Omicron Dianggap Beda Dengan Covid-19 Sebelumnya, Masyarakat Tetap Harus Waspada
Varian baru Covid-10 yaitu Omicron bukan penyakit yang sama seperti yang terlihat di awal pandemi corona.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Varian baru Covid-10 yaitu Omicron bukan penyakit yang sama seperti yang terlihat di awal pandemi virus corona.
Tampaknya varian B.1.1.529 ini lebih ringan, meski jumlah rawat inap meningkat karena varian baru itu.
Profesor kedokteran di Oxford University, John Bell menyatakan, Omicron tidak seperti varian Delta yang sangat mematikan.
"Lebih sedikit pasien yang membutuhkan oksigen aliran tinggi dan rata-rata lama rawat inap turun menjadi tiga hari," kata Bell dilansir dari The Guardian, Selasa (28/12/2021).
Baca juga: Sembilan Pasien Omicron Jalani Isolasi di RSPI Sulianti Saroso
Bell mengatakan, walaupun lebih ringan tetap ada kemungkinan unit perawatan intensif atau ICU akan penuh dan kasus kematian pun meningkat akibat Covid-19.
"Pemandangan mengerikan yang kami lihat setahun lalu ICU penuh, banyak orang meninggal sebelum waktunya, sekarang itu menjadi sejarah.
Menurut saya, kita harus waspada bahwa hal itu mungkin akan berlanjut,” ujar Bell dalam program BBC Radio.
Dia mengatakan bahwa selama beberapa gelombang Covid-19, termasuk yang disebabkan oleh varian Delta dan Omicron, keparahan penyakit dan kematian pada dasarnya tidak berubah sejak tersedianya vaksin.
Baca juga: WHO Khawatir Penyebaran Delta dan Omicron Memicu Tsunami Covid-19, Sebut Vaksin Tak Buat Kebal
Sejauh ini Bell mengamati, jalan-jalan di Inggris tampak lengang dalam beberapa pekan terakhir, yang menunjukkan masyarakat sudah cukup bertanggung jawab untuk melindungi dirinya dari paparan virus, kendati varian Omicron masih merajalela.
Di sisi lain, sejumlah ilmuwan mengkritik keputusan pemerintah Inggris karena tidak memberlakukan pembatasan Covid-19 sebelum malam tahun baru.
Sebab, menurut mereka walau Covid varian Omicron tampaknya lebih ringan, tetapi varian virus baru ini sangat menular.
Sehingga jumlah kasus rawat inap dan kematian di rumah sakit dapat meningkat secara signifikan.
Baca juga: 21 Kasus Baru Omicron Pelaku Perjalanan Luar Negeri, Paling Banyak dari Arab Saudi, Turki & UEA
Salah satunya profesor mikrobiologi seluler di University of Reading, Simon Clarke yang menyoroti keputusan pemerintah Inggris, karena tidak memberlakukan pembatasan Covid-19 tahun ini, kendati saat ini disebutkan bahwa varian Omicron tidak sama dengan pandemi awal.
“Masyarakat perlu menyadari, bahwa jika kita berakhir dengan masalah rawat inap dan banyaknya kasus yang signifikan, itu akan lebih buruk jika pihak berwenang tidak bertindak lebih awal,” katanya.
Sistem pelayanan kesehatan akan mengamati terlebih dahulu Dijelaskan oleh kepala eksekutif National Health Service Inggris (NHS), Chris Hopson, saat ini para ahli kesehatan belum dapat melihat secara jelas apa yang akan terjadi jika infeksi akibat varian Omicron meningkat di kalangan orang tua.
“Kami semua masih menunggu untuk melihat, apakah kami akan ada peningkatan yang signifikan dalam jumlah pasien yang datang ke rumah sakit dengan penyakit serius terkait Omicron,” papar Hopson.
Berkurangnya staf NHS karena harus mengisolasi diri akibat varian Omicron, menyebabkan kekhawatiran bagi layanan kesehatan.
“Sekarang kami mengamati peningkatan yang signifikan pada tingkat ketidakhadiran staf.
Beberapa kepala eksekutif kami mengatakan bahwa mereka berpikir itu akan menjadi masalah yang lebih besar, jauh lebih besar daripada jumlah orang yang datang karena Covid," jelas Hopson.
Diakui Sekretaris Lingkungan Inggris, George Eustice, tingkat infeksi varian Omicron melonjak tajam, tetapi belum ada bukti rawat inap juga meningkat seperti gelombang Covid-19 sebelumnya.
Namun, Eustice menegaskan jika nantinya terlihat kenaikan kasus di rumah sakit akibat varian Omicron maka akan dilakukan langkah lebih lanjut. (Zintan Prihatini)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ilmuwan Inggris: Varian Omicron Tak Sama dengan Covid-19 di Awal Pandemi"