Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

VIRAL Pemuda Curi Pakaian Dalam Wanita, Ini Kata Psikolog Agar Penyimpangan Tak Tumbuh di Masyarakat

Psikolog menyebut pelaku pencurian pakaian dalam wanita mengidap gangguan fetitisme. Berikut cara supaya penyimpangan seksual itu tidak makin tumbuh.

Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Ayu Miftakhul Husna
zoom-in VIRAL Pemuda Curi Pakaian Dalam Wanita, Ini Kata Psikolog Agar Penyimpangan Tak Tumbuh di Masyarakat
Instagram @seputartangsel
Foto viral pelaku pencurian pakaian dalam wanita di Tangerang Selatan, Selasa (7/1/2020). (Instagram @seputartangsel) 

TRIBUNNEWS.COM - Warga di bilangan Perumahan Kemang, Tangerang Selatan memergoki seorang pemuda mencuri celana dalam warga wanita.

Dilansir dari TribunJakarta.com, Didi, tokoh masyarakat di wilayah tersebut mengatakan warga memergoki pemuda berinisial WR (27) pada Selasa (7/1/2020) sekitar pukul 07.00 WIB.

Sebelumnya, foto pemuda tersebut viral di media sosial.

Ratusan orang pun berkomentar atas fotonya yang diunggah akun @seputartangsel dengan keterangan yang menunjukkan pria tersebut mencuri celana dalam wanita.

Seorang Psikolog Anak dan Keluarga Adib Setiawan, S. Psi., M. Psi., menyebut perilaku WR termasuk dalam kategori gangguan jiwa yang biasa disebut fetitisme.

"Ini termasuk kategori gangguan jiwa, namanya fetitisme," ungkap Adib saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Kamis (9/1/2020).

Adib menjelaskan, fetitisme merupakan kelainan yang menjadikan seseorang berfantasi dengan bantuan alat atau benda-benda untuk mencapai kepuasan.

Berita Rekomendasi

Lebih lanjut, Adib menyampaikan saran supaya penyimpangan seksual ini tidak terus tumbuh di masyarakat.

Menurut psikolog dari Bintaro, Jakarta Selatan, tidak melakukan kekerasan pada anak bisa menjadi solusi untuk mencegah bertambahnya jumlah pengidap fetitisme.

"Biar tidak tumbuh salah satu caranya tidak boleh ada kekerasan pada anak, jadi sebaiknya segala permasalahan diselesaikan dengan komunikasi," tutur Adib.

Pasalnya, menurut Adib, fetitisme bisa diidap oleh seseorang yang memiliki tekanan atau pengalaman kekerasan di masa lalunya.

"(Fetitisme) bisa terjadi pada orang-orang yang barangkali pernah mendapatkan istilahnya tekanan atau kekerasan ketika kecil," tutur Adib.

Selain itu, psikolog dari praktekpsikolog.com ini menyampaikan, fetitisme biasa terjadi pada orang-orang yang cenderung pendiam

"Ini biasanya ya terjadi pada orang-orang yang cenderung pendiam, terus pergaulannya kurang," terangnya.

Menurut Adib, kurangnya pergaulan bisa menjadi penyebab pelaku atau penderita fetitisme tidak mampu melampiaskan hasrat seksualnya secara normal.

Adib menyampaikan seseorang yang mengalami fetitisme semestinya dibawa ke psikolog.

Hal ini diperlukan untuk dilakukannya terapi pada penderita fetitisme. 

"Ini harus dibawa ke psikolog untuk diterapi dan dihilangkan trauma masa lalunya," terang Adib.

Adib menambahkan, dengan dibawa ke psikolog, pengidap fetitisme akan dilatih berkomunikasi dengan orang lain.

Dengan begitu, diharapkan pengidap fetitisme mampu menjalin komunikasi ataupun mendekati lawan jenis sebagaimana mestinya.

Tak hanya itu, menurut Adib, pengidap fetitisme semestinya juga dilatih untuk memiliki keahlian, yang kemudian bisa dijadikan sebagai bekalnya mendapat pekerjaan.

"Karena kalau dia mampu berkomunikasi, punya keahlian, artinya punya pekerjaan, nah dia kan akan cenderung berani mendekati perempuan," terang Adib.

Psikolog Adib menuturkan, fetitisme kerapkali terjadi pada orang-orang yang tidak memiliki keahlian atau pekerjaan.

"Ini (fetitisme) kan juga sering terjadi pada orang-orang yang tidak memiliki keahlian, istilahnya pengangguran begitu," ucap Adib.

Lebih lanjut, untuk menghindari kejadian tersebut terulang, Adib menyampaikan bahwa sebaiknya pakaian dalam dijemur di tempat yang lebih tertutup.

"Kalau bisa menjemurnya jangan di tempat yang bisa dicuri orang, untuk ibu-ibu dan remaja, karena itu kan termasuk privasi," kata Adib.

Selain itu, menurutnya, kontrol sosial dari tetangga maupun satpam kompleks juga diperlukan untuk mengawasi orang-orang tak dikenal yang bergelagat mencurigakan.

Adib menambahkan, efek jera untuk pelaku juga diperlukan supaya ia tidak mengulanginya lagi.

"Memang harus ada efek jera, mungkin dengan surat pernyataan atau dibawa ke kantor polisi supaya dilakukan proses lebih lanjut," ujar Adib.

"Penegakan hukum juga penting," sambungnya.

Kronologi

Dilansir dari TribunJakarta.com, seorang tokoh masyarakat di wilayahan tersebut, Didi, mengungkapkan kronologinya, Rabu (8/1/2020).

Didi menceritakan, WR bergelagat aneh dengan berjalan kaki mengelilingi kawasan perumahan Didi pada Selasa (7/1/2020) sekitar pukul 07.00 WIB.

Suatu ketika, ada seorang warga yang berteriak 'maling!'.

Warga lainnya pun berdatangan mengerubungi WR.

Didi lantas mendatangi pos tempat WR dikerubungi warga.

Warga mengadukan kepada Dini, WR yang tertangkap mencuri pakaian dalam di sebuah jemuran milik warga.

WR pun kemudian mengaku telah mengambil tiga celana dalam dari jemuran yang berbeda.

Menurut Didi, pelaku menyebut motifnya melakukan tindakan tersebut adalah untuk memuaskan hasrat seksualnya.

Didi bahkan mengatakan, WR sendiri mengakui bahwa dirinya memiliki kelainan seksual.

(Tribunnews.com/Widyadewi Metta) (TribunJakarta.com/Jaisy Rahman Tohir)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas