ekstra sebelum mempercayakan anaknya menjadi peserta didik suatu lembaga.
Banyak aspek yang perlu dipertimbangkan, mulai dari biaya, fasilitas, metode belajar, asal usul pendidikan guru, pendiri, yayasan, hingga legalitas lembaga yang berdiri.
Orang tua, kata Uu, sebaiknya memilih sekolah yang sudah terbukti menghasilkan lulusan berkualitas.
Bisa saja dengan melihat tetangga, kerabat, atau testimoni dari lulusan yang sudah pernah menempuh pendidikan di suatu lembaga.
"Kita juga harus mewaspadai seandainya ada pesantren-pesantren yang aneh-aneh. Dari pendidikannya, perilaku, dan lainnya, jangan sampai orang tua ini memberikan anak kepada pesantren tetapi tidak tau latar belakang lembaga tersebut," kata Uu.
Terkait ke-12 santriwati yang menjadi korban, kata Uu, terus mendapat pendampingan oleh tim Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat.
"Semoga hal ini tidak terulang lagi dan menjadi fokus pondok pesantren yang lain untuk tetap melindungi para santrinya," katanya.