Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Keberadaan Pohon Cendana Terancam, Perlu Upaya Konservasi untuk Pulihkan Ekosistemnya

Konservasi pohon cendana harus menjadi gerakan bersama dalam memulihkan ekosistem perlu Dukungan regulasi perlindungan dan pemanfaatan cendana di NTT

Penulis: Willem Jonata
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Keberadaan Pohon Cendana Terancam, Perlu Upaya Konservasi untuk Pulihkan Ekosistemnya
istimewa
Penanaman pohon Cendana yang dilakukan pemuda pemudi Indonesia dari 34 provinsi di Indonesia sebagai Laskar Rempah di Kupang belum lama ini 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willem Jonata 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA   - Pohon cendana menjadi tanaman endemik Nusa Tenggara Timur (NTT), yang memiliki nilai sosial, budaya dan ekonomi tinggi.

Namun, pohon cendana di NTT saat ini mengalami penurunan populasi akibat berbagai perilaku manusia yang cenderung melihat dari sisi ekonomi semata.

"Padahal berabad-abad lalu cendana merupakan salah satu bahan pelengkap untuk berbagai ritual adat,” kata Deddy F. Holo, Koordinator Perubahan Iklim dan Bencana, Walhi NTT saat rangkaian kegiatan diskusi bersama 40 orang pemuda pemudi Indonesia dari 34 provinsi di Indonesia sebagai Laskar Rempah di Kupang belum lama ini.

Dikatakannya, upaya konservasi cendana di NTT saat ini sedang dilakukan oleh WALHI NTT dengan membangun 2 (dua) pusat pembibitan dan 1 hektar lahan indukan cendana di kabupaten Sumba Timur, sebagai upaya pelestarian dari berbagai ancaman seperti kebakaran hutan, illegal loging, dan rendahnya minat masyarakat untuk menanam cendana.

Upaya konservasi cendana harus menjadi gerakan bersama dalam memulihkan ekosistemnya yang sudah semakin terancam punah.

Dukungan regulasi perlindungan dan pemanfaatan cendana di NTT perlu didorong oleh pemerintah sebagai wujud komitmen dalam pelestarian dan kesejahteraan masyarakat NTT.

Baca juga: Jokowi Ajak Presiden Jerman Tanam Pohon Cendana di Istana Bogor

Berita Rekomendasi

"Lembaga konservasi dunia, Union For Concervation of Natural Resource pada tahun 1977 telah menetapkan cendana di NTT sebagai spesies red list yang artinya tanaman cendana sedang menghadapi risiko kepunahan di alam liar,” tegas Deddy.

Sesepuh Masyarakat Timor, Beny Litelnoni mengungkapkan hal senada dengan keprihatinannya terhadap nasib rempah cendana di pulau  Timor yang semakin terancam.

Meski dia melihat ada beberapa kelompok tani yang sudah berinisiatif untuk budidaya kayu cendana, dan mulai berkembang.

Hanya saja, perlu ada dukungan anggaran dari  pemerintah. 

"Sebelum zaman penjajahan Jepang, Belanda, dan Portugis sudah menemukan cendana di Timor sebagai rempah yang sangat bernilai, dan mahal harganya. Cendana ini akan punah karena  adanya eksploitasi yang besar-besaran tanpa dibarengi budidaya, " pungkas Wakil Gubernur NTT Periode 2013-2018 ini.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTT, Ondy Christian Siagian melalui  Kepala Bidang PPH, Rudi Lismono mengutarakan, jumlah pohon induk cendana di NTT pada  tahun 1987 sebanyak 182,898 pohon.

Pada tahun 1997 mengalami penurunan menjadi 51.397  pohon, dan pada tahun 2013 jumlah pohon induk cendana bersisa 11.550 pohon.

Sedangkan pohon cendana usia muda pada tahun 2016 berjumlah 315.815 pohon, dan  pada tahun 2017 bertambah menjadi 566.710 pohon, sehingga jika dijumlah keseluruhan  maka jumlah populasi cendana di NTT mencapai 1.128.370 pohon.

Sementara pelaksanaan penanaman tanaman cendana dari tahun 2010 sampai 2018 di NTT, jelas dia, terus mengalami peningkatan. Tahun 2010 dilakukan penanaman sebanyak  94.470 pohon yang tersebar di kabupaten Sumba Timur, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah  Utara, Flores Timur, Belu, dan Alor.

Pada tahun 2011 ditanam 140.000 pohon, tahun 2012 ditanam lagi 510.129 pohon cendana. Selanjutnya pada tahun 2013 ditanam 721.467 pohon. 435.913 pohon ditanam lagi pada tahun 2014.

Kemudian pada tahun 2015 ditanam 374.166 pohon. Pada 2016 ditanam lagi 315.815  pohon, tahun 2017 ditanam 566.710 pohon, dan terakhir tahun 2018 sebanyak 181.647 pohon cendana yang ditanam, sehingga totalnya yang ditanam di NTT dari tahun 2010 sampai 2018  mencapai 3.344.317 pohon.

Baca juga: Perjalanan Kasus Adelina Lisao, PRT Asal NTT yang Tewas Disiksa Majikannya di Malaysia Tahun 2018

"Penanaman cendana di seluruh kabupaten kota se-NTT ini sesuai kebijakan Gubernur  untuk mengembalikan kejayaan NTT sebagai provinsi cendana. Kebijakan tersebut dilakukan  melalui Pola Hutan Tanaman Cendana, Gerakan Cendana Keluarga, dan Gerakan Cendana Pelajar/Mahasiswa," ungkapnya.

Pulau Timor bagian timur adalah daerah penghasil kayu cendana, salah satu wewangian yang hanya tumbuh di Nusantara.

Bersama dengan produk wewangian Nusantara lainnya, seperti kayu gaharu yang tumbuh di Sumatra dan Kalimantan, kapur barus yang semula tumbuh di Sumatra bagian barat, cendana turut meramaikan jalur perdagangan wewangian dunia yang berpusat di jazirah Arab, pusat perdagangan wewangian dupa tertua di dunia.

Komoditas wewangian menjadi salah satu komoditas penting dalam pasar perdagangan dunia, berdampingan dengan rempah. Sejak ribuan tahun lalu, wewangian adalah elemen penting dalam ritual keagamaan, pengobatan, kecantikan, dan pengawet jenazah raja dan para pembesar.

“Teks-teks Ibrani dari masa Raja Sulaiman sekitar 950 Sebelum Masehi telah menyebut cendana yang mereka duga berasal dari India Selatan. Sebagaimana rempah, cendana juga sempat singgah di India, lalu dianggap berasal dari dataran itu. Padahal cendana terbaik hanya lahir di daerah kering seperti kepulauan Timor, bagian timur Nusantara. Oleh sebab itu, mengikuti para pedagang Nusantara, Arab, dan China, para pedagang Eropa juga turut datang ke wilayah Timor untuk menambang emas hijau beraroma wangi itu,” kata Ketua Yayasan Penguatan Lingkar Belajar Komunitas Lokal NTT, Torry Kuswardono.

Pulau Timor pada abad ke-16 masehi terkenal sebagai satu-satunya sumber cendana terbaik di dunia, bahkan berabad-abad sebelum itu, pedagang Cina dari Makau dan Hong Kong telah merambah Timor melalui jalur rahasia.

Pilliot Lamster menulis bahwa perdagangan kayu cendana oleh orang Cina sudah dimulai pada awal abad masehi. O.W. Walters juga menyatakan hal yang sama, bahwa Cina telah berdagang dengan Timor sejak awal abad masehi.

“Selain pedagang-pedagang Cina, Timor juga telah disinggahi pedagang India dan menukar cendana, emas hijau dari Timor itu dengan kuda-kuda yang kemudian banyak berkembang biak di pulau Sumba. Dalam setahun, para pedagang India dan China datang ke Timor sebanyak dua kali dengan membawa cendana dari Timor untuk diperdagangkan di Malaka. Oleh penduduk Timor, pedagang Cina disebut dengan Sina Mutin Melaka (orang Cina berkulit putih dari Malaka),” jelas Torry.

Dalam perkembangannya masa jaya cendana, Emas Hijau dari Timor seolah terus memudar dari waktu ke waktu. Sebutan Nusa Cendana bagi tanah Timor semakin lama semakin tak terdengar lagi.

Perubahan iklim yang semakin memanas juga menjadi tantangan tersendiri dalam usaha budidaya cendana putih, hingga tidak berjalan mulus. Jutaan bibit cendana yang ditanam di pelosok tanah Timor banyak mengalami kematian pada saat pucuk daun pohon cendana mulai mekar.

Rupanya upaya untuk meremajakan kembali cendana oleh pemerintah daerah sebagai ikon pulau Timor harus kita dukung secara bersama.

Muhibah Budaya Jalur Rempah dengan pelayaran menggunakan KRI Dewaruci ini setidaknya menjadi petisi bagi kita semua yang berkepentingan untuk mengembalikan aroma  wangi cendana, bersolidaritas bergerak bersama melestarikan ekosistem cendana, mengembalikan kejayaan NTT sebagai daerah penghasil cendana, sekaligus mendorong pemulihan ekologi dan kesejahteraan masyarakatnya.

Berbagai fakta ini mendorong 40 orang pemuda pemudi Indonesia dari 34 provinsi di Indonesia sebagai Laskar Rempah melakukan berbagai aktivitas budaya di Kota Kupang. 

Mereka mulai berkegiatan menanam cendana, sebagai salah satu penanda dukungan secara nyata pemuda-pemudi generasi masa sekarang dalam usaha membangkitkan kembali tanaman cendana agar kembali mewangi.

Berbagai forum bertukar pikiran, dan berbagi pengalaman dalam menghadapi perkembangan dunia global, termasuk isu perubahan alam juga mereka lakukan bersama stakeholder di Kupang. Forum itu penting untuk mendapatkan berbagai insight baru dalam usaha melestarikan budidaya cendana.

Rangkaian kegiatan Muhibah Budaya Jalur Rempah sebelumnya berada di Banda Neira yang ditutup dengan pelepasan KRI Dewaruci oleh Direktur Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek, Hilmar Farid.

Perjalanan Muhibah Budaya Jalur Rempah memfokuskan pada pemahaman dan aksi bersama sebagai usaha budidaya cendana, mulai proses penanaman bibit hingga perawatan yang membutuhkan proses tak mudah.

Hal ini harus menjadi komitmen bersama antara pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat, agar minyak cendana terbaik di dunia ini tidak punah dari bumi NTT ini.

 
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas