Kisah Para Relawan Bantu Korban Gempa Cianjur: Beli Ponsel Baru hingga Andalkan Indera Penciuman
Di tengah duka ini tak sedikit warga yang berhati mulia dengan sukarela memberikan pertolongan dengan bergabung menjadi relawan tim pencarian korban.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gempa bumi yang mengguncang wilayah Cianjur Jawa Barat pada Senin (21/11/2022) lalu menyisakan duka mendalam, tak hanya bagi keluarga korban tapi juga seluruh masyarakat Indonesia.
Betapa tidak, tercatat hingga Sabtu (26/11/2022) malam sudah 318 korban ditemukan dalam keadaan meninggal dunia.
Terkini, pada Sabtu (26/11/2022) kemarin ada delapan jenazah yang berhasil diangkat dari gundukan tanah longsor.
Sementara 14 lainnya masih dilakukan pencarian setelah dinyatakan hilang.
Baca juga: Tim SAR Gabungan Terus Cari 14 Korban Hilang yang Tersisa di Gempa Cianjur
Belum lagi korban luka-luka yang terdata sebanyak 7.729 orang, dengan rincian luka berat 595, luka ringan 7.134.
Hingga Minggu (27/11/2022) hari ini, Tim SAR Gabungan masih melakukan pencarian terhadap korban lainnya.
Pencarian korban gempa Cianjur bukanlah hal yang mudah.
Selain sudah 6 hari berlalu sejak peristiwa gempa, ditambah dengan kondisi cuaca yang kerap dilanda hujan mengakibatkan sulitnya proses pencarian.
Tubuh korban pun sudah mengeluarkan aroma tak sedap karena sudah beberapa hari tertimbun reruntuhan bangunan maupun longsor.
Di tengah duka ini tak sedikit warga yang berhati mulia dengan sukarela memberikan pertolongan dengan bergabung menjadi relawan tim pencarian korban.
Tak hanya warga setempat, relawan juga datang dari Bandung hingga Bantul Yogyakarta.
Berikut kisah para relawan yang bergabung dengan Tim SAR saat proses pencarian korban gempa Cianjur.
Baca juga: Cerita Warga Soal Penjual Sate Dapat Daun Usai Layani Pembeli di Lokasi Longsor Akibat Gempa Cianjur
Nardi Andalkan Indera Penciuman
Nardi adalah salah satu anggota Tim Search and Resque (SAR).
Dia bercerita bagaimana caranya bisa menentukan titik keberadaan jenazah yang tertimbun tanah longsor.
"Pertama dengan bau, baunya (lokasi) beda. Bau jenazah," kata Nardi saat ditemui di Desa Cijedil, Cugenang, Cianjur, Jawa Barat, Sabtu (26/11/2022).
Menurutnya, proses pencarian korban yang sudah berhari-hari tewas akan lebih mudah untuk menemukannya.
Setelah ketemu titiknya, Nardi mengatakan gundukan tanah harus terlebih dahulu disemprotkan air karena kondisi yang sudah mulai mengeras.
"Terus kita semprotkan air, terus kita ke dalam lumpur. Terus terlihat tangan dahulu," ucapnya.
Pada Sabtu (26/11/2022) kemarin, Nardi menceritakan sempat mengangkat jenazah perempuan.
Namun, proses pengangkatannya menyulitkan karena posisi yang berada di jurang.
Sehingga, kata Nardi, jenazah tersebut harus diikatkan ke tali dan diangkat secara perlahan karena kondisi tubuh jenazah yang sudah tidak baik lagi.
"Prosesnya penarikan dengan menggunakan webbing. Lokasi korban sudah tertimbun longsor. Takut lepas tangan atau bagian tubuh lainnya. Pelan-pelan dibantu dengan menggunakan webbing," tuturnya.
Baca juga: Selamat dari Longsor, Seorang Murid SD Kepalanya Bocor, Kini Jadi Sering Bengong
Taufik Beli Ponsel Baru Langsung ke Cianjur
Kisah berbeda dialami Taufik Anugrah.
Taufik yang tinggal di Bandung ini awalnya tak tahu terjadi gempa magnitudo 5,6 di wilayah Cugenang dan sekitarnya pada Senin (21/11/2022) sore.
Ia tahu informaso itu setelah diberitahukan oleh orangtuanya.
Maklum, kala itu ponsel milik Taufik rusak sehari sebelum bencana terjadi, sehingga dia tak mendapat informasi soal gempa di Cianjur.
Mendengar kabar gempa itu, Taufik langsung membeli ponsel baru dan bersama rekannya menggunakan sepeda motor menuju Cianjur, Jawa Barat.
Sehingga, handphone yang digunakannya saat ini disebut handphone bencana karena langsung digunakan saat dirinya bertugas di lokasi bencana.
Ia lantas menghubungi teman-temannya dan sudah banyak pesan masuk ke handphonenya soal kabar gempa Cianjur.
Relawan Pramuka Peduli ini langsung menuju Kwarcab Cianjur bergabung dengan relawan Pramuka lainnya pada Senin malam.
Selasa pagi, dia pun bergegas ke Pendopo Cianjur untuk melakukan pencarian orang hilang yang tertimbun reruntuhan di wilayah terdampak bergabung bersama tim SAR yang lain.
Hari pertama ia kebagian melakukan evakuasi di wilayah Desa Gasol, Cugenang.
Setibanya di Gasol dengan menggunakan sepeda motor, Taufik mendapat laporan ada warga yang tertimbun reruntuhan.
Namun, ia belum bisa berbuat banyak karena alat-alat untuk melakukan pencarian di puing-puing bangunan masih sangat minim.
Baca juga: Modal Nekat Jadi Upaya Indra Sanjaya Temukan Jasad Ayah yang Tertimbun Tanah Longsor di Cianjur
Akhirnya ia pun bergeser ke daerah Benjot pada siang harinya.
Di lokasi itu, ia pun mendapat informasi ada warga yang tertimbun reruntuhan.
"Siang geser ke Benjot di sana ada info seorang korban diduga tertimbun reruntuhan rumah," ujarnya saat berbincang dengan Tribunnews.com, Sabtu (27/11/2022) malam.
Kemudian ia bersama tim bergeser ke daerah Bulakan.
Di sana timnya dibagi dua kelompok, ada yang melakukan pencarian korban dan ada yang membersihkan puing rumah yang menutupi jalan, termasuk membuka akses jalan untuk ambulans yang tertutup bronjong ambruk.
"Ada juga benteng rumah ambruk ke jalan dan menghambat laju kendaraan, jadi kita bersihkan hingga akhirnya saya pulang magrib," katanya.
Esoknya ia dan tim Pramuka Peduli dan unsur lainnya berangkat ke Wilayah Warungkondang.
Di sana ia membantu proses evakuasi korban yang tertimbun reruntuhan rumah tiga lantai.
"Dari tujuh orang yang dikabarkan tertimbun, satu orang hilang. Sampai sore tim pramuka berhasil menemukan barang korban berupa helm yang mengindikasikan viktim (korban) sudah dekat, dan ternyata benar, ada orang tertimbun," katanya.
Hari ketiga, ia dan tim relawan Pramuka Peduli bergerak melakukan pencarian orang hilang di lokasi longsor di Cijedil, Cugenang.
Di sana ada beberapa rumah terbawa dan tertimbun tanah longsor.
Proses pencarian harus hati-hati selain tanahnya labil, gempa susulan juga masih kerap dirasakan.
"Dan diduga korban juga tertimbun cukup dalam sekiran 5 meter," katanya.
Pada hari Jumat, ia dan tim kembali ke Cijedil melakukan evakuasi dengan bantuan alat berat. Namun, karena cuaca hujan akhirnya proses pencarian tidak dilanjutkan.
Baru hari Sabtu, ia melakukan pencarian di lokasi longsor dekat Sate Sinta.
Karena sudah beberapa hari, proses pencarian memaanfaatkan bau karena biasanya jenazah sudah mulai terjadi pembusukan.
Baca juga: 2 NPWP Atas Nama Paud Islam dan TK Al Azhar 18 Cianjur Ditemukan di Lokasi Longsor Cugenang
Proses evakuasi pun harus dilakukan ekstra hati-hati, selain tanah labil, kondisi jenazah pun bisa membahayakan orang yang melakukan evakuasi.
Taufik pun bersama rekan-rekannya akhirnya bisa mengangkat satu jenazah dari dekat sungai.
"Saya mencium aroma busuk, lalu digali bersama teman-teman. Tentu harus hati-hati selain tanah labil, jangan salah pacul karena korban akan rusak," katanya.
Setelah jasad selesai dievakuasi dan dimasukkan ke dalam kantung jenazah, lantas tim serta kantung jenazah disemprot disinfektan untuk menghindarkan relawan dari kuman berbahaya.
Rencananya, ia dan rekan-rekannya akan terus melakukan pencarian korban gempa Cianjur hingga waktu operasi pencarian dinyatakan selesai.
Supriyanta Tinggalkan Pekerjaan
Sementara itu, Supriyanta (55), relawan dari SAR Semesta sengaja datang jauh-jauh dari Bantul, Yogyakarta untuk ikut andil dalam proses pencarian korban gempa Cianjur.
Tribunnews juga sempat berbincang dengan ayah dari dua anak tersebut.
Di usianya yang sudah tak lagi muda, tidak membuat Supriyanta berdiam diri melihat banyaknya korban gempa di Cianjur.
Karyawan swasta ini pun langsung berangkat dari Bantul menuju Cianjur sesaat setelah mendengar ada bencana gempa di Cianjur pada Senin (21/11/2022) lalu.
Dia pun harus meninggalkan pekerjaanya sebagai karyawan swasta.
"Saya sehari-hari karyawan swasta, saya paling tua dari sekian pengikut operasi SAR saat ini. Saya hari Senin berangkat dari Jogja malam, sampai sini Selasa sore. Baru Rabu pagi kami ikut bergabung dalam operasi pencarian," kata Supriyanta saat berbincang dengan Tribunnews.com di warung sate Shinta, Cugenang, Cianjur, Jawa Barat, Minggu (27/11/2022).
Dia ditugaskan Basarnas untuk mencari korban yang tertimbun longsor di area Warung Sate Shinta.
Namun, dia mengaku rasa kemanusiaan menjadi satu-satunya alasan yang mendorongnya untuk tetap ikut membantu gempa Cianjur.
Medan longsoran bukit Palalangon yang terjal pun tidak menjadi penghalang.
"Saya berangkat dari nilai kemanusiaan karena nilai kemanusiaan itu dipresentasi kalau orang sekarang itu hanya 40-50 persen. Saya sebagai orang yang punya empati terhadap kemanusiaan saya terjun ke dunia SAR karena SAR itu memang langsung ke titik pencarian dan pertolongan," ungkap dia.
Beruntungnya, niat Supriyanta membantu korban bencana didukung oleh sang istri tercinta.
Baca juga: Keberadaan Irvan, Barista AR7 Coffee Corner Tak Diketahui Pasca Longsor di Cugenang Cianjur
Karena itu, keputusannya turun langsung menjadi relawan bencana alam diharapkan bisa menginspirasi generasi muda.
Pernyataanya itu pun tidak hanya pepesan kosong.
Menurut Supriyanta, nilai kemanusiaan tersebut kini telah diturunkan kepada salah satu anaknya yang kini juga terjun menjadi relawan gempa di Cianjur.
"Saya ada dorongan dari istri untuk selalu berbagi sekecil apapun, insya Allah nanti saya tidak tau kapan berhenti menjadi relawan SAR, yang penting saya menginspirasi kepada adik-adik dan anak-anak kita untuk bisa menunjukkan bahwa kita meskipun kita tidak punya materi tapi kita punya tenaga untuk berbagi untuk orang lain," jelasnya.
Supriyanta memahami bahwa dirinya juga kerap dihantui rasa takut dan bahaya yang mengintai selama proses evakuasi korban.
Karenanya, dia selalu memegang teguh standar operasional keselamatan dalam operasi.
"Secara naluri tetap ada rasa takut, ketika kita operasi SAR tentu ada SOP yang harus kita ikuti baik APD, cara kita masuk ke lokasi, cara kita beraktivitas itu tetap ada SOP yang diarahkan oleh Kasi Operasi Basarnas," ungkapnya.
Di sisi lain, Supriyanta ini bukan kali pertama dia terjun dalam kegiatan SAR.
Tercatat, dia pernah mengikuti hampir seluruh operasi kemanusiaan longsor maupun kecelakaan laut di sekitar Pulau Jawa.
"Untuk kegiatan SAR musibah itu pernah di tanah longsor Ponorogo, pernah di tanah longsor Magelang dan beberapa kejadian kecelakaan sungai hampir saya bisa hadir disana. Kecelakaan laut saya disana," ujarnya. (Tribunnews.com/Abdi Ryanda Shakti/Igman Ibrahim/Adi Suhendi)