Pelaku Rudapaksa Santriwati di Bandung Diusulkan Dihukum Kebiri, Ini Kata KPAI
Publik dibuat geram dengan kasus rudakpaksa belasan santriwati oleh guru yang terjadi di Kota Bandung. Pelaku diketahui bernama Herry Wirawan.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Publik dibuat geram dengan kasus rudakpaksa belasan santriwati oleh guru yang terjadi di Kota Bandung.
Pelaku diketahui bernama Herry Wirawan.
Muncul desakan agar Herry Wirawan dijatuhi hukuman kebiri.
Lantas, bagaimana tanggapan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) atas usulan tersebut?
Komisioner KPAI, Retno Listyarti memahami desakan masyarakat yang ingin pelaku dihukum seberat-beratnya, termasuk hukuman kebiri.
"Kami memahami betapa masyarakat geram karena menganggap tindakan ini biadad, tidak hanya mengeksploitasi secara seksual, juga ada dugaan secara ekonomi, tentu wajar kalau orang meminta hukuman seberat-beratnya."
"Tadi sudah ada pemberatan sepertiga hukuman karena dia orang terdekat korban, juga masih adalagi soal hukuman tambahan, yaitu kebiri, kami memaklumi masyarakat seperti itu," ungkap Retno, dikutip dari tayangan Youtube tvOne, Minggu (12/12/2021).
Baca juga: Kata Pakar soal Nasib Anak yang Dilahirkan Santriwati Korban Rudapaksa Herry Wirawan
Kendati demikian, Retno menjelaskan jika hukuman kebiri termasuk ke dalam hukuman tambahan.
Artinya, pelaku harus menjalankan hukuman pokok terlebih dahulu, setelah itu baru menjalankan hukuman tambahan.
"Saya secara pribadi maupun lembaga, tentu saja (perbuatan pelaku) sesuatu yang sulit kita maafkan."
"Tetapi kalau berbicara hukuman soal kebiri itu praktiknya juga hukum tambahan, jadi hukuman pokoknya dijalankan dahulu, baru kemudian bisa dilakukan hukuman tambahan," jelasnya.
Kemudian, Retno juga menyampaikan jika hukuman kebiri kimia berkaitan dengan hormon.
Menurutnya, jika pelaku melakukan perbuatan bejatnya tidak didasarkan hormon, maka hukuman tersebut menjadi kurang efektif.
"Apakah itu efektif? kalau efektifnya itu tergantung kalau dia (melakukan perbuatan bejat) karena hormon bisa efektif, tapi kalau karena sebab lain itu tidak efektif."
"Bagi saya, lebih baik memang dia dihukum seberat-beratnya lama saja di penjara, selain hukuman kebiri efektif atau tidak, psikologi pelaku juga harus dicek karena motif apa sebenarnya dia melakukan semua ini," tutur Retno.
Fakta Baru Aksi Herry Wirawan
Sebelumnya diberitakan Tribun Jabar, kasus guru bejat yang merudapaksa para santriwatinya di Pesantren Manarul Huda Antapani masih jadi pembicaraan masyarakat.
Aksi bejat guru tersebut dilakukan sejak 2016 di Pesantren Manarul Huda dan di Madani Boarding School di Cibiru.
Jumlah korbannya ada 21 santri dan delapan di antaranya hamil.
Kasus ini ditangani Polda Jabar dan sudah bergulir di Pengadilan Negeri Bandung sejak November 2021.
Namun, publik baru tahu kasus ini sejak 7 Desember setelah viral di media sosial.
Baca juga: Demi Tutupi Aksi Bejatnya, Herry Wirawan Larang Santri Keluar Rumah, Bahkan Belanja Diantar
Berikut beberapa fakta baru mengenai perilaku biadab Herry Wirawan:
Korban Dipekerjakan sebagai kuli bangunan
Diah Kurniasari, Ketua P2TP2A Kabupaten Garut mengatakan, para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru.
Saat ini, Diah mengatakan mendampingi dan memberikan perlindungan pada 29 orang di mana 12 orang di antaranya di bawah umur.
"Dari 12 orang santriwati di bawah umur, 7 di antaranya melahirkan anak pelaku," kata dia.
Baca juga: Kisah Orangtua Santriwati yang Ditawari Sejumlah Uang oleh Herry: Pelaku Terus Menerus Telpon
Diah juga menyebut Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku.
Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunananya tidak jelas.
Tempat khusus bagi korban yang hamil
Herry Wirawan juga memperlakukan korban-korbannya tak manusiawi.
Korban yang kebanyakan masih di bawah umur harus melakukan hal-hal baru yang seharusnya tak dialami oleh anak seusianya.
Ternyata korban yang hamil di minta tinggal di suatu tempat khusus sampai kondisinya pulih kembali.
Menurut Diah, selain tempat mereka belajar di Cibiru yang juga jadi tempat mereka tinggal, pelaku juga menyediakan satu rumah khusus yang biasa disebut basecamp.
Tempat ini jadi tempat bagi anak-anak yang baru melahirkan hingga pulih dan bisa kembali kumpul.
"Jadi di lingkungannya, saat ditanya bayi-bayinya anak siapa mereka bilang anak yatim piatu yang dititipkan," katanya.
Menurut Diah, dirinya mendampingi langsung kasus ini dan bicara langsung dengan para korban hingga detail bagaimana kehidupan mereka sehari-hari di tempat tersebut.
Makanya, Diah merasakan betul kegetiran yang dialami anak-anak.
"Merinding saya kalau ingat cerita-cerita mereka selama di sana diperlakukan oleh pelaku," katanya.
Doktrin dan bisikan agar korban menurut
Dalam berkas dakwaan, Herry Wirawan kerap melakukan perbuatannya di kamar rumah tersebut.
Herry memang memiliki kamar tidur di lantai bawah.
Saat melancarkan aksinya, Herry Wirawan selalu melakukan dengan bujuk rayu dan berpura-pura memanggil santriwatinya ke kamar.
Harry meminta dipijat atau sekadar berbincang.
Meski korbannya sudah menangis ketakutan, Herry tetap merudapaksa korbannya.
Herry Wirawan, yang mengaku sebagai guru ngaji itu, selalu membisikkan sesuatu bila korbannya menolak.
Baca juga: Ini Alasan Polisi Sengaja Tidak Umumkan Kasus Guru Pesantren Rudapaksa 12 Santriwati
"Kalau menurut keterangan dari anak-anak. Mereka itu awalnya menolak, tapi setelah si pelaku itu memberikan bisikan di telinga, korban jadi mau."
"Ada bisikan ke telinga korban dari pelaku setiap mau melakukan itu," ujar Yudi Kurnia saat di wawancarai Tribunjabar.id.
Setelah dibisikkan, korban lalu mau melayani Herry.
Tak sampai di situ saja, bila korban tetap menolak, Herry selalu melontarkan ucapan manis.
"Jangan takut, enggak ada seorang ayah yang akan menghancurkan masa depan anaknya," rayu Herry seperti yang tercantum dalam dakwaan.
Karena perbuatan bejatnya itu, empat korbannya hamil dan melahirkan.
Ada sembilan bayi yang dilahirkan akibat pemerkosaan yang dilakukan Herry Wirawan.
Dia meyakinkan korban yang hamil akibat nafsu bejatnya dengan berjanji akan merawat anak-anak hasil perudapaksaan.
"Biarkan dia lahir ke dunia, Bapak bakal biayai sampai kuliah, sampai dia sudah mengerti, kita berjuang bersama-sama," katanya.
Kepada para korbannya, Herry Wirawan menanamkan doktrin bahwa guru harus selalu ditaati.
"Guru itu Salwa Zahra Atsilah, harus taat kepada guru," kata Herry seperti dikutip dari berkas dakwaan.
(Tribunnews.com/Maliana, TribunJabar.id)