Rute Kirab Pusaka 1 Suro di Keraton Kasunanan Surakarta Tahun 2024
Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat akan mengadakan Kirab Pusaka 1 Suro. Berikut adalah rutenya.
Penulis: Widya Lisfianti
Editor: Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.COM - Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat akan mengadakan Kirab Pusaka 1 Suro pada Minggu Kliwon (malam Senin Legi), 7 Juli 2024 pukul 23.59 WIB - Selesai di Solo, Jawa Tengah.
Acara ini dilakukan untuk memperingati tahun baru Islam yang jatuh pada 1 Muharram.
Berikut adalah rute Kirab Pusaka 1 Suro tahun 2024 di Keraton Surakarta, dikutip dari akun Instagram @pemkot_solo.
Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat ke utara melalui Supit Urang - Jl. Pakoe Boewono (Gapura Gladhag) ke utara menuju Jl. Jenderal Sudirman - ke timur melalui Jl. Mayor Kusmanto - ke selatan melalui Jl. Kapten Mulyadi - ke barat melalui Jl. Veteran - ke utara melalui JI. Yos Sudarso - ke timur melalui Jl. Brigjend Slamet Riyadi - ke selatan melalui Jl. Pakoe Boewono - kembali ke Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Nantinya, semua peserta kirab malam Satu Suro mengenakan pakaian berwarna hitam.
Peserta pria mengenakan busana adat Jawa berwarna hitam atau busana Jawi jangkep.
Sementara itu, peserta wanita mengenakan kebaya berwarna hitam.
Barisan kebo bule beserta pawangnya berada di barisan paling depan.
Kemudian, diikuti oleh barisan abdi dalem, putra-putri raja, dan kerabat Keraton Solo yang membawa sepuluh pusaka keraton.
Khusus selama prosesi kirab berlangsung, baik abdi dalem maupun peserta umum dilarang untuk berbicara, makan, minum, ataupun bersenda gurau.
Hal ini bertujuan untuk menjaga kesakralan dan konsentrasi dalam merayakan momen bersejarah ini.
Baca juga: Sejarah Kebo Bule pada Kirab Pusaka 1 Suro di Solo dan Maknanya
Tentang Kebo Bule
Biasanya, saat kirab, pihak Keraton Surakarta akan menampilkan Kerbau Bule atau di Jawa lebih familiar dengan sebutan Kebo Bule.
Disebut kebo bule lantaran warna kulit hewan tersebut warnanya putih agak kemerah-merahan.
Hal ini mirip dengan warna kulit orang bule (turis mancanegara).
Tidak seperti warna kulit kebo pada umumnya, mayoritas berwarna abu-abu gelap.
Kebo Bule tersebut dipercaya membawa berkah dan keselamatan dari Yang Maha Kuasa.
Sehingga kemunculannya selalu dinantikan para warga.
Dikutip dari laman Pemerintah Kota Surakarta, kebo bule yang digunakan harus berasal dari keturunan kebo bule Kyai Slamet.
Diketahui, kebo bule Kyai Slamet bukanlah hewan sembarangan.
Pasalnya, ini adalah hewan kesayangan Paku Buwono II, sejak beliau masih berkuasa di Keraton Kartasura.
Sebagai tambahan informasi, Sri Susuhunan Pakubuwana II adalah Susuhunan Mataram kesembilan yang memerintah tahun 1726–1742 dan menjadi Susuhunan Surakarta yang memerintah tahun 1745–1749.
Dahulu, Kebo Bule merupakan pemberian dari Bupati Ponorogo, Kyai Hasan Besari Tegalsari, sebagai hadiah kepada kerajaan yang kala itu mengetahui bahwa Pakubuwono II berhasil merebut kembali Keraton Kartasura dari tangan pemberontak Pecinan.
Nama Kyai Slamet sendiri sebenarnya merupakan nama dari salah satu pusaka berbentuk tombak milik Keraton Kasunanan yang sering dibawa berkeliling tembok Baluwarti setiap hari Selasa dan Jumat Kliwon oleh Pakubuwono X di mana Kebo Bule selalu mengikuti di belakang.
Sri Susuhunan Pakubuwana X adalah susuhunan Kesunanan Surakarta yang memerintah pada tahun 1893-1939.
Karena Kebo Bule selalu membersamai saat tradisi ini dilakukan, kebo ini kemudian identik dengan sebutan Kebo Bule Kyai Slamet karena ikut berjalan beriringan di belakang tombak Kyai Slamet.
Pemberian kerbau ini dimaksudkan sebagai pengawal dari tombak Kyai Slamet tadi.
Kebo bule juga memiliki makna tersendiri, yaitu sebagai lambang rakyat kecil utamanya kaum petani dan simbol penolak bala karena kerbau dipercaya memiliki kepekaan dalam mengusir roh jahat dan atau mampu menghilangkan niatan buruk.
Selain itu, meski kerbau identik dengan hewan bodoh justru inilah yang dijadikan sebagai pengingat bahwa sebagai manusia yang berakal budi haruslah menjadi manusia yang pintar dan jangan sampai bertindak serta berpikir bodoh selayaknya kerbau.
Kebo Kyai Slamet pun berkembangbiak dan menghasilkan banyak keturunan.
Sekarang, keberadaan kebo bule dijaga dan dirawat dengan baik dalam kandang yang diletakkan di Alun-alun Kidul.
Hingga kini, saat keraton mengadakan kirab pada malam 1 Sura, kebo-kebo bule tersebut masih digunakan sebagai cucuk lampah.
Ritual berlangsung tengah malam dan tepat pukul 00.00 WIB, kebo Kyai Slamet akan dikeluarkan dari kandangnya.
Tetapi, ini juga melihat kondisi dari kebo Kyai Slamet.
Karena, terkadang kebo baru keluar dari kandang selepas pukul 01.00 WIB.
Dalam acara ini, sangat tergantung pada kebo Kyai Slamet.
Karena, kirab pusaka belum bisa dilakukan jika kebo belum keluar dari kandangnya.
(Tribunnews.com, Widya)