Kisah Penjelajah Minta Bantuan Sultan Kutai untuk Mencari Ras Manusia Berekor di Kalimantan
Carl Alfred Bock berbincang dengan Sultan Aji Muhammad Sulaiman dan kerabatnya tentang keberadaan ras manusia berekor.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM - Sembari menikmati durian dalam jamuan makan malam di atas rakit, Carl Alfred Bock berbincang dengan Sultan Aji Muhammad Sulaiman dan kerabatnya tentang keberadaan ras manusia berekor.
Konon, mereka menghuni permukiman Kesultanan Pasir dan tepian Sungai Teweh.
Percakapan itu membuat Bock berpikir tentang keberadaan “tautan kerabat yang hilang” yang disuarakan pendukung teori Darwin.
Boleh jadi Bock telah membaca buku karya Darwin bertajuk The Origin of Species yang terbit pada akhir 1859.
Carl Alfred Bock merupakan naturalis dan pelancong berkebangsaan Norwegia. Bock melakukan perjalanan ke pedalaman Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan pada 1879.
Ketika itu usianya masih 30 tahun. Sebelum berjejak di Kalimantan, dia telah menjelajah di pedalaman Sumatra pada 1878.
Misinya di Kalimantan merupakan titah dari Gubernur Jenderal Johan van Lansberge. Dia melaporkan kepada Gubernur tentang peradaban suku-suku Dayak.
Tak hanya itu, dia juga menghimpun spesimen sejarah alam untuk beberapa museum di Belanda.
Dari penjelajahannya di Samarinda-Tenggarong-Banjarmasin dan pedalaman Kalimantan, Bock menulis buku berjudul Head Hunters of Borneo yang terbit pada 1881.
Tjiropon, seorang abdi kepercayaan Sultan, meyakinkan Bock di depan Sultan dan para Pangeran. Sang abdi itu beberapa tahun silam pernah menjumpai sosok manusia berekor di Pasir, dan menjulukinya dengan “Orang-boentoet”.
Sang abdi bahkan mampu melukiskan sosok manusia berekor dengan kata-kata. Kepala suku mereka, ujarnya, berpenampilan sangat luar biasa, berambut putih, dan bermata putih.
Mereka memiliki ekor sekitar lima hingga sepuluh sentimeter. Uniknya, mereka harus membuat lubang di lantai rumah untuk tempat ekor, sehingga mereka dapat duduk nyaman.
Sultan Kutai pun turut takjub dengan kisah abdinya. Dia pun memberangkatkan Tjiropon bersama sebuah surat yang memohon Sultan Pasir untuk mengirimkan sepasang manusia berekor.
Sejatinya Bock sedikit ragu soal mitos manusia berekor di pedalaman Kalimantan. Namun demikian, dia setuju untuk tetap berupaya mencari “tautan kerabat yang hilang” itu.