Meninggal saat Hendak Antre Minyak Goreng di Ritel, Sandra Sempat Mengeluh Sakit di Bagian Dada
Sesuai penuturan dari suaminya Budianto, korban sempat mengeluh sakit di bagian dada.
Editor: Dewi Agustina
Kasus ini dalam proses lidik Polsek Teluk Bayur.
Baca juga: Kelangkaan Minyak Goreng Mulai Memakan Korban Jiwa, Seorang Ibu di Berau Meninggal saat Mengantre
Rencananya jenazah korban akan dimakamkan di pemakaman Muslimin Kelurahan Teluk Bayur, masih menunggu kedatangan anak korban dari Samarinda," ujarnya.
Sementara itu, Camat Teluk Bayur, Endang Iriyani turut prihatin atas kejadian yang sangat tidak disangka.
Ia memastikan antrean tidak begitu berdesakan, namun antusias warganya dalam mencari minyak goreng memang tidak berbeda dari yang lainnya.
Ia juga mengakui kejadian langsung diteruskan kepada Pemkab Berau, terutama anak dari Sandra sendiri, masih ada 2 anak yang masih kecil.
"Kami turut prihatin, hingga terjadi kejadian seperti ini," ujar dia.
Persoalan minyak goreng hingga saat ini belum mampu diselesaikan oleh pemerintah. Masyarakat masih sulit memperoleh minyak goreng di pasaran.
Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Luthfi mengatakan, sebenarnya stok minyak goreng yang dimiliki pemerintah cukup bahkan melimpah yang dihasilkan dari penerapan kebijakan DMO (domestic market obligation) dan DPO (domestic price obligation).
"Ini kita bicara seluruh Indonesia, 390 juta liter ini untuk seluruh Indonesia, per kemarin itu sudah 415 juta liter hanya dalam 20 hari," ujar Mendag saat melakukan kunjungan ke Pasar Kebayoran Lama, Rabu (9/3/2022) lalu.
Mendag membeberkan ada dua kemungkinan yang menjadi penyebab mengapa minyak goreng langka di pasaran.
Pertama, karena kebocoran untuk industri yang kemudian dijual dengan harga tidak sesuai patokan pemerintah. Kedua, ada penyelundupan dari sejumlah oknum.
Baca juga: Soal Minyak Goreng, Pengamat Nilai Kebijakan Kemendag Tidak Tepat
"Ini akan saya tindak keduanya menurut hukum," tegas Mendag.
Mendag mengatakan, ketersediaan minyak goreng yang banyak namun langka di pasaran karena ada beberapa oknum yang menimbun.
Hasil timbunan itu lantas dijual ke luar negeri dengan harga yang berlaku di tingkat global.
"Jadi ada yang menimbun, dijual ke industri atau ada yang menyelundup ke luar negeri, ini melawan hukum," tegas Lutfi.
"Pokoknya kita lagi mencoba, harga internasional boleh setinggi mungkin, harga nasional tetap terjangkau tetap terjangkau dan tersedia," sambungnya. (tribun network/tribun kaltim/Andini/Malyandie)