6 Siswa SMPN 2 Greged Cirebon Luka-luka Kejatuhan Atap Kelas, Pengamat Pendidikan: Bukan Soal Sepele
Peristiwa ambruknya atap ruang kelas dan ruang guru di SMPN 2 Greged, Desa Sindang Kempeng, Kecamatan Greged, Kabupaten Cirebon pada 12 Januari 2024.
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peristiwa ambruknya atap ruang kelas dan ruang guru di SMPN 2 Greged, Desa Sindang Kempeng, Kecamatan Greged, Kabupaten Cirebon pada 12 Januari 2024 lalu menjadi pengingat akan pentingnya standardisasi bangunan gedung sekolah.
Pengamat kebijakan pendidikan yang juga merupakan Guru Besar di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof. Dr. Cecep Darmawan mengatakan, peristiwa ambruknya gedung sekolah yang terus terulang harus ditanggapi dengan serius karena dapat menghambat perkembangan dunia pendidikan di Tanah Air.
“Jika ada kejadian itu (sekolah ambruk) artinya pemerintah tidak serius menangani soal pendidikan. Seharusnya ada standarisasi (pembangunan/renovasi sekolah) karena inikan menyangkut keselamatan anak didik. Jadi bukan persoalan sepele," terang Cecep dalam keterangan tertulisnya pada Kamis (18/1/2024).
Siswa SMPN 2 Greged mendapatkan perawatan pasca ambruknya atap ruang kelas dan ruang guru di SMPN 2 Greged, Desa Sindang Kempeng, Kecamatan Greged, Kabupaten Cirebon pada 12 Januari 2024 (Istimewa)
"Ini lah salah satu yang menyebabkan dunia pendidikan kita tidak maju-maju. Karena fasilitas pendidikan tidak bisa menciptakan rasa aman, nyaman dan terbebas dari insiden-insiden yang bisa mencelakai anak didik,” terang Cecep dalam keterangan tertulisnya pada Kamis (18/1/2024).
Cecep menerangkan, ada 8 standar dalam pendidikan nasional yang salah satunya adalah standar fasilitas, sarana dan prasarana.
Ia menyebut, standardisasi sarana dan prasarana ini bukan hanya terpaku pada ukuran, tapi juga pada kualitasnya.
Untuk itu, menurutnya sangat penting dalam pembangunan dan renovasi bangunan sekolah menggunakan material bangunan yang memiliki Standar (SNI).
“Pemerintah harus mengevaluasi regulasinya. Karena pendidikan kewenangannya itu concurrent atau kewenangannya berbagi. Mana kewenangan pusat mana kewenangan daerah. Jadi kalau SD SMP itu kewenangannya kabupaten kota. Tapi yang harus diingat ada NSPK (Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria)," ungkap Cecep.
"NSPK ini yang menentukan pemerintah pusat. Jadi pemerintah harus melihat kembali standarisasi gedung-gedung sekolah. Jangan sampai dibawah standar. Dengan kata lain pemerintah pusat atas kasus ambruknya gedung sekolah itu harus turun tangan,” bebernya.
Dalam insiden ambruknya atap gedung sekolah yang menggunakan rangka baja ringan yang diduga tidak berstandar SNI di SMPN 2 Greged, Cecep menilai, pihak berwenang seperti Pemerintah Daerah dan Kepolisian harus turun tangan melakukan penyelidikan dan audit secara menyeluruh guna mengetahui penyebab pasti insiden tersebut.
Apalagi diketahui, atap bangunan yang ambruk tersebut ternyata baru direnovasi 1 tahun yang lalu.
“Makanya saya katakan polisi harus turun. Untuk memastikan bahwa material yang dipakai harus memenuhi standar. Kalau dibawah standar itu pasti ada pelanggaran. Karena itu, pemerintah kalau belum mewajibkan SNI untuk material bangunan seperti baja ringan contohnya, pemerintah juga salah. SNI itu harus menjadi kewajiban karena itu menyangkut keselamatan," ungkap Cecep.
"Karena itu, kejadian ini harus jadi evaluasi bagaimana standarisasi gedung, termasuk materialnya, misalnya baja ringannya wajib sudah berstandar SNI. Yang kedua tetap harus diusut polisi itu dan dilakukan audit bagi gedung yang lain setiap tahunnya. Baik yang sudah dibangun atau yang akan dibangun. Dan ini harus dibuka kepada publik, karena ini merupakan bagian dari penguatan dunia pendidikan,” jelasnya.
Selain masalah standar bangunan, poin penting lain yang menjadi sorotan Cecep adalah terkait dampak yang harus diterima pada 6 anak didik yang menjadi korban dalam insiden tersebut.
Cecep menilai, pemerintah daerah harus bertanggung jawab kepada para korban.
Cedera fisik dan trauma yang dialami para korban menurutnya harus ditanggulangi sehingga tidak sampai mempengaruhi masa depan mereka.
Cecep juga meminta agar Pemerintah Daerah memberikan kompensasi kepada para korban.
“Jadi kalau di sekolah itu korban yang trauma akan terus melihat atap sehingga tidak konsentrasi dan akan mengganggu kesuksesan anak di masa depan. Ini yang berat, makanya harus ada tanggung jawabnya karena ini terjadi di layanan publik. Kalau bisa beri santunan mereka. Bukan kalau bisa, tapi harus, wajib. Karena mereka itu korban. Siapa yang harus tanggung jawab? Pemerintah daerah, Disdik dalam hal ini. Gedung sekolah, jalan raya, jembatan kalau menyebabkan kecelakaan juga kan harus ada yang tanggung jawab. Ada unsur pidananya. Karena ada kelalaian pemeliharaan, kelalaian mengaudit gedung. Seharusnya gedung sekolah itu diaudit setiap tahun,” terang Cecep.
“Bikin sekolah jangan kaleng-kaleng. Kalau kita ingin berkomitmen meningkatkan mutu pendidikan kita. Jangan sampailah di sekolah itu nantinya diajarkan mitigasi untuk mengantisipasi insiden atap ambruk,” tutup Cecep.
Sebelumnya, Kepala Sekolah SMPN 2 Greged, Heriyanto menerangkan,2 ruang yang atapnya ambruk baru direnovasi pada Oktober 2022 silam dan baru digunakan untuk kegiatan belajar mengajar pada Juni 2023 lalu karena kelas lain yang kondisinya juga sudah rusak parah.
Saat kejadian, ruang guru sudah dikosongkan karena sebelumnya sudah terdengar suara tanda akan ambruk.
Namun di ruang kelas yang sedang digunakan siswa kelas 7, kegiatan KBM masih berlangsung. Ada 32 murid yang tengah belajar saat itu. Atap bangunan yang tiba-tiba ambruk akhirnya melukai 6 siswa.
“Sebagian siswa yang luka hari ini sudah ada yang masuk sekolah. Tapi sebagian masih ada yang belum masuk. Katanya masih trauma,” terang Heriyanto.
Heriyanto berharap, ke depan renovasi yang dilakukan harus lebih mengutamakan keselamatan para siswanya.
Untuk itu, dirinya dibantu pihak komite sekolah juga berjanji akan mengawasi proses renovasi yang akan dilakukan setelah Dinas Pendidikan setempat melakukan penyelidikan terkait penyebab pasti insiden tersebut.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Cirebon, Roniato sebelumnya menduga, ambruknya atap ruangan kelas dan guru di SMPN 2 Greged akibat material bangunan yang tidak sesuai.
“Dugaan kami penyebabnya adalah karena kontruksinya memakai baja ringan tapi gentengnya memakai genteng beton. Sehingga bebannya tidak sebanding,” kata Roniato.
Roniato menilai jika kontruksi bangunan memakai baja ringan, maka gentengnya seharusnya menggunakan genteng berbahan metal sehingga bebannya tidak terlalu berat.
Baca juga: Sabrina Chairunnisa Ceritakan Detik-detik Rumahnya Tersambar Petir: Atap Ambruk, Mobil Penyok
Roniato mengatakan, bangunan ruang kelas yang ambruk sebenarnya baru direnovasi pada beberapa tahun lalu.
Oleh karenanya, ia juga menyayangkan adanya kejadian tersebut. Namun begitu, untuk memastikan penyebab utama yang mengakibatkan ambruknya atap ruang kelas SMP Negeri 2 Greged tersebut, Disdik Kabupaten Cirebon akan berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait.
“Kita belum tahu (penyebab utamanya). Mungkin nanti para ahli yang akan melihatnya seperti apa,” tutupnya.
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Atap SMPN 2 Greged Ambruk Lukai 6 Siswa, Guru Besar UPI Ingatkan Pentingnya Standardisasi Gedung