Cinta Sejati Habibie dan Ainun dari Sudut Pandang Sains
Kepergian BJ Habibie membuat banyak orang tbaper karena kesetiaan dan cinta yang diajarkannya. Adakah cinta sejati itu? Begini cara pandang sains.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM – Kepergian BJ Habibie membuat banyak orang terbawa perasaan (baper) karena kesetiaan dan cinta yang diajarkannya. Adakah cinta sejati itu? Begini cara pandang sains
“Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu, Karena aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya, dan kematian adalah sesuatu yang pasti, dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu. Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat, adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi. Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.”
Rentetan kalimat menyayat hati tersebut adalah penggalan puisi dari almarhum BJ Habibie untuk mendiang istrinya, Ainun.
Cinta, sebegitu kuatnya, hingga bisa mengantar kita ke dalam kehidupan baru atau bahkan merenggut kebahagiaan.
Tak terhingga jumlah lagu, buku, puisi, dan karir yang mencoba untuk merepresentasi rasa cinta.
Namun dari kaca mata ilmu pengetahuan, apa yang dimaksud dengan rasa cinta, terutama cinta sejati?
Ahli saraf Gabija Toleikyte dan antropolog biologi Helen Fisher menjelaskan hal tersebut.
Dikutip dari Wired, kedua ilmuwan ini setuju bahwa cinta sejati tidak bisa dikontrol.
Istilahnya, tak ada tombol on atau off untuk 'menyalakan' rasa cinta.
“Benak kita menyimpan informasi 10 kali lebih banyak dibanding otak secara rasional. Jadi ketika kita jatuh cinta kepada seseorang, kita merasakan itu adalah suatu hal yang luar biasa.
Padahal di saat bersamaan, otak kita bekerja sangat kuat untuk menghasilkan perasaan tersebut,” tutur Gabija.
Gabija mendeskripsikan hal ini sebagai cinta romantis, sebagai sebuah kebutuhan dasar yang muncul jutaan tahun lalu agar manusia fokus kepada satu orang pasangan dan bereproduksi.
Sebelumnya, Helen melakukan penelitian terhadap 17 pasangan baru (10 wanita dan 7 pria) yang menjalin hubungan sekitar tujuh bulan lamanya. Semua responden melakukan scan otak, terutama pada bagian ventral tegmental.
Bagian ini merupakan produsen dopamine yang kemudian menstimulasi area lainnya pada otak. “Ventral tegmental merupakan ‘pabrik’ yang menghasilkan keinginan, pencarian, energi, fokus, dan motivasi,” tutur Helen.
Kemudian, hasil dari penelitian tersebut, Helen menyimpulkan orang-orang yang merasakan cinta sejati seperti ‘mabuk’ secara alami. Cinta sejati atau bukan?