Terlanjur Dihujat Warganet di Medsos, Ternyata Ini Penyebab WNA di Bali Berkemah Saat Nyepi
Dalam video itu, sejumlah warga setempat terlihat menegur kedua WNA lantaran berada di luar rumah ketika Nyepi.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, BALI - Sejak kemarin muncul sebuah video yang memperlihatkan dua orang warga negara asing (WNA) mendirikan kemah di pinggir pantai saat Hari Raya Nyepi di Bali.
Video ini viral di media sosial.
Dalam video itu, sejumlah warga setempat terlihat menegur kedua WNA lantaran berada di luar rumah ketika Nyepi.
Akan tetapi, WNA itu tidak mengindahkan teguran warga. Akibatnya, sempat terjadi percekcokan di antara mereka.
"Makin Banyak Bule yang ga respek dengan tradisi di Bali. Nyepi kok malah camping," tulis warganet ini, Rabu (23/3/2023).
Postingan ini banyak diteruskan oleh pengguna media sosial dan mendapat kecaman dari berbagai warganet yang menganggap kedua bule itu tidak menghargai perayaan hari keagamaan di Bali.
Baca juga: Aturan saat Hari Raya Nyepi 2023 di Bali dari Pemprov Bersama Majelis dan Lembaga Keagamaan
Seperti diketahui, setiap Hari Raya Nyepi, umat Hindu dan semua warga di Bali serta wisatawan di pulau tersebut tidak diperkenankan melakukan aktivitas di luar.
Mereka harus berdiam di rumah untuk menyambut Tahun Baru Saka.
Tahun ini Hari Raya Nyepi jatuh pada Rabu (22/3/2023).
Duduk Perkara
Berdasarkan data yang dihimpun Tribun Bali, bule tersebut menikmati makanan, sembari membawa tenda dan sepeda.
Saat ditegur pecalang, bule tersebut justru membuat suasa tegang.
Dimana ia tak senang atas teguran dan penjelasan pecalang bahwa saat Hari Raya Nyepi di Bali, kecuali petugas keagamanan, dilarang berada di luar rumah atau tempat tinggal.
Lantaran situasi semakin tegang akhirnya bule laki-laki dan perempuan itupun digiring ke Mapolsek Sukawati.
Ps Kasi Humas Polsek Sukawati, Aipda Kadek Edi Arianto, seizin Kapolsek Sukawati, Kompol Decky Hendra Wijaya membenarkan hal tersebut.
Kata dia, warga Polandia tersebut KG (40) tahun dan BKW (25).
Mereka ditemukan mendirikan tenda di atas bale bengong Pantai Purnama, Sukawati dengan membawa perlengkapan berkemah.
"Namun saat ditegur oleh pecalang setempat, sepasang warga Polandia tersebut tetap kukuh bahwa mereka merasa tidak mengganggu perayaan Hari Raya Nyepi," ujarnya.
"Dijelaskan oleh pecalang bahwa Hari Raya Nyepi tidak boleh keluar rumah dan beraktivitas di luar rumah. Namun mereka menyangkal tidak mengganggu hanya diam di tempat tersebut menikmati pemandangan pantai," ujar Aipda Arianto.
Lebih lanjut lulusan sarjana hukum itu menjelaskan dikarenakan tidak menemukan penyelesaian, Polsek Sukawati dipimpin Ps. Panit 3 Intelkam Aipda IB Prawida mendatangi TKP untuk mengamankan sepasang warga Polandia tersebut ke Polsek Sukawati.
"Setelah dijelaskan di kantor secara perlahan oleh petugas, sepasang warga Polandia tersebut menyadari kesalahanya. Mereka terpaksa membuat tenda karena kehabisan bekal, susah menemukan transport saat pengrupukan dan mereka mengaku ini pengalaman pertama liburan ke Bali," ujarnya.
Terkait hal itu, Arianto mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan Imigrasi guna penanganan lebih lanjut.
Sementara selama Nyepi, mereka pun diberikan untuk beristirahat di Mapolsek Sukawati.
Kurangnya sosialisasi ke turis
Tokoh Pariwisata Ubud, Tjokorda Raka Kertyasa mengatakan, turis 'nakal' sejatinya telah ada sejak tahun 1970an di Bali.
Namun saat ini, kata dia, jumlahnya cukup banyak.
Menurut pria yang karib disapa Cok Ibah tersebut, kondisi ini terjadi akibat minimnya sosialisasi yang dilakukan oleh travel agent.
Seharusnya, kata dia, para turis yang akan berlibur ke Bali, wajib diberikan pemahaman apa itu Bali, dan apa yang boleh dan tak boleh dilakukan di Bali.
Sehingga, ketika mereka berada di Bali, mereka tidak kebingungan yang justru menjadi permasalahan.
"Harusnya sebelum mereka ke Bali, mereka telah diberikan pemahaman tentang Bali," ujarnya.
Pria yang juga menjabat Bendesa Ubud itu mengatakan, di Ubud sendiri pihaknya membentuk Yayasan Bina Wisata.
Mereka berperan mengedukasi wisatawan di Ubud dalam berperilaku sesuai normal perilaku masyarakat Ubud, Bali pada umumnya.
"Biasanya kita berikan selebaran pada wisatawan. Dulu kan dengan penjelasan bahasa Inggris saja cukup. Sekarang, dengan beragamnnya wisatawan, kami harap pemerintah juga memfasilitasi. Saat ini sangat kurang sosialisasi pada wisatawan. Karena itulah kita sering temui turis berperilaku tak sesuai etika kita di Bali," tandasnya.