Laporkan Kasus Dugaan Korupsi, Bendahara Desa di Cirebon Malah Jadi Tersangka
Sosok Nurhayati viral di media sosial karena video pengakuannya yang jadi tersangka setelah melaporkan kasus dugaan korupsi.
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM - Sosok Nurhayati viral di media sosial karena video pengakuannya yang jadi tersangka setelah melaporkan kasus dugaan korupsi.
Nurhayati adalah Bendahara Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon.
Ia sebelumnya melaporkan dugaan tindak pidana korupsi atasannya sendiri yaitu Kepala Desa Citemu berinisal S.
Baca juga: Bendahara Desa di Cirebon Jadi Tersangka Usai Laporkan Kasus Korupsi: Ada 16 Kali Penyerahan Uang
Berdasarkan laporan wartawan Tribunjabar.id, Nurhayati kini merasa kecewa.
Nasibnya gelap karena menjadi tersangka.
Ia mencurahkan isi hatinya melalui satu video berdurasi 2 menit 51 detik.
Kasus berawal saat dia melaporkan Kades Citemu berinisal S, ke Polres Cirebon karena diduga menggunakan dana desa untuk kepentingan pribadi.
Proses penyelidikan pun dimulai.
Oleh Polres Cirebon, berkas dinyatakan lengkap.
Kepala Desa S ditetapkan tersangka dan berkas diserahken ke Kejari Cirebon untuk segera diadili.
Namun, belakangan, Kejari Cirebon mengembalikan berkas tersebut dan meminta penyidik Satreskrim Polres Cirebon Kota untuk melengkapi berkas.
"Penyidik Satreskrim Polres Cirebon Kota melengkapi berkas tersebut sesuai petunjuk dari JPU," ujar Kapolres Cirebon Kota, AKBP M Fahri Siregar di Cirebon, Sabtu (19/2/2022).
Salah satu yang dilakukan Polres Cirebon dalam melengkapi petunjuk itu, yakni dengan menetapkan Nurhayati sebagai tersangka.
Penetapan tersangka itu bikin Nurhayati sakit hati.
Bagaimana tidak, dia yang melaporkan kasus korupsi dana desa bahkan tidak menerima uang hasil korupsi, namun jadi tersangka.
"Saya pribadi yang tidak mengerti hukum merasa janggal, karena saya sendiri sebagai pelapor kasus korupsi. Saya ingin mengungkapkan kekecewaan saya terhadap aparat penegak hukum dalam mempertersangkakan saya," ujar Nurhayati dalam video viral berisi reaksi dan pengakuannya.
Ia kaget bukan main saat menerima surat penetapan tersangka dari Kanit Tipikor Satreskrim Polres Cirebon Kota.
"Di ujung akhir tahun 2021, saya ditetapkan sebagai tersangka atas dasar petunjuk dari Kejari Cirebon," ucapnya.
Bahkan, Nurhayati juga mengaku siap disumpah untuk membuktikan tidak menikmati uang hasil dugaan korupsi tersebut.
"Apakah hanya karena petunjuk kejari saya harus dijadikan tersangka untuk mendorong proses P21 kuwu tersebut. Di mana letak perlindungan untuk saya sebagai pelapor dan saksi," ujar Nurhayati.
Baca juga: KPK Dorong Perbaikan Indeks Persepsi Korupsi melalui Momentum G20
Penjelasan Polisi
Penetapan tersangka Nurhayati yang tak menerima uang korupsi dana desa diduga berawal dari ketidaktelitian Nurhayati.
Nurhayati merupakan aparat desa dan menjabat Bendahara Desa di Desa Citemu.
Selama menjabat bendahara, Nurhayati sudah mengeluarkan anggaran dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) sebanyak 16 kali selama 2018-2020.
Hanya saja, kata Kapolres Cirebon Kota, AKBP M Fahri Siregar, ada perbuatan yang membuat Nurhayati terjerat kasus korupsi bersama si kades.
Yakni, menyerahkan anggaran dari APBDes untuk kegiatan di Desa Citemu ke si kades berinisial S.
Menurut AKBP M Fahri Siregar, itu tidak boleh dilakukan karena dilarang oleh Pasal 66 ayat 2 hingga 4 Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
Seharusnya, Nurhayati menyerahkan uang itu ke kasi pelaksana kegiatan di desa, bukan ke kepala desa.
Di Pasal 66 ayat 2 hingga 4 mengatur bahwa pengeluaran anggatan anggaran pengeluaran belanja (APB) tidak diserahkan ke kades.
Baca juga: Bendahara Desa di Cirebon Jadi Tersangka Usai Laporkan Kasus Korupsi: Ada 16 Kali Penyerahan Uang
Ayat 2:
Pengeluaran atas beban APB Desa untuk kegiatan yang dilakukan secara swakelola dikeluarkan oleh Kaur
Keuangan kepada Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan anggaran atas dasar DPA dan SPP yang diajukan serta
telah disetujui oleh Kepala Desa.
Ayat 3:
Pengeluaran atas beban APB Desa untuk kegiatan yang dilakukan melalui penyedia barang/jasa dikeluarkan oleh
Kaur Keuangan langsung kepada penyedia atas dasar DPA dan SPP yang diajukan oleh Kasi pelaksana kegiatan
anggaran dan telah disetujui oleh Kepala Desa.
Ayat 4:
Pengeluaran atas beban APB Desa untuk belanja pegawai, dilakukan secara langsung oleh Kaur Keuangan dan diketahui oleh Kepala Desa
"Jadi, penetapan tersangka Saudari Nurhayati sudah sesuai kaidah dan prosedur hukum yang berlaku, karena sesuai petunjuk dari JPU," ujar AKBP M Fahri Siregar di Mapolres Cirebon Kota, Sabtu (19/2/2022).
Dari perbuatan yang dilakukan Nurhayati memberikan uang ke kepala desa, oleh Supriyadi Kades Citemu, uang itu disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
Berdasarkan audit kerugian keuangan negara, Supriyadi merugikan negara RP 818 juta.
Baca juga: KPK Dorong Perbaikan Indeks Persepsi Korupsi melalui Momentum G20
Kejelian Jaksa
Dalam menangani kasus ini, Nurhayati yang melaporkan kasus itu ke Polres Cirebon Kota tidak ditetapkan tersangka, hanya berstatus saksi.
Namun, saat berkas dari Polres Cirebon Kota melimpahkan berkas itu ke Kejari Cirebon karena sudah P 19 atau berkas lengkap, ternyata, jaksa memberikan petunjuk.
Alasannya, Nurhayati melanggar Pasal 66 ayat Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
Ia mengatakan, hal itu untuk memastikan perbuatan Nurhayati sebagai bendahara desa yang telah memperkaya S termasuk kategori tindakan melawan hukum atau tidak.
"Walaupun Nurhayati kooperatif dalam memberi keterangan kepada penyidik, tapi tindakannya masuk dalam rangkaian terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan Supriyadi," kata M Fahri Siregar.
Atas dasar itu, pihaknya pun menetapkan Nurhayati sebagai tersangka karena melanggar Pasal 66 Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 yang mengatur tata kelola regulasi dan sistem administrasi keuangan.
"Itu berlangsung dari 2018 hingga 2020, sehingga tindakannya melanggar Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2021 jo Pasal 55 KUHP," kata AKBP M Fahri Siregar.
Pasal 2 ayat (1) UU 31/1999 menyatakan:
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 M.
Penetapan tersangka Nurhayati diduga karena perbuatannya melanggar Pasal 66 Permendagri Tentang Pengelolaan Keuangan Desa turut memperkaya Supriyadi sang Kades Citemu.
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Terjadi di Cirebon, Laporkan Ada Dugaan Korupsi, Bendahara Desa Ini Malah Jadi Tersangka