Hasil Visum Korban Diragukan Pihak Kolonel Priyanto, Oditur Militer Tinggi: Itu Pro Justitia
Oditur Militer Tinggi tegaskan hasil visum korban kecelakaan di Nagreg, Handi Saputra adalah pro justitia atau sah dan memiliki kekuatan hukum.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Oditur Militer Tinggi Kolonel Sus Wirdel Boy menegaskan hasil visum et repertum dan keterangan dokter forensik yang dihadirkan terkait korban kecelakaan di Nagreg Jawa Barat, Handi Saputra, adalah pro justitia atau sah dan memiliki kekuatan hukum mengikat.
Hasil visum et repertum yang menyatakan Handi meninggal karena tenggelam dalam keadaan tidak sadar tersebut sebelumnya disampaikan di persidangan oleh dokter yang bekerja di instansi Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD Margono Soekarjo, dokter Muhamad Zainuri Syamsu Hidayat.
Hasil visum dan keterangan tersebut dibantah oleh tim penasehat hukum terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terkait kecelakaan sejoli di Nagreg Jawa Barat, Kolonel Inf Priyanto dalam sidang duplik.
"Ahli itu ketika dimintai keterangan, pada waktu dia jadi dokter forensik itu dia disumpah. Jadi semua keterangan yang diberikan itu dibawah sumpah dan itu pro justitia. Jadi tidak bisa dibantah di persidangan," kata Wirdel usai sidang dengan agenda duplik terdakwa di di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Selasa (24/5/2022).
Baca juga: Bantah Dalil Pembunuhan Berencana, Pengacara Kolonel Priyanto: Korban dan Terdakwa Tak Saling Kenal
Wirdel juga menegaskan, ahli memang tidak bisa memastikan dengan akurat soal waktu kematian korban.
Namun demikian, kata dia, ahli bisa memperkirakan waktu kematian dari sisa makanan yang berada di lambung.
Selain itu, kata Wirdel, ahli juga bisa memastikan penyebab kematian.
"Keterangan ahli tidak akan pernah menyampaikan kapan waktu secara valid meninggal. Tapi penyebab meninggal. Itu bisa kita kutip lagi nanti dari visumnya bahwa penyebab meninggalnya adalah mati karena tenggelam," kata dia.
Diberitakan sebelumnya tim penasehat hukum terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terkait kecelakaan di Nagreg Jawa Barat, Kolonel Inf Priyanto, mempertanyakan hasil visum terhadap korban Handi Saputra.
Anggota tim penasehat hukum Priyanto Lettu CHK Feri Arsandi menyampaikan dalam duplik yang dibacakannya hasil visum tersebut dipertanyakan karena terdapat keterangan dari dokter yang mengautopsi Handi, Muhamad Zainuri Syamsu Hidayat yang berbeda dalam tuntutan dan dalam replik Oditur Militer Tinggi.
Baca juga: Penasehat Hukum Kolonel Priyanto: Dalil Oditur Militer Hanya Tunjukkan Rencana Buang Jenazah
Perbedaan tersebut, kata dia, dalam tuntutan halaman 47 nomor 6, Zainuri disebut mengatakan bahwa yang berkaitan dengan waktu kematian sulit ditentukan karena telah mengalami pembusukan lanjut dan ditemukan belatung di sekitar puting susu, lipatan leher, telinga dan liang mulut dengan panjang sekitar 1,2 cm.
Keterangan Zainuri, kata Feri, menyebutkan bahwa kematian korban Mr X berjenis kelamin laki-laki yang belakangan diketahui sebagai Handi sulit ditentukan.
Artinya, lanjut dia, bahwa Zainuri tidak bisa menyimpulkan kapan Handi meninggal perihal saat terjadi laka lalin atau saat dibuang ke sungai
Sementara dalam replik oditur militer, lanjut dia, dikatakan bahwa kematian Handi disebabkan karena tenggelam dalam keadaan tidak sadar.
Dari perbedaan keterangan mengenai penentuan kematian Handi, lanjut dia, dapat disimpulkan terdapat keragu-raguan atau ketidakkonsistenan Zainuri.
"Timbul pertanyaan mengenai hasil temuan visum yang menerangkan tampak sedikit pasir halus menempel di dinding rongga tenggorokan, apakah pasir halus tersebut masuk ke rongga saat korban tertabrak mobil yang dikemudikan saksi 2 sehingga korban jatuh ke jalan dan menghirup debu dan pasir halus di jalan," kata Feri dalam sidang di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Selasa (24/5/2022).
Selain itu, lanjut dia, karena memang terlihat saat olah TKP kondisi jalan raya tempat terjadinya laka lalin ada debu dan pasir halus.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, tim penasehat hukum Priyanto mengemukakan pendapat M Yahya Harahap SH dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP halaman 294.
Feri mengatakan, Yahya menyatakan pada alat bukti kesaksian tidak melekat sifat pembuktian yang sempurna dan juga tidak melekat di dalamnya sifat kekuatan pembuktian yang mengikat dan menentukan.
Alat bukti kesaksian sebagai alat bukti yang sah, lanjut dia, mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas.
Oleh karena itu, kata dia, alat bukti kesaksian sebagai alat bukti yang sah tidak memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan juga tidak memiliki kekuatan yang menentukan atau dengan singkat dapat dikatakan alat bukti kesaksian sebagai alat bukti yang sah adalah bersifat bebas dan tidak sempurna dan tidak menentukan atau tidak mengikat.
Alat bukti keterangan saksi sebagai alat bukti yang bebas yang tidak memiliki nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan tidak menentukan, lanjut dia, sama sekali tidak mengikat hakim.
Hakim, kata dia, bebas menilai kesempurnaan dan kebenarannya tergantung pada penilaian hakim untuk menganggapnya sempurna atau tidak dan tidak ada keharusan hakim untuk menerima kebenaran setiap keterangan saksi.
Hakim, kata dia, bebas menilai kekuatan atau kebenaran yang melekat pada keterangan itu dan dapat menerima atau menyingkirkannya.
"Bahwa merujuk pada pendapat ahli hukum M Yahya Harahap di atas kami berkesimpulan bahwa keterangan saksi 22 tidak bisa memastikan kematian korban atas nama Handi Saputra," kata Feri.
Baca juga: Hasil Visum Korban Handi Saputra Dipertanyakan Tim Penasehat Hukum Kolonel Priyanto
Ia pun menegaskan kembali bahwa menurut catatan tim penasehat hukum Priyanto, Zainuri dalam persidangan mengatakan bahwa orang awam dapat menilai bahwa korban seperti kecelakaan bisa saja menilai kalau korban sudah meninggal apabila korban sudah tidak bergerak lagi apalagi orang yang di dalam keadaan panik karena telah menabrak orang.
Hal tersebut, kata dia, berkesusaian dengan keterangan terdakwa, saksi 2, dan saksi 3 yang mengatakan bahwa saat terdakwa mengangkat korban laki-laki tidak ada tanda kehidupan.
Selain itu, kata dia, terdakwa tidak melihat gerakan, dan tidak adanya napas dari korban.
"Sehingga kesimpulan terdakwa bahwa korban sudah dalam keadaan meninggal dan Koptu Ahmad Soleh mengetahui akan hal tersebut," kata dia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.