Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah di Balik Muktamar Ke-34 NU di Lampung: Gus Yahya dan Thomas Naik Speedboat ke Merak (2_Habis)

Ada orang kaya dan terkenal di Lampung yang menjadi tim sukses Gus Yahya dalam Muktamar NU ke 34. Siapakah dia? Ini sosoknya.

Editor: cecep burdansyah
zoom-in Kisah di Balik Muktamar Ke-34 NU di Lampung: Gus Yahya dan Thomas Naik Speedboat ke Merak (2_Habis)
Dok Tribun Lampung
NAIK SPEEDBOAT – Gus Yahya (kiri depan) bersama Thomas Azis Riska naik speedboat menyusuri laut dari Lampung ke Pelabuhan Merak, belum lama ini. Mereka sempat berganti speedboat di tengah laut karena mesin speedboat yang pertama rusak. 

TRIBUNNEWS.COM, BANDARLAMPUNG - MUKTAMAR ke-34 Nahdlatul Ulama sudah selesai. Akan menjadi catatan sejarah bahwa KH Yahya Cholil Staquf terpilih menjadi Ketua Umum PBNU dalam muktamar yang digelar di Lampung 22-24 Desember 2021.

Dan, juga akan menjadi catatan tersendiri bahwa ada seorang tokoh Lampung (di antara sekian banyak tokoh) yang ikut berperan di balik keberhasilan Gus Yahya memimpin NU.

Setiap kali berkunjung ke Lampung, bahkan selama berlangsungnya muktamar, Gus Yahya selalu lekat dengan tokoh yang satu ini: Thomas Azis Riska.

Orang Lampung mengenal Thomas Riska sebagai pengusaha pariwisata yang memiliki tiga tempat wisata di Lampung, yakni Pulau Tegal Mas, Puncak Mas, dan Bukit Mas.

Jauh sebelumnya, ia pernah terjun ke politik, menjadi ketua partai, lalu mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur Lampung, namun tidak berhasil. Kini ia mengaku sudah “bertobat” dan memilih jalan sebagai pengusaha saja.

Dia sudah lama bersahabat dengan Gus Yahya. Ia juga bersahabat dengan adik Gus Yahya, yakini Yaqut Cholil Qoumas yang saat ini menjabat Menteri Agama RI.

Thomas Riska sejatinya bukan pengurus PBNU, PWNU, atapun PCNU. Ia berada di Gerakan Pemuda Ansor sebagai Wakil Ketua Dewan Penasihat GP Ansor DKI Jakarta.

Berita Rekomendasi

Persahabatannya dengan Gus Yahya dan Gus Yaqut menjadikan mereka seperti saudara, dan ketika muktamar berlangsung, ia tentu saja memastikan mem-backup penuh.

Itu sebabnya, Thomas Riska menjadikan tempatnya, Bukit Mas, sebagai posko untuk tim Gus Yahya. Rumah, villa, dan cottage yang ada di Bukit Mas semua digunakan untuk tempat menginap tim Gus Yahya. Villa di Puncak Mas juga difungsikan untuk sejumlah peserta. Bahkan rumah-rumah keluarga besarnya pun jadi tempat menginap peserta.

“Tentu bukan hanya karena kami bersahabat lantas saya mendukung Gus Yahya. Saya mengenal beliau sebagai sosok yang sopan, toleran, berintegritas tinggi, dan memiliki visi kebangsaan yang kuat, bahkan mendunia. Kita seperti melihat sosok Gus Dur pada beliau,” ujar Thomas yang dihubungi Tribun Jumat (24/12) malam.

Pada Jumat malam itu, beberapa jam setelah penutupan muktamar, berlangsung silaturahmi tim pemenangan Gus Yahya di Bukit Mas. Ia minum kopi bersama dengan tim. Acara itu juga dihadiri Gus Yaqut yang baru saja pulang dari memantau kondisi malam Natal di sejumlah gereja di Bandar Lampung. Gus Yaqut dalam pertemuan itu sebagai Ketua Gerakan Pemuda Ansor.

Cerita kedekatan Thomas Riska dengan Gus Yahya maupun Gus Yaqut bisa dilihat saat menjelang dan selama muktamar berlangsung.

Belum lama ini, sebelum muktamar, Gus Yahya berkunjung ke Lampung. Ia hendak memantau kesiapan pelaksanaan muktamar dan juga untuk berdialog dengan pengurus wilayah dan cabang NU Lampung.

Saat Gus Yahya tiba di Bandara Radin Inten II, ia memilih dijemput Thomas Riska meski ada sejumlah pengurus NU yang juga datang untuk menjemput. Dari Bandara, mereka kemudian langsung menuju ke Bukit Mas. Setelah bersantap malam dan pesta durian, barulah Gus Yahya berangkat ke Restoran Rumah Kayu untuk bersilaturahmi dengan pengurus NU Lampung.

Malam itu, Gus Yahya menginap di kediaman Thomas Riska di Bukit Mas. Keesokan harinya, setelah bertemu sebentar dengan pengurus NU Lampung, Gus Yahya dan Thomas Riska berangkat ke Pulau Tegal Mas.

Gus Yahya tidak lama di pulau karena ada rapat di Jakarta pada siang harinya. Setelah melihat jam, waktunya sudah sangat mepet. Kalau naik mobil ke Jakarta perlu 5 jam. Kalau naik pesawat juga perlu waktu sekitar 5 jam.

Apa yang mereka lakukan kemudian? Ternyata mereka melakukan perjalanan “gila-gilaan” lewat laut. Thomas menggunakan speedboat Toms 01 untuk membawa Gus Yahya dan stafnya, Ghufron. Juga ikut rekan Thomas yakni Haji Zikri, Heri Ilhamsyah, dan Ardin. Di belakang ada satu speedboat yang lebih kecil untuk mengawal.

Perjalanan dari Tegal Mas, lewat laut menyusuri Teluk Lampung, dan kemudian menyeberang ke Merak berjarak sekitar 100 kilometer dengan waktu tempuh sekitar 2 jam. Sedianya, di Merak sudah standby mobil yang akan langsung membawa mereka ke Jakarta.

Apakah perjalanan itu lancar? Ternyata tidak. Di tengah perjalanan, mesin Toms 1 tiba-tiba rusak. Mungkin karena kepanasan. Speedboat berukuran sedang itu tidak bisa melanjutkan perjalanan.

Mereka pun pindah ke speedboat yang lebih kecil yang tadinya hanya untuk mengawal, yang kapasitasnya cuma untuk 6 orang. Dasar nekat, mereka tetap melanjutkan perjalanan ke Merak.

Setengah perjalanan, Thomas yang mengemudikan speedboat. Setengah perjalanan lagi, Gus Yahya yang mengemudi.

“Ternyata beliau juga orang laut. Tak terlihat panik, malah beliau senyum-senyum saja mengemudikan speedboad di tengah laut,” ujar Thomas.

Setiba di Jakarta, Gus Yahya menyampaikan perjalanan itu ke adiknya, Gus Yaqut. “Dia itu ‘orang gila’,” katanya mencandai Thomas.

Akan halnya Gus Yaqut, saat berkunjung ke Lampung, ia menyempatkan diri bersama keluarga untuk menginap di Tegal Mas. Di situ dia menikmati snorkling, diving, hingga bermain Jetski.

“Ini luar biasa, saya tak menyangka di Lampung ada tempat seperti ini,” katanya.

Saat dijamu Thomas di Bukit Mas, tak hentinya ia menikmati durian Lampung. Dan, juga minum madu yang langsung diambil dari sarangnya. Bukit Mas memang bekerja sama dengan Madu Suhita untuk memelihara lebah madu di kawasan itu.

Terkait dengan madu ini, Gus Yaqut sembari melihat ke arah istrinya yang duduk di kejauhan, mengajarkan cara membedakan madu asli dan madu palsu.

“Kalau yang diambil langsung dari sarangnya seperti ini, namanya madu murni,” ujarnya. Kalau madu yang sudah dioplos, itu madu palsu.

“Tapi, ada satu jenis madu lain lagi, yaitu madu asli. Cara mengetahui madu asli gampang. Kalau madu dibawa pulang ke rumah lantas piring dan gelas pecah berjatuhan, itu madu asli,” katanya berseloroh.(andi asmadi/habis)

Baca juga: Kisah di Balik Muktamar Ke-34 NU di Lampung:Tarik Menarik Jadwal hingga Isu Politik Uang (1)

Sumber: Tribun Lampung
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas