Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dedi, Anak, Istri & Cucunya Terpaksa Tinggal di Lahan Makam, Tidur Gelap-gelapan & Menahan Lapar

Selama dua malam, Dedi bersama empat cucunya, satu anaknya, dan istrinya tinggal di atas posko pengungsian sementara yang berdiri di atas makam.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Dedi, Anak, Istri & Cucunya Terpaksa Tinggal di Lahan Makam, Tidur Gelap-gelapan & Menahan Lapar
TRIBUN JABAR/TRIBUN JABAR/GANI
Selama dua malam, Dedi bersama empat cucunya, satu anaknya, dan istrinya tinggal di atas posko pengungsian sementara yang berdiri di atas makam. Foto sejumlah warga beraktivitas di tenda pengungsian yang didirikan di tengah sawah, di Kampung Kedung Hilir, Desa Sukamanah, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Rabu (23/11/2022). Sebanyak 111 warga terdampak gempa bumi Cianjur berkekuatan 5.6 magnitudo yang terjadi pada Senin, 21 November 2022, terpaksan harus mengungsi di tenda terpal seadanya. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN) 

Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Desy Selviany

TRIBUNNEWS.COM, CIANJUR - Ribuan korban terdampak gempa Cianjur kini banyak yang tinggal di tempat pengungsian setelah rumah yang mereka tinggali luluh lantak akibat gempa magnitudo 5,6 yang terjadi Senin (21/11/2022) lalu.

Namun ternyata masih ada korban yang tak tertampung di posko pengungsian yang layak.

Baca juga: Sisir Warga Terdampak Gempa Cianjur, BIN Bagikan Bantuan Hingga Beri Trauma Healing ke Anak-anak

Sebut saja Dedi (56), warga RT 4 RW 2 Panumbangan, Cibulakan, Cugeunang, Cianjur.

Dedi beserta istri, anak, dan empat cucunya sudah dua malam ini tidur tak jauh dari 20 nisan TPU Panumbangan, Cibulakan, Kecamatan Cugeunang, Kabupaten Cianjur.

Selama dua malam itu, Dedi bersama empat cucunya, satu anaknya, dan istrinya tinggal di atas posko pengungsian sementara yang berdiri di atas makam.

Setiap malamnya, keluarga Dedi dan 72 keluarga lainnya hidup dalam kondisi gelap di malam hari di atas pemakaman umum.

Berita Rekomendasi

Posko Pengungsian yang menjadi tempat tinggal Dedi dan keluarganya itu dibuat dari terpal seadanya.

Hanya beralaskan karpet masjid, Dedi dan keluarganya tinggal di atas tanah TPU Panumbangan sejak Senin (21/11/2022).

Pria yang sudah tinggal di Cianjur sejak tahun 2004 itu menjelaskan bahwa TPU tersebut dulunya merupakan sawah.

Kemudian, lahan sawah dihibahkan untuk dijadikan TPU.

Baca juga: Penampakan Rumah Panggung Berusia Puluhan Tahun Tidak Roboh Akibat Gempa Cianjur

Sudah ada lebih dari 20 makam yang dikuburkan di TPU tersebut.

Sebagian tanah di TPU masih kosong belum diisi makam.

Tanah kosong tersebutlah yang dijadikan Dedi dan 73 Kepala Keluarga (KK) lain untuk mengungsi pascagempa.

Rumah Dedi hancur 50 persen. Namun, keluarganya memutuskan meninggalkan rumah tersebut lantaran gempa susulan masih kerap terasa.

"Dari pada kenapa-kenapa, rumah juga sudah roboh sebagian temboknya, jadi kita kosongkan. Bawa semua anak-anak mengungsi di sini," bebernya.

Bukannya tidak seram tidur di atas pemakaman. Apalagi, pada malam hari tidak ada penerangan lampu sama sekali karena listrik masih padam.

Namun, Dedi dan keluarganya tidak punya pilihan.

Bersama empat cucunya ia lebih memilih tinggal di atas makam ketimbang tertimpa bangunan roboh karena gempa susulan.

Ketua RT4 RW2 Deden mengatakan bahwa tenda pengungsian seadanya yang berdiri di atas TPU Panumbangan sudah dibuat sejak dua hari beberapa saat setelah gempa mengguncang Cianjur pada Senin (21/11/2022) pukul 13.21 WIB.

Ada dua terpal tenda yang didirikan seadanya di atas TPU tersebut.

Ada juga dapur umum dan MCK yang dibuat terpisah dari tenda.

Baca juga: Setidaknya 3 Kali Gempa Bumi Kembali Terjadi di Kabupaten Cianjur dan Bogor

Dua tenda yang masing-masing seluas 3x8 meter itu dihuni 73 KK atau 100 orang lebih.

Termasuk anak-anak dan lansia yang menghuni atap terpal tersebut.

Tidak ada penerangan sama sekali di tenda tersebut.

Apabila hari menjelang malam, Dedi bersama 73 keluarga lainnya tidur gelap-gelapan di atas makam.

Bukan hanya tidur gelap-gelapan, para pengungsi di atas makam itu juga harus tidur dengan udara dingin yang menusuk.

Sudah dua hari ini angin di kawasan Cianjur bertiup kencang.

Tanpa selimut dan matras serta tenda yang terbuka, Dedi dan empat cucunya harus menahan dingin setiap malam.

Terlebih Rabu (23/11/2022) malam suasana akan lebih terasa dingin lantaran hujan deras mengguyur Cianjur.

"Ya lihat situasinya gini. Di siang hari saja kalau hujan dingin, apalagi kalau malam hari nanti," ucapnya.

Suasana dingin yang menusuk membuat Dedi dan para bocah yang menghuni tenda tersebut terpikir untuk punya rasa takut karena bermalam di atas pemakaman.

Menahan Lapar

Apalagi di malam hari, mereka kerap menahan lapar.

Dalam sehari bantuan makanan hanya diberikan dua kali sehari kepada para pengungsi yakni saat pagi dan siang hari.

Sementara di malam hari, para pengungsi terkadang harus menahan lapar.

Pengungsi gempa di Kampung Panumbangan diberi makan oleh warga sekitar.

Dapur dadakan dibuat lima meter dari tenda pengungsian.

Dapur dadakan itu dikelola oleh warga sekitar, yang juga menjadi korban gempa.

Mereka memasak setiap pagi dan siang hari.

Mengatasi jumlah lauk pauk yang terbatas, para relawan di dapur umum memperbanyak nasi untuk satu keluarga di posko pengungsian.

Satu keluarga mendapatkan satu nampan nasi yang diisi dengan 5 potong ayam ukuran sedang.

Saat makan siang, 5 potong ayam itu dibagi Dedi untuk istri, seorang anak, dan empat orang cucu.

Sementara Dedi lebih memilih menunggu sisa makanan yang sudah disantap anak, istri, dan cucunya.

Setelah anak, 4 cucu, dan istrinya makan, Dedi baru memutuskan untuk makan.

"Saya makannya nanti saja," kata Dedi kepada Wartakotalive.com sambil tersenyum.

Baca juga: Banyak Pengungsi Balita, Posko Pengungsian Kampung Ciherang Kecamatan Pacet Belum Tersentuh Bantuan

Mengungsi Sambil Melihat Jenazah Korban Gempa Dikubur

Dedi menyebut, jenazah warga sekitar yang meninggal dunia juga dikuburkan di TPU tersebut saat warga masih mengungsi.

"Sudah empat jenazah dikubur di TPU ini saat warga tinggal di atas pengungsian," jelasnya.

Beberapa jenazah juga sempat diinapkan di posko lantaran belum bisa dikuburkan saat itu juga.

Dedi mengaku tidak tahu sampai kapan ia dan warganya tinggal di atas pemakaman.

Sebab, tanah lapang di kawasan tersebut selain sawah hanyalah lokasi pemakaman tersebut.

Dedi berharap pemerintah bisa mengirimkan bantuan tenda yang layak untuk warganya sampai bisa bangkit lagi untuk memperbaiki rumah yang rusak.

Sebab saat ini, tenda yang terbuat dari terpal tidak tertutup sepenuhnya kerap membuat warganya masuk angin.

"Saat ini kami masih butuh selimut, tenda layak, pakaian, dan matras untuk warga saya," harap Dedi.

Sumber Warta Kota

Sumber: Warta Kota
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas