Puja Puji Susno Duadji untuk Hakim Eman Sulaeman: Hebat! Tak Terpengaruh Tekanan Uang dan Kekuasaan
Susno Duadji memberi pujian kepada Hakim Eman Sulaeman yang tegas mengabulkan gugatan praperadilan Pegi Setiawan di Pengadilan Negeri Bandung.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Bandung, Eman Sulaeman mengambulkan permohonan gugatan praperadilan terhadap tersangka kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon tahun 2016, Pegi Setiawan.
Hakim Eman menilai tidak ditemukan bukti satu pun bahwa Pegi alias Perong pernah dilakukan pemeriksaan sebagai calon tersangka oleh Polda Jawa Barat.
Menanggapi putusan itu, Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen (Purn) Susno Duadji memberi pujian kepada Hakim Eman Sulaeman yang tegas mengabulkan gugatan pra peradilan Pegi Setiawan di Pengadilan Negeri Bandung, Senin (8/7).
Menurutnya, hakim tunggal Eman Sulaeman berani mengubah paradigma bahwa orang hukum tumpul ke atas tapi tajam kebawah.
Hal itu disampaikan Susno Duadji saat sesi wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di studio Tribunnews, Palmerah, Jakarta, Senin (8/7).
“Itu ternyata sudah dijungkir balikan oleh Hakim Eman Sulaeman di Pengadilan Negeri Bandung pada hari ini jam 9 lewat tadi. Hebat,” kata Susno.
Susno memandang hakim seperti Eman Sulaeman yang harus dipromosikan bukan seperti hakim-hakim yang mengadili pada tingkat pertama untuk perkara ini.
“Nah hebatnya beliau punya integritas tidak terpengaruh tekanan, baik tekanan media, tidak terpengaruh tekanan instansi, tidak terpengaruh tekanan duit, dan tidak terpengaruh tekanan kekuasaan,” imbuhnya.
Baca juga: Hakim Eman Sulaeman Kebanggaan Warga Karawang Dipuji Warganet dan Susno Duadji Usai Bebaskan Pegi
Keputusan Hakim Eman Sulaeman, menurut Susno, sudah sesuai harapan masyarakat di mana Pegi Setiawan bukan tersangka yang sebenarnya.
Dia memandang sebanyak 99 persen daripada citizen berpihak kepada Pegi, untung saja berpihak dalam arti kebenaran.
“Kita tidak mau pajak kita diambil, saya bayar pajak loh, diambil untuk gaji-gaji hakim yang gak beres itu. Kalau Hakim Sulaeman saya hormat,” ucap Susno.
Sebelumnya, permohonan gugatan praperadilan tersangka kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon tahun 2016, Pegi Setiawan dikabulkan Pengadilan Negeri Bandung.
Hakim Tunggal, Eman Sulaeman dalam putusannya menilai tidak ditemukan bukti satu pun bahwa Pegi alias Perong pernah dilakukan pemeriksaan sebagai calon tersangka oleh Polda Jawa Barat
“Atas dasar itulah penetapan tersangka atas pemohon haruslah dinyatkan tidak sah dan batal demi hukum,” ujar Eman di PN Bandung, Senin.
“Berdasarkan pertimbangan di atas, alasan permohonan praperadilan harusnya beralasan dan patut dikabulkan. Dengan demikian petitum pada praperadilan pemohon secara hukun daapt dikabulkan untuk seluruhnya,” tambah Eman.
Baca juga: Eman Sulaeman Sedari Kecil Bercita-cita Jadi Hakim, Sosoknya Dikenal Idealis dan Pendiriannya Teguh
Sebelumnya diberitakan, Pegi melayangkan gugatan praperadilan atas penetapan sebagai tersangka oleh Polda Jabar dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky asal Cirebon pada 2016.
Gugatan praperadilan Pegi yang diajukan pada 11 Juni 2024 itu terdaftar dengan nomor 10/Pid.Pra/2024/PN Bandung.
Susno menambahkan, bahwa proses penyidikan seharusnya bisa dilakukan oleh penyidik dengan mudah terhadap calon tersangka. Dimana, barang bukti, sidik jadi pelaku serta saksi di tempat kejadian perkara.
Lalu, mencocokan seluruh temuan penyidik terhadap kasus yang tengah ditangani.
“Sebenarnya itu pekerjaan yang very-very simple, iya kalau sudah error in persona udah semuanya yang lainnya kan sudah gugur semua. Salah tangkap tidak cukup bukti, salah sita, salah apa-apa ini dari lembar DPO inilah yang akan menggugurkan semua itu,” ujar Susno.
Susno juga bicara peluang kasus pembunuhan Vina dan Eki bisa saja kembali dibuka, karena masih ada barang bukti berupa 6 HP dan rekaman CCTV.
Namun, dia menyesalkan bahwa barang bukti itu tidak dibuka secara transparan.
Dia pun memberikan catatan, bahwa jika kasus ini dibuka kembali tidak bisa menempatkan Pegi Setiawan sebagai calon tersangka kembali.
“Masih ada 2 alat bukti scientific yang saya tidak tahu dimana tempatnya sekarang kan dikeluar di pengadilan kan, ada 6 HP, ada CCTV, kenapa tidak dibuka, mudah-mudahan belum dimakan rayap ya. Kalau sudah dimakan rayap ya sudah atau sudah direndam kopi minum atau ketumpahan kopi, kita nggak tau. Ngapain disayang-sayang, buka lah,” kata dia.
Dia juga mendorong adanya evaluasi terkait proses penyidikan yang telah dilakukan oleh Polda Jawa Barat. Termasuk, mendorong Kompolnas melakukan evaluasi terhadap kerja-kerja kepolisian.
Berikut petikan wawancara dengan Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen (Purn) Susno Duadji bersama Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra terkait putusan pra pradilan Pegi Setiawan di PN Bandung:
Hakim pengadilan negeri Bandung yang berani menjatuhkan putusan pra-peradilan yang mengabulkan seluruh permohonan dari Pegi Setiawan melalui kuasa hukumnya. Menurut Pak Susno gimana?
Satu, pertama kita salut ya, luar biasa bahwa yang dinyatakan orang hukum tumpul kebawah, tumpul keatas, tajam kebawah itu ternyata sudah dijungkir balikan oleh Hakim Eman Sulaiman di pengadilan negeri Bandung pada hari ini jam 9 lewat berapa tadi. Hebat.
Nah hebatnya dia punya integritas tidak terpengaruh tekanan, baik tekanan media, tidak terpengaruh tekanan instansi, tidak terpengaruh tekanan duit, dan tidak terpengaruh tekanan kekuasaan. Nah, Hakim-Hakim seperti inilah yang harus dipromosikan bukan seperti Hakim-Hakim yang mengadili pada tingkat pertama untuk perkara ini, itu harus dicari, dimana Hakim-Hakim pengadilan negeri Cirebon, pengadilan tinggi Jawa Barat yang banding, kemudian kasasinya siapa. Kita tidak mau pajak kita diambil, saya bayar pajak loh, diambil untuk gaji-gaji Hakim yang gak beres itu.
Kalau Hakim Sulaiman saya hormat.
Pak Susno, tadi Pak Susno bilang bahwa Hakim Eman Sulaiman mampu mengatasi tekanan. Pak Susno, dalam pengetahuan Pak Susno emang polisi punya kebiasaan melakukan tekanan pada Hakim ketika memeriksa perkara untuk kepentingan?
Saya katakan berbagai tekanan, tekanan media, kalau dia salah menerjemahkan tekanan media dia anggap tekanan media negatif, 99 persen daripada citizen dan netizen itu berpihak kepada Pegi, untung saja berpihaknya itu pada kebenaran.
Nah, jadi kemudian polisi jelas akan berpengaruh, dia berpengaruhnya akan berenang kan dengan segala macam dalihnya dan sebagainya. Tapi itu semua ditepis oleh dia. Nah, saya tidak tahu apakah tekanan money ada atau enggak kita enggak tahu kan tapi terlepas dari itu semua bahwa dia bebas dari tekanan sesuai dengan janjinya, saya tidak berkepentingan kepada pihak manapun juga artinya dia hanya berkepentingan pada kebenaran dan keadilan dan akan memutus yang sebaik-baiknya. Nah ini putusannya, tidak menimbulkan kegaduhan, bagus.
Pak Susno ini kan Pegi atau kuasa hukumnya mendalilkan error in persona artinya dia mengatakan aku ini bukan orang yang tahu-menahu soal masalah ini. Tapi bagaimana ya, Pak Susno yang pernah jadi polisi penyidik bisa mengarahkan pada sesuatu yang orang tidak tahu. Misalkan Pak Susno enggak tahu-menahu tiba-tiba ditangkap lalu diminta, dipaksa untuk mengakui bahkan waktu pertama kali di jumpa pers, Pegi Setiawan sudah mengatakan aku ini bukan orang yang bagaimana Pak, pengalaman Pak Susno?
Ini jelas ke delapan dalil yang diajukan oleh penggugat semua dikabulkan, tak ada satupun yang ditolak ataupun tak ada yang setengah diterima, setengah ditolak. Kita mulai error in persona ini sebenarnya suatu hal yang sangat gampang-gampang, super gampang. Penyidik polsek pun pun tahu caranya apa? Kenapa DPO, DPO yang buat polisi, saya kan biasa buat DPO sejak saya kapolsek sampai dengan saya jadi kabareskrim, soalnya DPO, dan DPO ini diedarkan ke seluruh kepolisian di Indonesia.
Kalau orang ini dikhawatirkan lari keluar negeri DPO ini diedarkan juga ke seluruh dunia lewat interpol. Format DPO itu sama paling atas itu nama, kemudian tempat tanggal lahir, alamat, pekerjaan kalau di Indonesia ada agama agama, kemudian nama orang tua, ciri-ciri dan lain sebagainya rumus sidik jari kalau ada, dan ditempel foto, oke.
Sekarang orangnya ditangkap yang ditugas ini tinggal cocokkan aja, antara ini dengan ini yang ngomong jangan polisi yang disuruh ngomong kertas ini, nama kamu siapa? Peggy Setiawan, loh kok disini Pegi alias kamu siapa? Nah, Togok, loh. Tanggal lahir kamu dimana? Rumus sidik jari kamu, cocokkan dengan ini kalau ini sudah gak cocok, ngapain ngotot.
Sebenarnya itu pekerjaan yang very-very simple, iya kalau sudah error in persona udah semuanya yang lainnya kan sudah gugur semua. Salah tangkap tidak cukup bukti, salah sita, salah apa-apa ini dari lembar DPO inilah yang akan menggugurkan semua itu.
Pak Susno ada pendapat hakim tadi yang mengatakan seharusnya sebelum menetapkan sebagai tersangka menangkap dia, dipanggil ditanya dulu, diperiksa dulu sebagai calon tersangka. Lalu juga memperhatikan apa keterangan dia termasuk alibi, bener gak itu Pak?
Iya, itu sangat-sangat benar tapi apapun juga manakala sudah keliru orang, yang ini sudah salah semua. Nah, supaya tidak itu, ini kan untuk menentukan kalau yang ini kan untuk menentukan subjeknya benar atau enggak, karena dalam hukum pidana harus ada subjek, pelaku.
Yang ini baru menunjuk kalau pelakunya betul ini, baru ke apakah cara menangkapnya ini benar, cara menahannya benar, cara menyinta benar ini tersangkut hal-hal yang formal.
Lalu berikutnya baru prosedur lagi apakah kamu telah memeriksa dia sebelumnya, apakah kamu telah ini, telah ini karena dia bukan tertangkap tangan, 8 tahun yang lalu peristiwanya baru ditangkap sekarang.
Makanya panggil periksa, ternyata tidak pernah dipanggil tidak pernah diperiksa. Kemudian setelah itu masukkan dalam datar DPO. Nah, kalau sudah dipanggil dan diperiksa nah, ini tidak pernah ketangkap orangnya, baru diperiksa dulu, setelah diperiksa, ternyata betul semua alat buktinya lengkap, baru tentukan jadi tersangka, kan begitu.
Peraturan itu dibuat dimana? Peraturan Kapolri, kan kemudian dasarnya dari mana? Ada putusan MK dan sebagainya. Nah, ini dilanggar semua. Nggak apa-apa ini sesuatu hal yang bagus untuk institusi saya, saya ini Polri artinya, tidak mesti bahwa sesuatu itu baik dengan cara memuji-muji dengan cara membenarkan sesuatu yang salah ya disampaikan lah ini begini, ini begini, ini begini untuk perbaikan dan ingat ini, yang kalah bukan Polri, yang kalah itu adalah ketidakbenaran dan ketidakadilan yang menang siapa? Kebenaran.
Nah jadi Polri harus senang, kenapa senang? Alhamdulillah institusi saya tidak dijerumuskan karena pujian, tidak dijerumuskan karena pengakuan terhadap sesuatu yang salah, nah begitu nah next, untuk kedepan mari kita perbaiki ke dalam, apa kelemahan kita sampai terjadi begini.
Pak Susno, dalam pengalaman dan pengetahuan Pak Susno situasi ini terjadi apa karena target Pak, jadi para penyidik itu mengejar target, supaya cepat supaya gampang atau gimana?
Saya tidak tahu mengapa ya, yang jelas mereka sudah mengabaikan kaedah-kaedah penyidikan. Kaedah penyidikan itu jelas sekali apa itu penyidikan, upaya yang dilakukan oleh penyidik untuk apa, untuk membuat terang suatu peristiwa. Kan peristiwanya ada ditemukan dua jenazah, itu peristiwanya. Kemudian membuat terang apakah ini pidana, apa bukan.
Oh ini pidana setelah tahu pidana, mencari pelakunya dengan mengumpulkan alat bukti, bukan cari pelakunya dulu baru alat buktinya dicari oh, nggak kebalik ya.
Jadi kumpulin alat bukti dulu baru tentukan apakah ya?
Dari mana mengumpulkan alat bukti, dalam pelajaran yang paling mendasar untuk penyidik itu ada yang namanya tringel evidence, segitiga pembuktian. Di TKP, tersangka, kemudian barang bukti. Oh ada CCTV, oh ada HP, oh ada sepeda motor, ada darah, ada baju dan mungkin ada batu atau ada apa, dari situlah dia akan berbicara, dari mana diambil sidik jari, diambil laboratorium darah, kalau dicurigai, diperkosa kemudian darahnya masih kurang l, kuat diminta DNA. DNA nggak mahal kok sekarang 5 jutaan udah bisa DNA.
Kemudian CCTV-nya diungkap telponnya diungkap dari situ oh pelakunya ini, ambil baru diperiksa yang lain, jangan terlalu percaya sama omongan saksi. Kenapa? Saksi itu kita ini berapa di ruangan ini, terus 100 bisa bohong kok, kita katakan tribun punya studio baru apa warna dindingnya, hijau padahal putih.
Sampai di luar kita berseratus disini, mengatakan hijau, apakah kita benar? Salah kan. Kita bersepakat dalam kebohongan tapi kalau ada bukti, rekaman ini dibawa di luar ternyata putih. Seribu orang tadi udah bohong, taruh lah seribu orang ada 5 orang yang mengatakan putih, seribu mengatakan hijau jangan percaya pada yang banyak, yang 5 tadi ada alat bukti pendukung.
Nah makanya itulah perlunya Scientific Evidence didapatkan dengan Scientific Crime Investigation.
Jadi 3 angle evidence di situ cari alat buktinya. Nah ini tidak diambil semua bajunya tidak diambil darahnya bagaimana kemudian darah TKP tidak diambil, sperma tidak diambil, CCTV diambil tapi tidak dibuka. Kan dalam sidang kan ada CCTV, saya katakan, kenapa CCTV sampai hari ini tidak dibuka, oh tidak ada karena tidak ada ahli di Cirebon, kan ada Bandung. Oh Bandung tidak ada, ada Jakarta Jakarta tidak ada, ada Internasional di mana pabriknya.
HP itu pun tidak dibuka sampai hari ini. Nah itu apakah cara pilih yang profesional?
Pak Susno ini kan kemudian menjadi kabur semua apalagi yang dibebaskan, kalau menurut Pak Susno sarannya untuk mengungkap kasus Vina dan Egi masih mungkin gak Pak dibuka?
Masih ada dua alat bukti scientific yang saya tidak tahu dimana tempatnya sekarang kan dikeluar di pengadilan kan, ada enam HP, ada CCTV. Kenapa tidak dibuka, mudah-mudahan belum dimakan rayap ya. Kalau sudah dimakan rayap ya sudah atau sudah direndam kopi minum atau ketumpahan kopi, kita ga tau. Ngapain disayang-sayang buka lah.
Jadi sebenarnya kalau dua alat bukti atau barang bukti ini masih ada kasus ini masih bisa terbuka ya?
Ya insyaallah kalau ini ada tapi gak tahu kalau 2 ini ada sudah disiram air kopi ya gak bisa juga. Nah sekarang mengapa terjadi begini nah terjadi begini ini terjadi apa namanya obstruction of justice yang dilakukan oleh siapa, oleh penyidik. Jadi terbalik kalau misalnya penyidik mengatakan kan sekarang lagi memeriksa obstruction of justice yang dilakukan oleh siapa, oleh para keluarga-keluarga terdakwa kan. Sedang dipanggil penyidik, ya bukan. Justru dia sendiri kok.
Dimana obstructionnya, itu si Rohiana nangkap dan memeriksa padahal bukan tertangkap tangan salah prosedur obstruction itu namanya. CCTV tidak dibuka apa dihilangkan apakah obstruction.
Nah tadi jelas putusan pengadilan, salah prosedur, salah prosedur namanya kan tidak dipanggil dulu tidak diperiksa dulu, tidak diapakan dulu apakah itu tidak obstruction? Ya itu pahit untuk kita tapi kalau kita betul mau berbenah itu bagus. Tinggal mau berbenah apa enggak gitu aja.
Baca juga: Setelah Disebut Sesat oleh Susno Duadji, Kini TPF Vina Bentukan Elza Syarief Disebut Cari Panggung
Pak Susno kalau terkait dengan ini sebagai evaluasi apakah perlu misalkan propam lalu kemudian pengawas eksternal maupun internal untuk menelusuri ini, lalu kemudian kalau memang betul ditemukan adanya obstruction of justice lalu kemudian ada SOP yang dilanggar memberikan?
Untuk semua bangsa Indonesia termasuk untuk pengawas luar ya Kompolnas, kompolnas bagus sekali untuk koreksi tadi kalau tidak salah Kompolnas yang dalamnya berkali-kali Kompolnas ngomong, kami telah turun telah tanya ke Polda telah sesuai prosedur, terbongkar kan nggak sesuai prosedur nggak dipanggil dulu, nggak diperiksa dulu, nggak diapa-apain dulu, mana Kompolnas? Halo.
Kenapa itu, jadi Kompolnas harus koreksi, jangan jadi jubir gitu. Bukan aku yang ngomong ya kalau Susno yang ngomong bahwa ini nggak benar, saya yang salah, ini katanya hakim putusan hakim , hakim sudah meriksa semuanya lalu diperiksa, ternyata tidak sesuai prosedur, kata Kompolnas sudah sesuai prosedur. Ya koreksi jadi Kompolnas perlu berbenah juga.
Ini mirip kasus Sambo ya ketika Kompolnas bisa disuruh bicara ternyata salah gitu ya?
Lebih bagus diam kalau nggak tahu, tapi kalau tahu boleh. Jangan langsung gini-gini, nggak, karena saya polisi ya Pak saya yang polisi karatan di polisi, 36 tahun saya kalau polisi, dijerumuskan saya nggak, dengan dipuji-puji sudah sesuai dan sebagainya, ternyata nggak sesuai ini jerumuskan polisi, jerumuskan saya. Malunya bukan main saya. Jadi hati-hati lah Kompolnas jangan asal-asalan.
Saya katakan juga, jadi artinya untuk lembaga-lembaga di negeri ini, ini pengalaman yang bagus, jangan apalagi berada pada fungsi untuk pengawasan, jangan menjadi pembenar, pengawas, pengawas itu periksa sesuai, kalau nggak tahu bilang nggak tahu.
Kalau menurut Pak Susno, ini Propam perlu ikut nggak?
Kan sudah ikut sudah ikut dan meriksa sudah mengadakan examination 2016 yang sekarang kan nggak salah kan statementnya, sudah ada pengawas dari dalam, Propam, Irwasum, apalagi Wasdik, terus dari luarnya Kompolnas yaudah mari, jangan hanya mengoreksi polisi aja, saya tidak mau hanya dikoreksi polisi aja, mari kita koreksi semuanya, ini nanggung dosa semua ya. Termasuk Jaksa.
Berkas ini kan masuk ke Jaksa untung aja untuk berkas Pegu, Jaksa teliti tidak langsung gini kan, langsung ditolak-tolak. Kesalahannya apa sekarang kan, kelengkapan formil dan kelengkapan materil tidak lengkap. Ini berarti sudah menyangkut, isi daripada berita acara itu sudah nggak beres, kelengkapannya nggak beres juga prosedurnya.
Nah sekarang kenapa saya katakan Jaksa 2016 l, berkas-berkas yang sekarang sudah dalam penjara itu diterima kan. Jaksa kok nggak ngoreksi? Hakimnya juga, kasus yang diancam hukuman mati, dilakukan bersama-sama, kemudian ditambah perkosaan, hakimnya tutup mata aja, tidak ada bukti sainstifik, tidak ada.
Bukti cctv tidak ada, bukti pelaku tidak ada, hp tidak ada, bukti darah. Kan ceritanya di tkp ini dibawa ke tkp ini sudah mati. Berarti dibonceng oleh si A, baju si A mana, dibajunya nempel darah Vina, nempel darah Pegi, mana hasil labnya.
Hakimnya kok terima dan memutus orang seumur hidup, dosa loh.
Tribun baca dong, jangan hanya cari berita saja. Hakim pengadilan tinggi, supaya ini tidak ajdi kebiasaan bagi hakim-hakim di Indonesia. Padahal digaji, potong pajak kan, untk gaji model hakim-hakim begini ga rela kita. (Tribun Network/ Yuda).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.