Tak Cepat Puas, Konservasi Anggrek Merapi di Gumuk Boyolali akan Terus Berinovasi
Konservasi anggrek spesies Gunung Merapi di Dukuh Gumuk, Desa Mriyan, Musuk, Boyolali berjalan stabil, warga tak cepat puas dan ingin ada inovasi lagi
Penulis: Siti Nurjannah Wulandari
Editor: Nanda Lusiana Saputri
Tribunnews.com/ Siti Nurjannah W
TRIBUNNEWS.COM - Budidaya bunga anggrek spesies Gunung Merapi di Dukuh Gumuk, Desa Mriyan, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah diharapkan ke depannya dapat lebih berinovasi.
Wilayah resapan air di lereng Gunung Merapi Boyolali sudah menjalankan kegiatan konservasi anggrek spesies merapi sejak tahun 2016.
Pihak Kelompok Karya Muda Dukuh Gumuk berserta LPTP dan Aqua Klaten sepakat untuk melakukan konservasi anggrek spesies khusus kawasan Taman Nasional Gunung Merapi.
Salah satu varian anggrek langka yang tumbuh dan dibudidayakan Kelompok Karya Muda adalah spesies Vanda Tricolor.
Konservasi anggrek dilakukan di 5 titik greenhouse yang berukuran 4 meter x 6 meter di Desa Gumuk.
Mereka merawat anggrek selama hampir 2 tahun sebelum dikembalikan ke Taman Nasional Gunung Merapi.
Baca juga: Budidaya Anggrek Merapi dan Kopi Dikembangkan di Lereng Merapi, Potensi Majukan Masyarakat Desa
Tujuh tahun berjalan, Ketua Kelompok Karya Muda, komunitas petani konservasi Dukuh Gumuk, Joko Susanto mengaku sudah ada lebih dari 300-an bunga anggrek spesies tumbuh.
"Konservasi (anggrek) sebenarnya ini untuk mengumpulkan. Sudah ada sekitar 300-400 anggrek yang hidup di sini (Gumuk)," terang Joko Susanto saat ditemui Tribunnews.com pada Kamis (30/11/2023).
Menurut Joko Susanto, pelestarian bunga anggrek di lereng gunung Merapi tak hanya fokus pada peningkatan ekonomi, melainkan keberlanjutan program.
Beberapa inovasi perlu dilakukan demi budidaya dan pelestarian warga Gumuk pada alam tetap berjalan.
"Dulu masih dikelola 10 anggota saja, siapa yang punya anggrek kita kumpulkan. Alhamdulillah sampe sekarang," terang Joko Santoso.
Kini, ia dan rekan sejawat berfokus untuk memperbanyak spesies anggrek hingga menjadi kampung anggrek yang sukses.
"Kita pengennya pembuatan (greenhouse anggrek) lebih banyak. Cita-cita temen-temen itu 'bagaimana kalau nanti jadi kampung anggrek tricolor', seperti Malang," lanjut Joko lagi.
Selain itu, ke depannya greenhouse di desa Gumuk, Mriyan ini diharapkan bisa menawarkan kelompok belajar untuk melihat tanaman endemik Gunung Merapi.
Bahkan Karya Muda juga berniat untuk membuka kelas pembelajaran kultur jaringan bunga anggrek.
Joko merasa, uluran tangan LPTP dan Danone Aqua untuk membuat program konservasi di zona serapan air sangat membantu warga untuk berkembang.
"Paling kerasa, setelah kedatangan Aqua ke sini, dulu desa Mriyan tak pernah dipandang tapi sekarang paling dikenal," lanjut Joko.
Karena tak hanya fokus pada anggrek, kopi Gumuk yang diinisiasi oleh kelompok yang sama-pun ikut mentereng.
"Mriyan, khususnya Gumuk ini dulu dikucilkan. Alhamdulillah dengan kekompakan dan kesolidan warga kita bisa membuat sebuah kegiatan."
"(Sekarang) semua melihat desa Gumuk ini memiliki potensi. Kalau sekarang kita ke Kecamatan 'ndi kopine' (mana kopinya) 'ndi anggrek e' (mana anggreknya) pasti itu. Dulu 'ana opo nek Gumuk' (ada apa di Gumuk)," ujar Joko sambil menirukan pendapat orang-orang.
Kini, selain masyarakat setempat, jejeran pejabat Kota Boyolali pun sudah tertarik untuk mencicipi kopi Gumuk dan singgah ke desa yang terletak di ketinggian 1.360 mdpl tersebut.
Sebagai informasi, program pelestarian anggrek dan pemberdayaan masyarakat di wilayah DAS (Daerah Aliran Sungai) di atas menjadi salah satu komitmen LPTP dan Pabrik Danone Aqua Klaten dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Sebelumnya, Stakeholder Relation Manager Pabrik Aqua Klaten, Rama Zakaria ikut mendeklarasikan bahwa upaya konservasi di Kecamatan Tamansaari Boyolali, khususnya di desa Gumuk menjadi role model alias desa percontohan bagi desa sekitar.
“Deklarasi ini menjadi momen untuk memicu daerah lain untuk melakukan upaya yang sama, kami berharap masyarakat luas bisa mengetahui skema ini, sekaligus memperkuat kolaborasi multi pihak yang ada”, tambah Rama, berdasarkan rilis tertulis Aqua.
Rama Zakaria juga menerangkan, wilayah Dukuh Gumuk, Desa Mriyan ini juga merupakan kawasan penting dan strategis yang menyangkut berjalannya air.
"Semuanya kami lakukan di buffer-nya, di penyangganya. Yang mana Taman Nasional ini memiliki status perlindungan tertinggi di kawasan Indonesia," terang Rama saat dihubungi Tribunnews.com.
"Selain itu, keberadaan buffer atau penyangga Taman Nasional, ini juga menjadi kawasan recharge area, daerah tangkapan air bagian sub DAS Hulu. Jadi kawasan Sub DAS Pusur bagian hulu sebagai daerah tangkapan air," lanjutnya.
"(Dukuh Gumuk) menjadi kawasan yang penting dan strategis untuk keberlanjutan kegiatan ekonomi di tanah dan hilirnya. Sementara kami beroperasi tengah, di hilir ada kawasan petani untuk budidaya pertanian di wilayah Juwiring dan sekitarnya."
"Nah hal ini tidak secara parsial dikelola, harus terintegrasi makanya kita menyebut dengan program Payung Integrated Resource Management atau pengelolaan sumber daya terintergrasi," tegas Rama Zakaria.
Dengan dibentuknya wilayah konservasi anggrek dan kopi, diharapkan akan adanya interaksi positif antara wilayah hulu, DAS Pusur dengan wilayah hilir dan tengah. (*)