Eksistensi Sigaret Kretek Tangan Tak Lekang Oleh Zaman
Sigaret Kretek Tangan masih terus eksis tak lekang oleh zaman di tengah gempuran rokok produksi mesin
Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - "Sangat nyaman bekerja sebagai buruh Sigaret Kretek Tangan (SKT), sudah hampir seperempat abad saya bekerja dengan PT Asia Marko dan berharap terus berlanjut sampai cucu saya banyak."
Itulah harapan sekaligus doa Sulastri (47) yang sudah 24 tahun mengabdikan diri sebagai buruh pabrik rokok berbatasan dengan Sumber, Banjarsari, Surakarta.
Tak kurang suatu apapun, Lastri begitu sapaan karibnya, mengaku sejahtera mendapat segalanya.
Upah mingguan berikut Tunjangan Hari Raya (THR) selalu didapatkan setiap tahunnya untuk menghidupi eyang yang memiliki satu anak cucu ini.
Kepada Tribunnews.com, Lastri mengenang sosok ibunya yang pertama kali mengajaknya menjadi buruh SKT di PT Asia Marko.
Baca juga: Konsumen Kretek Indonesia Lebih Gemari Sigaret SKT Harga Terjangkau
Saat itu, dibutuhkan banyak pekerja SKT karena besarnya permintaan produksi sigaret kretek tangan.
"Selain menyejahterakan, bahkan hingga kini pabrik masih terus membuka lowongan pekerjaan karena saking banyaknya kebutuhan memproduksi sigaret kretek manual dari tangan," ucap dia pada Sabtu (2/12/2023).
Hal ini sesuai dengan kontribusi SKT sebagai segmen yang padat karya terhadap serapan tenaga kerja di sektor formal dan kesejahteraan para tenaga kerja di dalamnya.
Momen perkenalan Lastri dengan melinting rokok tangan terjadi pada 1990-an, belum lama sejak Asia Marko berdiri di pinggir Kota Solo.
Sejak kala itu, ia mempercayakan kehidupannya ke depan untuk bergantung dari upah yang diberikan setiap pekan.
Di sisi lain, kondisi ekonomi keluarganya serba pas-pasan lantaran sang suami merupakan buruh yang tak berbeda jauh dan tak menentu penghasilannya.
Pekerjaan rumahnya tinggal membiayai ketiga anaknya (sulung sudah mentas) yang masih menempuh pendidikan SMA, SMP dan SD.
"Tapi saya percaya, bekerja sebagai buruh SKT hingga ke depan tak akan kekurangan, disyukuri toh sejauh ini bisa sampai menyekolahkan anak-anak," paparnya.
Lastri juga nyaman dengan lingkungan tempatnya bekerja.
Kata dia, rekan kerja bersifat kekeluargaan dan atasan manusiawi pun koperatif.
Sembari berharap, warga Pandeyan, Ngemplak, Boyolali ini ingin jasanya sebagai pelinting rokok terus digunakan hingga ke depan.
"Pokoknya kalau lagi banyak permintaan produksi, penghasilan kita juga banyak. Alhamdulilah itu yang saya suka," terang Lastri.
Perihal kesejahteraan, Asia Marko memang menjunjung tinggi kelangsungan hidup para pekerjanya.
Seluruh program BPJS baik Kesehatan maupun Ketenagakerjaan diberikan. Karyawan juga mendapat subsidi makan siang dalam kesehariannya bekerja.
Kemudian, penghargaan juga tak luput dari perhatian kepada pekerja berprestasi menghasilkan kinerja apik.
Khusus untuk para pegawai tetap, bonus akhir tahun yang dinamai jasa pasti diberikan.
Rekreasi apalagi, setiap tahun perusahaan mengajak seluruh karyawan untuk berwisata sebagai hiburan dan reward untuk pekerja.
Kegiatan tersebut terkahir digelar tahun lalu, perusahaan memilih Puncak Becici di Bantul, DI Yogyakarta sebagai tujuan piknik.
"Karyawan pasti senang, bentuk penghargaan perusahaan dan juga sarana hiburan yang berlangsung setiap tahunnya," ujar Syamsuri, staf PT Asia Marko, Jumat (1/12/2023).
Eksistensi SKT
Syamsuri yang juga Ketua Pimpinan Cabang Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Karanganyar, menguraikan kondisi perusahaan SKT yang berkembang sejauh ini.
Asia Marko, jalasnya, adalah satu dari sekian pabrik rokok SKT yang bertahan dan berkembang pesat di Solo Raya.
Berdiri sejak 1993, Asia Marko tetap eksis mempekerjakan pekerja SKT memproduksi rokok kretek tangan hingga kini berjumlah ratusan.
"Sampai kini masih membutuhkan banyak pekerja SKT. Itu buktinya ada spanduk lowongan di depan (gerbang PT Asia Marko)," katanya seraya menunjuk informasi lowongan pekerjaan buruh SKT.
Ia melanjutkan, kondisi serupa juga dialami oleh pabrik-pabrik rokok di Solo Raya, terutama yang masih mempertahankan produksi SKT.
Pabrik rokok ternama di Kudus (Djarum) dan Kediri (Gudang Garam) bahkan membuka pabrik cabang khusus untuk menghasilkan produk rokok kretek tangan di Solo Raya.
Selain penambahan produksi rokok kretek tangan, kemudahan pencarian tenaga kerja dari para perempuan pelinting di Solo Raya menjadi hal yang diminati pabrik rokok tersebut.
Eksistensi SKT tentunya tak lepas dari langkah untuk Nguri-uri budaya leluhur agar senantiasa lestari sampai nanti.
Pasalnya, cita rasa dan aroma rokok kretek tangan dinilai tak tergantikan oleh rokok apapun, bahkan kedatangan rokok elektrik tak mampu membuat punah.
"SKT nguri-uri produksi zaman dulu, ngelinting kan sejarahnya sejak dulu seperti itu jaman nenek moyang sampai sekarang mempertahankan rasa, itu yang tak akan lekang oleh zaman," paparnya.
Seperti produk yang dipertahankan Asia Marko, hingga kini rokok merk Samudra tetap eksis sebagai kretek tangan yang digandrungi masyarakat di Sumatra, mulai dari Lampung hingga Palembang.
Makmurkan Warga Sekitar
Kisah yang dialami oleh Sulastri di atas dibenarkan oleh Syamsuri. Bahkan juga dialami oleh ratusan buruh lainnya sebagai warga sekitar pabrik yang setia bekerja puluhan tahun bersama.
Bukan tanpa alasan Asia Marko merangkul warga sekitar untuk menjadi pekerja.
Selain keterdekatan lokasi rumah dengan tempatnya bekerja, pabrik bertanggung jawab berkontribusi untuk roda perekonomian lingkungan kawasan perusahaan.
Ia juga menuturkan, keberadaan pabrik-pabrik SKT membuka peluang masyarakat di sekitar untuk berbagai usaha, termasuk perdagangan, penyediaan kos-kosan atau kontrakan, transportasi umum, bisnis kuliner, dan pasar lokal.
Pabrik SKT juga menghasilkan manfaat bagi pemerintah daerah.
Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah untuk terus mendukung pertumbuhan industri sigaret kretek tangan sehingga dapat memberikan kontribusi jangka panjang.
“Saya percaya bahwa industri SKT membutuhkan dukungan penuh dari pemerintah, dalam bentuk kebijakan yang tepat dan mendukung. Kontribusinya sangat besar, dan pemerintah seharusnya dengan sungguh-sungguh memperjuangkan pertumbuhan industri ini serta penciptaan peluang kerja yang lebih luas,” tegasnya.
Dirinya berharap bahwa pemerintah dapat melindungi industri ini dari kenaikan cukai yang berlebihan dengan menjaga tarif cukai tetap stabil.
“Sebenarnya, menurut saya, tidak perlu ada kenaikan cukai setiap tahun untuk SKT. Karena industrinya berskala kecil, ia sangat sensitif terhadap perubahan kebijakan. Kami khawatir bahwa kenaikan cukai yang tinggi dapat meredam pertumbuhan industri ini,” ungkapnya.
Sementara itu, Syamsuri berharap, pemerintah sungguh-sungguh melindungi industri SKT yang padat karya.
Lebih tepatnya mempertimbangkan masalah cukai dan kebijakan lainnya.
Hingga saat ini, belum ada industri lain yang dapat menyerap tenaga kerja sebanyak industri hasil tembakau, khususnya dalam segmen SKT.
“Kami perlu menjaga kinerja dan kelangsungan industri SKT. Dengan dukungan ini, industri ini akan semakin maju dan mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja, serta membantu mengatasi masalah pengangguran. Apalagi, jika tidak dilindungi dengan kebijakan yang tepat, kami khawatir akan nasib para pekerja, terutama para ibu pelinting. Kami berharap pemerintah dapat lebih memperhatikan kesejahteraan pekerja dengan memberikan kemudahan dan insentif yang mendorong kepastian usaha bagi industri SKT,” jelasnya.
Berdasarkan keterangan dari Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), ekosistem pertembakauan menjadi salah satu sektor manufaktur nasional yang strategis dan memiliki keterkaitan luas mulai dari hulu hingga hilir.
Selain itu,berkontribusi besar dan berdampak luas terhadap aspek sosial, ekonomi, maupun pembangunan bangsa Indonesia selama ini
Ekosistem pertembakauan sebagai bagian sejarah bangsa dan budaya Indonesia, khususnya rokok kretek.
Pasalnya, merupakan produk berbasis tembakau dan cengkeh yang menjadi warisan inovasi nenek moyang dan sudah mengakar secara turun temurun.
Ekosistem pertembakauan dalam negeri telah meningkatkan nilai tambah dari bahan baku lokal berupa hasil perkebunan seperti tembakau dan cengkeh.
Di samping itu, dinilai sebagai sektor padat karya dan berorientasi ekspor sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi.
Kementerian Perindustrian mencatat, total tenaga kerja yang diserap oleh sektor industri hasil tembakau (IHT) sebanyak 5,98 juta orang, terdiri dari 4,28 juta adalah pekerja disektor manufaktur dan distribusi, serta sisanya 1,7 juta bekerja di sektor perkebunan (tembakau dan cengkeh).
Adapun sigaret kretek tangan (SKT) merupakan segmen padat karya yang menjadi tumpuan ladang kerja bagi ratusan ribu tenaga kerja. Sektor ini banyak melibatkan pekerja perempuan yang juga mengemban tugas sebagai tulang punggung perekonomian keluarga.
Keberadaan industri SKT dan serapan tenaga kerja formalnya penting bagi para pekerja perempuan ini, yang kebanyakan memiliki latar belakang pendidikan rendah.
SKT dan Multiplier Effect Perekonomian
Berdasarkan Proyeksi Ketenagakerjaan dan Sosial Dunia ILO dalam Tren 2023 (Tren WESO), pertumbuhan lapangan kerja global hanya akan sebesar 1 persen pada 2023, kurang dari setengah pertumbuhan pada 2022.
Sedangkan di Indonesia sendiri, ketersediaan lapangan kerja juga merupakan isu yang pelik.
Keberadaan SKT memiliki peran penting dengan serapan tenaga kerjanya yang signifikan.
Para pekerja SKT didominasi oleh perempuan-perempuan yang mayoritas mengemban peran ganda sebagai tulang punggung keluarga. 97% pekerja SKT adalah para perempuan yang mampu meningkatkan kesejahteraan keluarganya, berhasil menyekolahkan anak-anaknya dan keberadaan pabrik SKT memberikan multiplier effect ekonomi di lingkungan masyarakat.
Produksi SKT memang memerlukan ketrampilan dan kerajinan serta kesabaran dalam proses pembuatannya dan syarat ini cocok untuk kaum perempuan.
Kinerja yang lebih teliti, rapi, mudah diatur, serta cepat dalam produksi menjadi pertimbangan perekrutan tenaga kerja perempuan di SKT.
Tidak hanya memberdayakan pekerjanya, kehadiran industri SKT juga turut memberikan efek ganda bagi perekonomian lokal di sekitar area pabrik. Misalnya warung makanan dan minuman, toko kelontong, angkutan umum, dan sebagainya.
SKT adalah sektor padat karya yang menumbuhkan perekonomian daerah dengan menjadi mata rantai yang saling bergantung.
Oleh karena itu, terganggunya kehidupan SKT pasti akan berdampak pada sektor penunjang lainnya.
Kita dapat melihat beberapa daerah dengan keberadaan SKT yang memberikan multiplier effect ekonomi, di antaranya: Jawa Tengah (Kab. Kudus, Kabupaten Klaten, dan lainnya); Jawa Timur (Kota Surabaya, Kab. Kediri, Kab. Malang, Kabupaten Mojokerto, dan lainnya.
Kemudian, DI Yogyakarta (Kab. Sleman, Kab. Bantul, dan lainnya ; Jawa Barat (Kab. Majalengka, Kab. Cirebon)
Eksistensi industri SKT dan pekerjanya yang ada saat ini perlu dilindungi melalui kebijakan yang berpihak pada keberlanjutan industri yang padat karya serta peningkatan kualitas dan kesejahteraan pekerjanya.
(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.