Untold Story: Pesawat TNI AU Disergap Jet Tempur di Langit Vietnam
Loadmaster lainnya dengan suara panik melaporkan juga bahwa pesawat kami diikuti fighter dari sebelah kiri.
Editor: Malvyandie Haryadi
Sambil menunggu jawaban, suasana di kokpit tegang karena apa pun bisa bisa terjadi dalam hitungan detik.
Sukardi pun melakukan tindakan sesuai prosedur internasional sebagai tanda “tidak bermusuhan” dengan beberapa kali menggerakkan sayap.
Pesawat fighter yang di sebelah kanan ternyata adalah F-4 Phantom II, yang kemudian mendekat sampai dekat sekali untuk beberapa waktu.
Lantas pesawat peel off, belok kanan dan menukik ke bawah, lalu menghilang. Yang di sebelah kiri, pesawat dengan jenis sama, juga melakukan hal serupa, kemudian menghilang.
Hal itu dilaporkan oleh kedua loadmasteryang bertugas di tempatnya, di kompartemen kargo.
“Bravo… bravo! Selamat, Capt…selamat!” teriak kedua loadmaster di interkom dengan nada gembira. Kegembiraan itu juga terlihat di kokpit. Muka-muka yang tadi terlihat pucat berubah menjadi cerah.
Matahari mulai menampakkan diri. Cuaca makin terang. Hati Sukardi masih bertanya “Apa yang terjadi?” “Ada apa?” Kepada navigator asal Tuban itu saya minta agar radar sedikit diarahkan ke Laut China Selatan.
Ternyata di laut sana tampak iring-iringan kapal laut.
Puluhan kapal besar, sedang, dan kecil, sedang melintas mendekati Vietnam.
Kala itu memang Perang Vietnam sedang menghebat. Amerika Serikat dan sekutunya tengah meningkatkan serangan ke Vietnam, baik dari darat, laut, maupun udara.
Ternyata pesawat Hercules itu menerjang kawasan udara di atas konvoi Angkatan Laut AS yang sedang menuju Vietnam Selatan.
Ruang udara di atas konvoi militer artinya merupakan wilayah terlarang bagi semua pesawat terbang. Siapa pun tanpa pandang bulu yang melanggarnya bisa ditembak jatuh.
Mungkin pilot pesawat AL AS yang bertugas melakukan air cover bisa mengenali identitas AURI dan tulisan “Indonesian Air Force” di tubuh pesawat Hercules itu.
Sambil melanjutkan penerbangan ke Hong Kong, pertanyaan lain melintas. “Mengapa flops (flight operations) di Bandara Kemayoran, Jakarta, sewaktu briefing menjelang keberangkatan tidak memberikan warning kepada kami? Navigator asal Tuban pun berbicara, “Tidak ada (warning)!”
PENULIS: Author: Remigius Septian & Reni R.
Sumber: Majalah Angkasa