Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cerita Pemenang Tim Olimpiade Biologi Indonesia Bisa Raih Empat Perak di IBO ke-29

"Biologi, kan selama ini identik dengan hafalan. Padahal di olimpiade tidak ada hafalan. Semuanya analisis," katanya.

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Cerita Pemenang Tim Olimpiade Biologi Indonesia Bisa Raih Empat Perak di IBO ke-29
IST
Peserta kompetisi International Biology Olympiad (IBO) 2018 d Teheran, Iran. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Empat siswa SMA yang mewakili Indonesia berhasil meraih 4 medali perak dalam ajang kompetisi International Biology Olympiad (IBO) ke-29, di Iran.

Aditya David Wirawan (SMA Kristen 1 Petra, Surabaya), Samuel Kevin Pasaribu (SMA Unggul Del, Sumatera Utara), Silingga Metta Jauhari (SMA Negeri 8 DKI Jakarta), dan Syailendra Karuna Sugito (SMA Semesta BBS, Semarang) berhasil bersaing dengan 265 siswa dari 68 negara peserta IBO tahun 2018.

Aditya (17), siswa kelas XI SMA Kristen Petra 1 Surabaya ini mengaku menyukai Biologi sejak kecil.

Peraih medali perak IBO ini mengikuti kejuaraan sains sejak tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).

"Biologi bukan hanya tentang menghafal materi, tetapi lebih kepada pemahaman. Dan hal tersebut sangat berkaitan erat dengan guru mata pelajaran Biologi," ujar Aditya.

Baca: Tim Olimpiade Biologi Indonesia Raih Empat Perak di IBO ke-29

Saat ditanya tantangan tersulit dalam IBO, siswa yang gemar membaca dan bermain rubik ini mengaku kesulitan dalam menyelesaikan soal praktikum pembedahan hewan.

Berita Rekomendasi

Sementara rekannya, Syailendra (17), mengaku saingan terberat tim Indonesia adalah para siswa dari negara-negara Asia.

Baca: Partai Koalisi Keumatan Segera Umumkan Pasangan Capres-Cawapres

"Saingan terberat kebanyakan dari negara-negara Asia, seperti China, Taiwan, Thailand, Vietnam, India. Tahun ini kita gak dapat emas, tetapi tahun ini kita gak ada yang dapat di bawah perak," kata Syailendra.

Ahmad Faisal, salah satu pembimbing siswa, mengaku bahwa para pembimbing tidak mengalami kesulitan dalam menyiapkan siswa menghadapi olimpiade ini.

Para siswa yang memiliki latar belakang suku, dan daerah yang berbeda-beda ini sangat akrab dan kompak. Keakraban dan kerja sama yang baik juga terjalin antara siswa dan pembimbing.

Namun, kendala utama datang dari cuaca di Iran yang cukup ekstrim sehingga memengaruhi kondisi kesehatan peserta.

"Siswa kita sempat ngedrop. Karena di sana cuacanya cukup panas dan kering. Jadi itu memengaruhi kondisi psikologisnya saat menghadapi ujian," ujar Ahmad Faizal.

Lebih lanjut, Faisal sepakat dengan kebijakan pemerintah yang mulai mendorong penggunaan higher order thinking skill pada pembelajaran dan penilaian hasil belajar di sekolah.

"Biologi, kan selama ini identik dengan hafalan. Padahal di olimpiade tidak ada hafalan. Semuanya analisis," katanya.

Menyoal pengembangan sains di pendidikan menengah, menurut Faisal selain fasilitas laboratorium yang baik, kunci keberhasilan ada di guru yang mampu menerapkan pembelajaran inovatif.

"Yang awal adalah bagaimana menumbuhkan kecintaan siswa terhadap biologi. Dari situ kemudian bisa dipupuk. Siswa menjadi aktif, kemudian guru bisa mengajar dan membimbing siswa dengan baik," jelas Faisal.

Sekedar informasi, pada hari pertama, siswa Indonesia mengerjakan empat topik praktikum selama masing-masing 90 menit, yaitu:
1) Biologi Tumbuhan (fisiologi dan adaptasi tumbuhan);
2) Biokimia dan Biologi Molekuler (isolasi protein);
3) Biologi Hewan (anatomi lintah dan pengamatan tungau);
4) Ekologi dan Evolusi Mikroba.

Selanjutnya, di hari kedua, para siswa mengerjakan dua set soal teori menggunakan komputer dengan total waktu pengerjaan selama enam jam. Seluruh tes dilakukan di kampus Shahid Beheshti University, Tehran, Iran.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas