Fakta Korban Revenge Porn Diduga Diintimidasi Jaksa di Banten: Isi Dakwaan hingga Klarifikasi Kejati
Berikut fakta terkait dugaan intimidasi oleh jaksa terhadap korban kasus revenge porn di Pandeglang, Banten dari isi dakwaan hingga klarifikasi jaksa.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Beredar cuitan di Twitter yang menyebut adanya dugaan intimidasi terhadap mahasiswi korban revenge porn berinisial IS di Pandeglang, Banten.
Adapun cuitan tersebut ditulis oleh akun Twitter, @zanatul_91 yang menyebut dirinya adalah kakak korban.
Dalam cuitannya, akun tersebut mengungkapkan adiknya tidak hanya menjadi korban revenger porn, tetapi juga mengaku dipersulit dalam persidangan.
Bahkan, sambungnya, korban diduga mengalami intimidasi oleh jaksa.
"Persidangan dipersulit, kuasa hukum & keluarga saya (korban diusir pengadilan). Melapor ke posko PPA Kejaksaan, malah diintimidasi," tulisnya dikutip Tribunnews.com, Selasa (27/6/2023).
Lalu, ternyata, kasus ini telah sampai ke meja hijau dengan bukti adanya dakwaan yang telah disusun oleh jaksa penuntut umum (JPU).
Baca juga: Mahasiswi di Pandeglang Banten Jadi Korban Revenge Porn, Video Pribadi Disebar ke Teman
Dikutip dari Tribun Banten, berikut selengkapnya isi surat dakwaan dalam kasus ini:
Kasus dugaan revenge porn ini berawal dari terdakwa berinisial AH diduga menyebarkan video asusila IS yang merupakan pacar korban.
Adapun perkenalan korban dan pelaku terjadi pada tahun 2015-2016 saat AH masih duduk di bangku SMP.
Perkenalan itu pun berlanjut hingga IS dan AH berpacaran hingga kuliah.
Lalu, dugaan penyebaran video asusila itu diketahui saat saksi korban berinisial IH tengah bermain ke rumah terdakwa pada tahun 2021.
Pada saat itu, IS bercerita kepada AH bahwa ia tengah bersedih lantaran orang tuanya meninggal dunia.
Lantas, IS pun meminta AH untuk membelikan minuman keras (miras) jenis anggur merah dan keduanya pun mabuk.
Pada momen itulah, AH membuat video persetubuhan antara terdakwa dengan korban IH yang dilakukan di rumah terdakwa di Pandeglang.
Video persetubuhan itu lalu disimpan dalam handphone milik AH.
Masih berdasarkan dakwaan, dijelaskan selama pacaran, AH dan IH sering berselisih.
Perselisihan itu pun berujung pada IH ingin menyudahi hubungan asmara dengan AH.
Baca juga: Tak Mau Putus, Pria Ini Sebar Video Hubungan Intim dengan Pacar, Ini Cara Menghindari Revenge Porn
Namun, lantaran AH tidak mau putus hubungan, dirinya pun mengancam IH untuk menyebarkan video persetubuhan mereka.
Kendati demikian, hubungan antara korban dan terdakwa pun akhirnya kandas.
Hanya saja, AH merasa marah lantaran diputus oleh IS sehingga sekira tanggal 27 November 2022, terdakwa menyebar video persetubuhannya ke rekan korban berinisial SMF lewat DM Instagram.
Lalu pada 14 Desember 2022, AH mengirimkan pesan melalui WhatsApp kepada korban yang berisi ancaman dan memberikan bukti telah menyebarkan video asusila ke SMF.
Dalam kasus ini, terdakwa pun dijerat dengan Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 27 Ayat 1 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kejati Banten Beri Klarifikasi
Sementara terkait cuitan yang menyebut adanya dugaan ancaman terhadap korban oleh jaksa, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, Didik Farkhan Alisyahdi pun buka suara.
Masih dikutip dari Tribun Banten, Didik mengungkapkan awal kasus dugaan revenge porn ini sempat ditangani Polda Banten.
"Perkara ini dari Polda, ditangani Pidum Kejati Banten, dan setelah tahap dua dikirim beserta locus di Pandeglang," katanya pada Senin (26/6/2023).
Setelah seluruh berkas lengkap, Didik mengatakan kasus ini pun dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Pandeglang.
Kemudian, dalam proses peradilannya, Didik mengatakan bahwa kakak IS datang ke kantor Kejari Pandeglang dengan melaporkan bahwa korban pernah menjadi korban pemerkosaan oleh terdakwa sekira tahun 2020.
"Ini mungkin ada miss, karena datang menyampaikan soal kasus pemerkosaan tiga tahun lalu," katanya.
Baca juga: Mahasiwa Unand Diduga Lakukan Revenge Porn, Ini Tanggapan Kampus hingga Fakultas
Lalu, Didik mengatakan jaksa meminta pihak keluarga korban untuk membuat laporan ke Polda Banten serta memberikan hasil visum.
"Kemudian jaksa menyampaikan lapor saja ke Polda dan bagaimana visumnya kan sudah tiga tahun lalu? itu lah yang dianggap jaksa tidak respons, padahal sesuai hukum acaranya ada di Polda," tambahnya.
Selain itu, Didik turut mengomentari terkait anggapan bahwa kuasa hukum korban ditolak oleh Kejaksaan.
Menurutnya, pihak Kejaksaan tidak pernah melarangnya lantaran dalam peradilan, jaksa adalah kuasa hukum yang mewakili korban.
"Kita ini kan sudah mewakili korban, yang katanya kita dianggap melarang pakai pengacara itu tidak benar. Yang benar adalah jaksa hanya menyampaikan bahwa sebenernya lawyer nya korban ini yah jaksa," tukasnya.
Tak sampai di situ, Didik juga mengklarifikasi terkait larangan keluarga korban untuk masuk ke ruang sidang saat persidangan berlangsung.
Ia mengatakan lantaran kasus yang disidangkan adalah tentang kesusilaan, maka sidang digelar secara tertutup.
"Persidangan viral melarang masuk itu kan memang kasus kesusilaan memang harus tertutup dan pihak hakim yang mengatur bukan jaksa," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Tribun Banten/Ahmad Tajudin)