Senangnya Dua ‘ADik Papua’ Ini Bisa Kuliah Gratis di Universitas Lambung Mangkurat, Ada Calon Dokter
Menurut Nikita, program Program ADik Papua membantu dia meraih mimpi sekaligus meringankan beban orangtuanya
Penulis: Naufal Lanten
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, BANJARMASIN - Universitas Lambung Mangkurat (ULM) pada tahun 2021 telah menerima sebanyak 1.350 mahasiswa yang diberikan beasiswa.
Beasiswa itu terbagi dalam dua kategori, yakni beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah dan Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) untuk siswa asal Papua dan Papua Barat.
Satu di antaranya Nikita Wijayanti Tehupeirory.
Mahasiswa asal Kabupaten Jayapura ini mengenyam bangku pendidikan di Fakultas Kedokteran ULM.
Nikita yang saat ini duduk di bangku Semester 7 ini mengaku senang bisa menimba ilmu di perguruan tinggi.
Ia pun bersyukur pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mengadakan Program ADik Papua.
Menurut Nikita, program ini membantu dia meraih mimpi sekaligus meringankan beban orangtuanya.
Baca juga: Tawarkan Biaya Kuliah Gratis, 5 Beasiswa S2-S3 Ini Dibuka Tanpa Batas Usia
“Puji Tuhan dapat dan itu sangat membantu untuk perkuliahan saya juga terima kasih banyak untuk kementerian pusat (Kemendikbudristek) dan juga untuk bapak presiden yang selalu memperhatikan kami salah satunya di ADik Papua,” kata Nikita di Universitas Lambung Mangkurat, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis (21/7/2022).
“Karena menurut saya tanpa ADik Papua mungkin kami yang mau kuliah ke luar pun itu enggak akan pernah bisa mungkin senyaman ini,” ujarnya menambahkan.
Nikita menjelaskan, setelah lulus dari Fakultas Kedokteran ULM nanti, dia akan melakukan pengabdian di kampung halamannya. Setelah itu, mahasiswi angkatan 2019 ini bersedia melanjutkan pengabdiannya di seluruh wilayah Indonesia.
“Kalau ditempatkan di manapun saya siap. Tapi kalau keinginan saya ingin balik dulu ke Papua,” ujarnya.
Nikita lantas menceritakan sepak terjangnya hingga akhirnya memasuki semester akhir perkuliahan.
Perjuangan kuliahnya begitu berat, terlebih saat Covid-19 mewabah di Tanah Air. Pandemi itu membuat segala aktivitasnya terbatas sehingga menurunkan produktivitas.
Namun, dia dan sejumlah rekan seperjuangannya di asrama bahu membahu membantu satu sama lain, hingga akhirnya kondisi saat ini mulai membaik.
“Selalu ada perhatian di sana. Apalagi waktu pandemi kami enggak bisa pulang sehingga harus stay di sini,” ucapnya.
Ia melanjutkan, merantau di luar pulau pun begitu berat baginya.
Terlebih saat ada peristiwa pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya pada 2019 silam.
Pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabya dipicu kabar yang menyebut mahasiswa Papua diduga mematahkan tiang bendera Merah Putih dan membuangnya ke selokan.
Kabar mengenai pengepungan itu pun sampai ke tanah Borneo, hingga membuat Nikita khawatir.
Baca juga: Jenderal Andika Ungkap Pihak yang Bertanggung Jawab Atas Pembunuhan di Papua dalam Sepekan Terakhir
Bahkan beberapa teman seperjuangannya ada yang memutuskan kembali ke Papua.
“Saya sempat berpikir apakah saya pulang saja. Akhirnya memilih untuk lanjut dan Puji Tuhan sekarang sudah semester akhir sudah mau selesai,” kata Nikita.
Antonius Zakarias Hay juga peserta ADik Papua lainnya. Mahasiswa Fakultas Kehutanan ULM ini berasal dari Kabupaten Fakfak.
Anton, sapaan akrabnya, bercerita perjuangannya hingga akhirnya menempun pendidikan tinggi di Universitas Lambung Mangkurat.
Awalnya, sambungnya, dia sempat bingung hendak melanjutkan kuliah ke mana setelah lulus SMA.
Lantas seorang senior yang juga Alumni ULM memberi informasi perihal beasiswa menuju kampus tersebut.
Anton pun antusias mendengar kabar tersebut. Latar belakang keluarga yang dinilai kurang mampu jadi motivasi terbesarnya merantau ke luar Papua.
“Dan akhirnya saya ikut. Kami 2020 itu seleksinya hanya nilai karena kan Covid. Jadi seleksinya lewat online, tidak ada tes tulis, psikotes enggak ada,” katanya.
“Awalnya saya enggak tau. Tiba-tiba ada tetangga dengar lewat radio, langsung ngasih tau ke saya eh kamu dapat beasiswa, wah Puji Tuhan deh,” sambungnya.
Anton berhasil lulus tes seleksi bersama 70 orang lainnya. Adapun mahasiswa yang berasal dari Kabupaten Fakfak ada 50 orang.
“Tapi yang hingga saat ini bertahan kuliah di seluruuh indo itu sekitar 30an lah. Ya namanya juga seleksi alam,” ucap dia.
Anton saat ini telah menyelesaikan praktik kerja lapangan. Artinya, tinggal beberapa tahapan lagi dia akan resmi menjadi Sarjana.
Saat ini, sambung dia, anak bungsu dari 7 bersaudara ini tengah fokus menerjakan laporan. Setelah itu selesai, dia akan mengasah kemampuannya melalui Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yng ada di internal maupun eksternal kampus.
Anton mengungkapkan, motivasi terbesarnya ingin duduk di bangku kuliah adalah orangtuanya, terlebih sang ibu. Keenam kakak ya adalah perempuan.
“Indonesia kan menganut sistem patriarki. Jadi kalau mereka yang perempuan ini nikah kan pasti ikut dengan suaminya, jadi siapa yang mau mengurus ibu? Nah itu motivasi terbesar saya untuk sukses,” kata Anton.