Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Update Kasus Kematian dr Aulia Risma, Polda Jateng Temukan Invoice Pemesanan

Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Artanto mengatakan, pengakuan adanya perundungan tersebut mempermudah proses penyelidikan.

Penulis: Muhammad Renald Shiftanto
Editor: Endra Kurniawan

TRIBUNNEWS.COM - Inilah kabar terbaru soal kematian dr Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip).

Komisi IX DPR RI dan RSUP dr Kariadi Semarang, Jawa Tengah mengakui ada tindakan perundungan yang dialami Aulia Risma.

Pengakuan tersebut lantas ditanggapi oleh Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Artanto.

Ia mengatakan, pengakuan adanya perundungan tersebut mempermudah proses penyelidikan.

Mengutip TribunJateng.com, Senin (16/9/2024), diketahui penyelidikan kasus ini dilakukan setelah pihak keluarga Aulia Risma membuat laporan ke Polda Jateng.

"Pernyataan Undip dan RSUP Kariadi bisa menjadi petunjuk penyidik untuk melakukan penyelidikan lebih mendalam sekaligus mempermudah proses pembuktian kasus tersebut," jelasnya.

Hingga saat ini, pihak Polda Jateng telah memeriksa sebanyak 29 saksi.

BERITA REKOMENDASI

Saksi-saksi tersebut yakni keluarga korban, staf Kemenkes, Kemendikbudristek, teman seangkatan korban, pihak yang berkomunikasi dengan korban, dan bendahara angkatan PPDS.

"Sementara dari yang seangkatan dulu. Nanti para seniornya menyusul," terangnya.

Kombes Artanto mengatakan, pihak keluarga sebelumnya telah menyerahkan sejumlah bukti dalam kasus ini.

Salah satu bukti yakni adanya invoice pemesanan.

Baca juga: 6 Poin Pernyataan Undip dan RS Kariadi Akui Ada Bullying dan Pemalakan di PPDS, Berujung Minta Maaf

"Saat ini data-data yang diberikan oleh ibunda almarhumah seperti dokumen perkuliahan alm, screenshot percakapan di WA, invoice pemesanan, dan lain-lain kita lakukan klarifikasi, sinkronisasi data kemudian keterangan dari saksi maupun fakta dilapangan," kata Artanto.


Meski ada invoice, pihaknya enggan menyebut berapa nominalnya.

"Ada nominalnya, tapi tidak saya sampaikan. (Apakah sampai ratusan?) ya adalah, nanti penyidik yang akan menyampaikan," lanjut Artanto.

Diwartakan sebelumnya, Direktur Operasional RSUP dr Kariadi Semarang, Mahabara Yang Putra kepada Tribunjateng.com mengatakan bahwa memang ada kasus perundungan yang dialami oleh Aulia Risma.

Kini, pelaku perundungan tengah dicari pihak kepolisian.

"Oknum itu melakukan perundungan dengan memanfaatkan posisinya."

"Lalu melakukan kekerasan terhadap adik kelasnya," imbuh dr Abba, sapaan keseharian Mahabara Yang Putra.

Selain itu, pihak Undip juga mengakui adanya pungutan iuran yang menimpa Aulia Risma.

Menurut Yan Wisnu Prajoko, Dekan FK Undip, pungutan tersebut senilai Rp20-40 juta per bulan yang dibayarkan setiap mahasiswa.

Di setiap angkatan PPDS Anestesi Undip, ada sebanyak 7-15 mahasiswa.

Mengutip TribunJateng.com, para mahasiswa tersebut dipungut uang puluhan juta pada semester pertama atau enam bulan pertama.

Yan mengklaim, setelah itu, tak ada lagi pungutan kepada mahasiswa.

Ia menuturkan, iuran tersebut dikumpulkan untuk kebutuhan operasional mahasiswa PPDS Anestesi.

Seperti untuk menyanyi, sepakbola, atau bulutangkis.

Baca juga: Dekan FK Undip Akui Ada Pungutan Puluhan Juta, Yan Wisnu Sebut untuk Nyanyi hingga Sepakbola

"Uang digunakan untuk nyanyi, main sepakbola, bulutangkis, sewa mobil, sewa kos dan makan."

"Kebutuhan paling besar untuk biaya makan sampai dua pertiganya," kata Yan dalam konferensi pers di Undip Semarang, Jumat (13/9/2024).

Yan menuturkan, ia sudah mengeluarkan surat edaran untuk membatasi penarikan iuran dengan maksimal Rp300 ribu per bulan setiap mahasiswanya.

"Saya sudah berbicara dengan mereka (pelaku) yang meyakini secara rasional kenapa harus iuran."

"Namun, apapun alasan pembenaran mereka, publik akan menilai pungutan itu tidak tepat," ungkapnya.

Saat ditanya soal keterangan pihak Aulia Risma yang menyatakan ada setoran senilai Rp225 juta, Yan Wisnu menuturkan bahwa ia pernah mendengar hal tersebut, tapi bukan di Undip.

"Saya pernah mendengar tapi bukan di Undip," katanya.

Di sisi lain, ia pun meminta maaf pada masyarakat, terutama pada Kemenkes, Kemendikbudristek, Komisi IX DPR, dan Komisi X DPR RI.

"Kami memohon maaf kalau masih ada kesalahan dalam menjalankan proses pendidikan, khususnya kedokteran spesialis ini," jelasnya.

Yan Wisnu juga menambahkan bahwa praktik-praktik perundungan telah terjadi secara sistematik dan kultural.

Perundungan ini dilakukan secara fisik maupun melalui sistem jam kerja hingga adanya kewajiban iuran.

"Kalau perundungan fisik tidak terlalu banyak."

"Lebih banyak terkait perundungan jam kerja dan iuran," kata dr Yan, dikutip dari TribunJateng.com.

Yan menuturkan, perundungan melalui beban jam kerja bisa terjadi karena bagian anestesi melekat dengan semua layanan operasi di rumah sakit.

Baca juga: Undip Minta PPDS Anestesi Dibuka Lagi, Kemenkes Beberkan Syarat yang Harus Dipenuhi

PPDS Anestesi, ujar Yan, tak hanya melayani bagian ICU saja, tapi titik-titik layanan lainnya.

Ia menyebut, PPDS Anestesi lebih berat dibandingkan PPDS lain, secara beban kerja.

"Seharusnya dari 84 mahasiswa PPDS dengan 20 dokter di RSUP dr Kariadi Semarang, kalau tidak bisa membagi, ini perlu pendalaman."

"Semestinya kalau beban kerja besar dengan SDM juga besar, maka potensi kerja overtime seperti ini tidak muncul," jelasnya.

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Pengakuan Undip Soal Adanya Bully di PPDS Bantu Penyelidikan Polisi: Permudah Proses Pembuktian

(Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(TribunJateng.com, Iwan Arifianto)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas