Tradisi Kirab Malam 1 Suro Keraton Kasunanan Surakarta, Dilengkapi Asal-usul Kebo Bule Kiai Slamet
Simak tradisi kirab malam 1 Suro di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Tradisi tersebut dilaksanakan tengah malam dengan kirab pusaka dan kebo.
Penulis: Pondra Puger Tetuko
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Kirab malam satu Suro di Solo, Jawa Tengah, sudah menjadi tradisi yang dilaksanakan setiap tahunnya.
Tradisi kirab malam satu Suro ini dilakukan oleh Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat pada malam sebelum tanggal 1 Muharram/Suro.
Suro sendiri berasal dari kata Asyura yang kemudian orang Jawa menyebutnya Sura atau Suro.
Bulan Suro ini dianggap sakral oleh masyarakat Islam-Jawa yang kerap digunakan untuk jamas pusoko (mencuci pusaka), ruwatan, serta sesajen agung, termasuk melakukan ritual Tapa Brata.
Diketahui, di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat melaksanakan tradisi kirab pusaka dan kebo bule Kiai Slamet.
Baca juga: Apa itu Malam 1 Suro? Bulan Muharram yang Dianggap Sakral oleh Masyarakat Jawa
Dikutip dari situs resmi Pemerintah Kota Surakarta, kirab malam satu Suro ini bertujuan untuk meminta keselamatan dan sarana intropeksi agar menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Selain itu, terdapat juga makna dari kirab atau ritual malam satu Suro di Solo ini adalah untuk refleksi diri atau mengingat kembali kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat selama satu tahun yang telah dilewati.
Uniknya, pada kirab malam satu Suro di Solo, terdapat kebo bule Kiai Slamet yang digunakan sebagai sarana cucuk lampah.
Kirab tersebut dimulai dengan kebo bule Kiai Slamet dikeluarkan dari kandangnya dan berlangsung tengah malam tepat pukul 00.00 WIB.
Namun, kirab ini juga melihat kondisi, apakah kebo Kiai Slamet ingin dikeluarkan dari kandangnya atau tidak.
Terkadang kebo bule Kiai Slamet baru keluar kandang setelah pukul 01.00 WIB.
Dalam acara ini, belum dapat dikatakan kirab malam satu Suro jika kebo Kiai Slamet belum keluar dari kandanganya karena pusaka akan keluar di belakang kebo tersebut.
Peserta Kirab Malam Satu Suro Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat
Kirab malam satu Suro di Solo diikuti banyak peserta dari semua kalangan yang dapat ijin dari keraton.
Semua peserta pria menggunakan busana Jawi Jangkep berwarna hitam dan perempuan mengenakan kebaya hitam.
Baca juga: Gibran Akan Hadiri Undangan Malam 1 Suro di Keraton Solo
Pada baris depan kirab terdapat kebo bule Kiai Slmaet, kemudian dilanjutkan oleh abdi dalem bersama putra-putri Sinuwun dan Pembesar Keraton yang membawa sepuluh pusaka.
Selama berlangsungnya kirab tersebut, tak ada satu pun peserta yang mengucapkan satu patah kata.
Hal tersebut digunakan untuk melakukan perenungan diri terhadap apa yang telah dilakukan selama setahun kebelakang.
Asal-usul Kebo Bule 'Kiai Slamet'
Mengutip situs resmi Dinas Kebudayaan Kota Surakarta, kebo bule milik Keraton Solo bukanlah kebo biasa, kebo bule ini merupakan keturunan dari kebo Kiai Slamet.
Kebo Kiai Slamet termasuk pusaka yang berharga milik Sri Susuhan Pakubuwono II atas pemberian hadiah dari Kiai Hasan Besari Tegalsari Ponorogo, Jawa Timur.
Kiai Hasan Besari memberi hadiah kepada Sri Susuhan Pakubuwono II berupa kebo dan pusaka 'Kiai Slamet'.
Awalnya, kebo bule Kiai Slamet ini digunakan sebagai pengawal pusaka saat pulang dari Pondok Tegalsari dan terjadi pemeerontakan pecinan dengan pembakaran Istana Kartasura.
Kebo bule Kiai Slamet ini memiliki warna kulit putih agak kemerah-merahan, yang berbeda dengan kebo pada umumnya.
Kebo Kiai Slamet pun terus berkembang biak dan menghasilkan banyak keturunan hingga saat ini.
(Tribunnews.com/Pondra)