Kata Mantan Menag soal Kasus Penganiayaan Santri Gontor: Kekerasan Tak Dianut di Pendidikan Gontor
Mantan Menag, Lukman Hakim Saifuddin menanggapi kasus penganiayaan santri Gontor, ia menegaskan bahwa Kekerasan Tak Dianut di sistem Pendidikan Gontor
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menteri Agama periode 2014-2019, Lukman Hakim Saifuddin turut menanggapi kasus penganiayaan santri yang ada di Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG).
Diketahui, santri AM diduga mengalami penganiayaan oleh seniornya di Pondok Modern Darussalam Gontor, hingga mengakibatkan AM meninggal dunia.
Menanggapi hal tersebut, Lukman mengatakan bahwa peristiwa tindak kekerasan tersebut adalah sebuah kecelakaan.
Alumnus Gontor tahun 1983 ini pun menuebut jika tidak ada pihak manapun, bahkan dari pelaku yang berniat menghilangkan nyawa seseorang.
Lukman menyebut, Gontor memang menerapkan disiplin tinggi pada setiap santrinya, tapi tindak kekerasan tak dianut dalam sistem pendidikan Gontor secara resmi.
"Peristiwa tindak kekerasan yang berakibat kematian santri di Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) adalah kecelakaan. Tak ada satu pun pihak, bahkan pada diri pelakunya sekali pun yang berniat menghilangkan nyawa seseorang."
Baca juga: UPDATE Santri Gontor Tewas: Pimpinan Ponpes Buka Suara hingga Penyesalan Keluarga Korban
"Gontor memang menerapkan disiplin tinggi pada setiap santri, tapi tindak kekerasan itu sama sekali bukanlah yang dianut dalam sistem pendidikan Gontor secara resmi," kata Lukman melalui akun Instagram pribadinya, @lukmanhsaifuddin, Minggu (11/9/2022).
Mantan Menag dalam Kabinet Kerja pimpinan Presiden Jokowi ini menyebut, jika kita semua harus mampu belajar dari kasus kekerasan yang menimpa santri Gontor tersebut.
Dirinya pun memaknai peristiwa kekerasan santri di Gontor tersebut sebagai sebuah ujian untuk naik kelas.
"Sebagaimana lazimnya kecelakaan, tak ada pihak yang menghendakinya terjadi. Kita semua harus mampu belajar dari kecelakaan itu. Saya memaknai peristiwa kecelakaan itu sebagai ujian, agar kita berkesempatan naik kelas dalam menempuh kehidupan ini."
"Bukankah hanya mereka yang menjalani ujian sajalah yang berkesempatan untuk naik kelas? Naik kelas dalam artian meningkatnya kualitas amalan kita, sehingga Allah menaikkan derajat, harkat, dan martabat kemanusiaan kita," terang Lukman.
Baca juga: Seorang Terduga Pelaku yang Aniaya Santri Pondok Gontor hingga Tewas Adalah Anak di Bawah Umur
Pelajaran dari Kasus Kekerasan Santri Gontor
Lukman menuturkan, banyak hal yang bisa dipetik dalam kasus penganiayaan di Gontor ini.
Di antaranya terkait penanaman nilai dan norma pendidikan yang memanusiakan manusia, lalu pembenahan regulasi dan pengaturan pola pengasuhan santri.
Serta implementasi pemantauan dan pengawasan atas regulasi dan pengaturan.
Menurut Lukman, semua aspek itu harus disempurnakan lagi, refleksi dan evaluasi atas kasus ini pun perlu serius dilakukan.
Baca juga: VIDEO Hasil Autopsi Jenasah Santri Gontor, Kapolres: Ada Memar dan Bekas Benda Tumpul di Dada
"Banyak hal yang bisa kita petik dari peristiwa kecelakaan ini. Penanaman nilai dan norma pendidikan yang memanusiakan manusia. Regulasi dan pengaturan pola pengasuhan santri. Implementasi pemantauan dan pengawasan atas penerapan regulasi dan pengaturan."
"Kesemuanya itu perlu disempurnakan kembali. Refleksi dan evaluasi atas sejumlah hal terkait peristiwa tersebut perlu serius dilakukan. Kita semua berbenah diri," ungkapnya.
Kemudian Lukman juga turut mengomentari soal surat perjanjian antara wali santri dengan PMDG.
Yakni terkait kesediaan menaati dan mematuhi penerapan sistem, pola pendidikan, dan pengajaran di PMDG.
Baca juga: Sosok Mukhlas Hamidy, Dokter yang Namanya Tercantum dalam Surat Kematian Santri Gontor AM
Lukman menyebut, jika kesepakatan tersebut adalah wujud tindak lanjut dari kepercayaan penuh wali santri kepada PMDG dalam mendidik santri.
Namun perlu ditekankan bahwa kesepakatan tersebut konteksnya diluar tindak pidana.
Karena menurut Lukman tak ada niatan dari Pimpinan PMDG untuk mentolelir hal-hal yang dikategorikan tindak pidana.
"Terkait adanya surat perjanjian antara wali santri dengan PMDG, konteksnya menyangkut kesediaan menaati dan mematuhi penerapan sistem dan pola pendidikan dan pengajaran di PMDG berikut segala sunnah dan disiplin yang menyertai."
Baca juga: Kementerian Agama Ungkap Jumlah Terduga Pelaku yang Menganiaya Santri Pondok Gontor
"Kesepakatan itu wujud tindak lanjut dari kepercayaan penuh wali santri kepada PMDG dalam mendidik santri. Tentu konteksnya di luar tindak pidana. Sebab tak ada sedikit pun bayangan dan pikiran, apalagi niatan pada diri pimpinan PMDG untuk mentolerir terjadinya hal-hal yang bisa dikategorikan sebagai tindak pidana."
"Maksud isi surat perjanjian itu sama sekali tak terkait dengan tindak pidana, sehingga bukanlah untuk menghindar dari proses hukum bila terjadi kasus tindak pidana," jelasnya.
Terakhir, Lukman berharap agar penanganan kasus kekerasan santri Gontor ini bisa berakhir baik.
"Semoga penanganan atas peristiwa kecelakaan ini berlangsung dan berakhir dengan baik untuk kemaslahatan bersama," pungkasnya.
Baca juga: Hotman Paris Heran Pembunuh Santri hanya Dipulangkan ke Orangtua, Kesalahan Ponpes Gontor Fatal ?
Pimpinan Pondok Gontor Temui Keluarga Santri AM yang Tewas
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) Ponorogo Jawa Timur KH M Akrim Mariyat mengunjungi orangtua santri AM yang tewas karena diduga dianiaya.
Pimpinan Pondok Gontor tersebut bertujuan melakukan ziarah dan mengunjungi makam AM pada Jumat (9/9/2022).
Soimah, ibu AM (17), meminta proses hukum atas kematian putranya.
“Bahwa dikarenakan masalah ini sudah memasuki ranah hukum, maka saya tetap akan melanjutkan proses hukum tersebut," kata dia, Sabtu (10/9/2022).
"Saya menuntut keadilan yang sesungguhnya untuk anak saya,” lanjutnya.
Baca juga: Hasil Autopsi Ada Luka Bekas Pukulan Benda Tumpul di Tubuh Santri Gontor yang Tewas Dianiaya Senior
Soimah mengatakan menerima kunjungan itu karena pihak Pondok Gontor telah menyampaikan rasa dukacita.
“Tujuan mereka mengunjungi saya dan keluarga dapat saya maknai adalah suatu bentuk tindakan yang nyata kepada keluarga kami yaitu untuk menghibur dan mengucapkan belasungkawa agar keluarga kami bersabar dalam menghadapi cobaan yang sedang kami alami,” kata Soimah, Sabtu (10/9/2022).
Menurut Soimah, meski sudah dikunjungi oleh pimpinan Ponpes Gontor, ia masih menginginkan proses hukum atas kematian anaknya yang kini sedang berjalan di Polres Ponorogo, tetap dilanjutkan.
Termasuk soal adanya indikasi yang mencoba menutupi kasus kematian AM.
Baca juga: Menteri Agama Soroti Pola Pengasuhan di Pesantren Pasca Kasus Penganiayaan di Gontor
Soimah pun menekankan agar pihak yang ikut terlibat menghilangkan barang bukti juga ikut ditindaklanjuti oleh penyidik Polres Ponorogo.
“Kepada pihak-pihak yang terlibat yang mencoba menghilangkan bukti-bukti, menutup-nutupi atas peristiwa penganiayaan terhadap anak saya, sehingga anak saya harus menjalani autopsi, ekshumasi."
"Dan saya sebagai seorang ibu untuk menyetujui proses autopsi, ekshumasi tersebut benar-benar sangat membuat batin saya terguncang,” ujarnya.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Erik S)