Lindungi dari Perburuan, Gajah di Aceh Dipasangi GPS Collar
Pegiat Konservasi FKL, Rudi Putra memprediksi keberadaan gajah di dataran Aceh mencapai 530 ekor lebih.
Editor: Srihandriatmo Malau
Salah satu yang telah dilakukan memasang GPS Collar terhadap delapn kelompok gajah di daerah rawan konflik.
GPS Collar ini, diakui Rudi, sangat efektif karena keberadaan gajah terdeteksi, sehingga bisa dilakukan langkah pencegahan konflik.
“Tujuan GPS Collar ini untuk tahu posisinya, ketika sudah mengarah atau mendekati permukiman penduduk, langsung kita informasikan kepada tim,” ujarnya.
Biasanya, kata dia, kelompok gajah yang mengarah ke perumahan maupun perkebunan penduduk dihalau kembali ke hutan menggunakan petasan.
Opsi lain pencegahan ini dilakukan dengan membangun parit atau pagar listrik.
“Pagari listriknya bervolume rendah, sekadar membuat kejut, dan ini sangat efektif menurunkan kasus konflik di Aceh Timur,” terang Rudi.
Dijelaskannya, kasus konflik gajah dengan manusia di Aceh Timur selama ini super tinggi karena mencapai ratusan kejadian dalam satu tahun.
Daerah rawan konflik lainnya di antaranya ialah Aceh Jaya, Pidie dan Aceh Tenggara.
Separuh Hidup di Aceh
Keberadaan gajah di Pulau Sumatera diprediksi hanya tersisa 1.000 ekor.
Separuh dari jumlah tersebut diyakini berada di alam liar Aceh.
Prediksi ini disampaikan Pegiat Konservasi Forum Konservasi Leuser (FKL), Rudi Putra berdasarkan data terakhir yang mereka himpun pada 2019.
berdasarkan angka yang terkumpul, dia memastikan Aceh merupakan rumah bagi separuh gajah yang berada di Pulau Sumatera.
“Prediksi kita kurang lebih seribu ekor di Sumatera, untuk Aceh sendiri sekira 530 ekor, artinya separuh gajah yang ada di Sumatera saat ini hidup di Aceh,” kata Rudi.