Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Soal Banjir yang Melanda Kota Solo, Ini Penyebab hingga Saran Ahli dari UNS

Berikut ini tanggapan ahli dari Universitas Sebelas Maret tentang banjir yang melanda Kota Solo

Penulis: Muhammad Renald Shiftanto
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Soal Banjir yang Melanda Kota Solo, Ini Penyebab hingga Saran Ahli dari UNS
TribunSolo.com/Adi Surya
Kawasan Pucangsawit RT 1 RW 7, Kecamatan Jebres, Kota Solo banjir dengan ketinggian air paling tinggi di kisaran 1 meter, Kamis (16/2/2023). Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Solo, Jawa Tengah, mencatat jumlah wilayah di Kota Solo yang terendam banjir hingga saat ini sebanyak 16 keluarahan. 

TRIBUNNEWS.COM - Banjir diketahui telah melanda beberapa wilayah di Kota Solo, Jawa Tengah, Kamis (16/2/2023).

Air menggenang kebanyakan di daerah di sekitaran Sungai Bengawan Solo.

Sebelumnya, dikatakan banjir karena pembukaan pintu air Waduk Gajah Mungkur di Wonogiri, Jawa Tengah.

Mengutip TribunSolo.com, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Solo, Nico Agus Putranto mengatakan, penyebab utama banjir adalah curah hujan yang merata di Karisedenan Surakata.

Hal tersebut membuat pompa air tak mampu mengatasi debit air.

Diketahui, sepanjang Sungai dan Anak Sungai Bengawan Solo ada 14 pompa yang aktif.

Baca juga: Banjir Rendam Kota Solo, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Solo Soroti Mengenai Pompa Air

Namun saat terjadi hujan deras Kamis kemarin, pompa tersebut justru dimatikan.

Berita Rekomendasi

"Kalau pompa sempat dimatikan kemarin semua mesinnya. Karena debit air sudah lebih tinggi dari yang akan diangkat. Jadi yang dikhawatirkan pintunya yang tidak kuat," terangnya.

Pompa air tersebut dimatikan saat malam hari.

"Airnya melompat kekhawatiran atas kerusakan dari infrastruktur pintu. Kemarin malam. Agar kapasitas air bisa ditampung di pintu," jelasnya.

Salah satu pompa yang dimatikan yakni di Joyokatan.

"Dari pada terjadi resiko lebih tinggi. Ditarik sampai malam pun enggak ngaruh besar di lingkungan," tuturnya.

Menurutnya, dibukanya pintu air Waduk Gajah Mungkur bukanlah faktor dominan.

"Informasi dari BBWS tidak hanya didominasi pembukaan Gajah Mungkur saja. Tapi juga pada tanggal 16 terjadi hujan lebat di Karesidenan Sukoharjo," terangnya.

Hujan lebat di daerah aliran sungai lah yang membuat debit air naik.

"Kita cek di seluruh wilayah saat itu hampir semua hujannya merata deras. Ini yang menjadi pemicu. Tidak hanya dari sungai. Luapan sungai karena tidak mampu menahan debit air," jelasnya.

Kawasan Pucangsawit RT 1 RW 7, Kecamatan Jebres, Kota Solo banjir dengan ketinggian air paling tinggi di kisaran 1 meter, Kamis (16/2/2023). Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Solo, Jawa Tengah, mencatat jumlah wilayah di Kota Solo yang terendam banjir hingga saat ini sebanyak 16 keluarahan.
Kawasan Pucangsawit RT 1 RW 7, Kecamatan Jebres, Kota Solo banjir dengan ketinggian air paling tinggi di kisaran 1 meter, Kamis (16/2/2023). Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Solo, Jawa Tengah, mencatat jumlah wilayah di Kota Solo yang terendam banjir hingga saat ini sebanyak 16 keluarahan. (TribunSolo.com/Adi Surya)

Baca juga: 16 Kelurahan di Kota Solo Terendam Banjir, Gibran Komplain ke BBWSBS

Kata Pakar Perencanaan Wilayah dan Kota FT UNS

Pakar Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik (FT) Universitas Sebelas Maret (UNS), Winny Astuti mengatakan, bahwa salah satu penyebab terjadinya banjir adalah makin sedikitnya resapan air di Kota Solo.

Hal tersebut terkait dengan pembangunan yang intens tanpa adanya ketersediaan lahan resapan air.

TribunSolo.com mengabarkan, banjir di solo tak bisa dihilangkan sepenuhnya, namun masih bisa dikurangi resikonya.

"Kalau menghilangkan banjir sama sekali agak susah, karena kita sudah terlanjur menjadi kota besar, kalau harus direncanakan ulang tidak mungkin juga, cara mengurangi resiko dengan menambah lahan resapan air," ujarnya

Salah satu contoh penambahan lahan resapan air adalah dengan menambah ruang terbuka hijau, berupa dibangunnya sumur resapan di wilayah perkampungan.

Selain itu, penambahan taman kota juga bisa menjadi lahan resapan air.

"Jadi kadang-kadang orang itu mengira kalau kota sudah sangat besar, sudah tidak ada lagi lahan untuk ruang terbuka hijau, masih ada cara lain yang bisa diterapkan," terangnya.

Baca juga: Banjir Rendam Kota Solo, Warga: Ini Kayak Tahun 2007 Dulu

Ia juga menyarankan kepada Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka untuk menambah resapan dengan melakukan peremajaan pemukiman kumuh.

Peremajaan tersebut seperti membangun rumah susun.

Dengan dibangunnya rumah susun, maka akan menyisakan lahan yang banyak untuk ruang hijau.

"Ada mekanisme konsolidasi lahan, itukan ada peraturan tentang peremajaan kota, tapi ada persyaratan tertentu dan tidak sembarang,"

"Misal satu kawasan kumuh terdiri dari 100 KK, kemudian dibangun rusun di tempat yang sama, yaitu 100 KK itu yang menjadi prioritas pertama untuk menempati rusun, dengan pembangunan tanpa menggusur," tambahnya.

Winny menambahkan, melakukan peremajaan memang membutuhkan perencanaan yang baik.

"Memang biayanya besar, tapi mungkin bisa menjalin kolaborasi dengan banyak pihak, entah itu dengan kementerian atau swasta," ujarnya.

Ia juga menyampaikan, jika tak ada ruang resapan yang memadai, maka akan terulang masalah yang dialami sekarang.

"Kalau tidak ada ruang resapan air yang memadai, akan berulang terus masalah itu," pungkasnya.

(Tribunnews.com, Renald)(TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari/Ahmad Syarifudin)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas