Ziarah Kubur Ternyata Telah Dilakukan Sejak Zaman Prasejarah, Berikut Manfaatnya Menurut Sains
Melakukan ziarah kubur lazim dilakukan oleh sebagian masyarakat muslim Indonesia pada masa menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Melakukan ziarah kubur lazim dilakukan oleh sebagian masyarakat muslim Indonesia pada masa menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Apalagi bagi warga yang orang tuanya telah meninggal, biasanya saat ziarah selain membersihkan makam, juga memanjatkan doa untuk orang-orang yang telah mendahului kita.
Tahukah Anda, menurut sains, berziarah juga ada manfaatnya.
Tradisi ziarah kubur ini masih banyak kita jumpai di berbagai daerah di Indonesia.
Meskipun hal ini seringkali dianggap hanya sebagai tradisi atau ritual tradisional, ternyata sains menjelaskan bahwa ada manfaat yang bisa didapatkan dari praktik ziarah kubur ini.
Baca juga: Adab Ziarah Kubur Beserta Bacaan Doa Khusus untuk Ahli Kubur
Di antaranya yakni bermanfaat untuk mengingatkan orang yang masih hidup akan kematian, dan memahami silsilah keluarga dengan baik.
Berikut penjelasannya.
Mengingat kematian
Di kebudayaan klasik Yunani dan Romawi kuno, ziarah kubur dikenal dengan istilah memento mori, yang secara harfiah berarti ‘ingatlah akan kematian’.
Hal ini serupa dengan berbagai praktik untuk mengunjungi pemakaman dan penghormatan terhadap leluhur di kebudayaan lainnya, yakni untuk mengingat bahwa kehidupan suatu saat akan berakhir.
Kematian merupakan subjek yang umum dibicarakan, karena dapat kita jumpai hampir setiap harinya.
Namun, menyadari kematian diri sendiri yang tidak terelakkan dan dapat menjemput kapan saja, merupakan hal yang jarang singgah di pikiran kita.
Baca juga: Lebaran Pertama Tanpa Putranya, Haji Faisal Menahan Tangis Bawa Anak Vanessa Angel Ziarah ke Makam
Berkontempelasi mengenai kematian merupakan salah satu hal yang dapat mendorong kita menjalani hidup dengan sepenuh hati.
Manusia menjadi termotivasi untuk menjaga hubungan baik dengan orang di sekitar kita, mengerjakan aktivitas semaksimal mungkin, dan mensyukuri waktu yang kita habiskan bersama orang yang berharga bagi kita.
Dalam menyikapi kematian, mungkin kita merupakan spesies yang unik. Kebanyakan hewan tidak memahami konsep kematian.
Bagi mereka, jasad hanyalah suatu objek, bukan jenazah sisa kerabat atau sesamanya.
Meski demikian, beberapa spesies hewan nampaknya mengenal konsep kematian.
Baca juga: Adab Ziarah Kubur dan Bacaan Doa Khusus untuk Ahli Kubur Laki-laki dan Perempuan
Bahkan, beberapa hewan menunjukkan kesedihan dan ratapan sepeninggal kematian sesamanya, khususnya pada mamalia.
Pada hewan ini pulalah terdapat semacam ritual untuk berkabung dan berduka pasca-kematian, misalnya pada gajah, anjing, dan beberapa primata.
Hal ini menunjukkan adanya dasar biologis untuk praktik berkabung.
Ritual untuk memakamkan jenazah bahkan juga dijumpai pada Neanderthal, melalui bukti arkeologis di beberapa situs peninggalannya.
Konsep mengenai kematian sebagai gerbang menuju alam lain adalah salah satu kepercayaan tertua yang dijumpai di awal peradaban.
Hal ini juga ditenggarai merupakan alasan mengapa praktik penguburan jenazah serta ritual pasca-penguburan dan mengunjungi makam merupakan hal pertama yang muncul pada manusia sebagai suatu spesies, bahkan jauh sebelum adanya peradaban.
Hal ini berimplikasi bahwa praktik ini memiliki manfaat evolusioner, karena masih dapat bertahan hingga era modern.
Memahami silsilah keluarga
Di sisi lain, perilaku mengunjungi makam bukan hanya mendorong kita untuk menginternalisasi nilai kematian pada diri kita sendiri, namun juga membantu kita mengenali asal usul kita dan menyadari bahwa kita tidak sendirian.
Mengunjungi makam leluhur, bersama keluarga besar, dapat membangun relasi sosial dan mempererat ikatan familial dengan anggota keluarga besar yang disatukan oleh garis keturunan yang sama.
Jika seseorang merasa dekat dengan anggota keluarganya, mereka cenderung akan membantu dan meningkatkan kemungkinan kelestarian gen mereka sendiri, karena besar kemungkinan anggota keluarga saling berbagi gen yang sama.
Fenomena ini disebut kin selection, dan berlaku bagi seluruh makhluk hidup, tidak terkecuali manusia.
Para antropolog menduga bahwa konsep mengenai silsilah keluarga dikembangkan manusia prasejarah lewat pengamatan mereka terhadap hewan buruannya.
Pada dinding gua, mereka dapat mengenali bahwa individu kuda mirip dengan kuda yang lain, dan mendeduksi bahwa mereka merupakan jenis yang sama.
Pola demikian mendorong pengenalan bahwa manusia juga memiliki hubungan kekerabatan yang luas, sehingga muncul identitas baru, seperti suku dan klan.
Saat ini, keingintahuan akan silsilah keluarga dan identitas nenek moyang tengah mengalami tren yang meningkat.
Situs seperti Ancestry.com, yang dapat menelusuri riwayat garis keturunan dari mana anda berasal melalui sampel DNA, merupakan salah satu metode yang populer digunakan.
Dengan metode ini, kita dapat mengetahui bahwa kita adalah keturunan jauh dari seorang yang berpengaruh di masa lampau.
Tak hanya itu, kita juga dapat menyadari bahwa ternyata memiliki banyak sekali kerabat jauh yang tidak diduga sebelumnya.
Dengan begitu, tradisi ziarah kubur ke pemakaman seperti yang masih banyak dilakukan masyarakat saat ini, masih menjadi penting bagi kehidupan manusia sekarang.
Melakukan ziarah kubur dapat membuat kita memiliki rasa keterikatan bersama sanak saudara, dan menyadari bahwa di hadapannya terdapat leluhurnya, yang juga pernah menjalani kehidupan layaknya dirinya sendiri.
Bahkan, pada momen itu bisa saja seseorang mulai menyadari bahwa dirinya adalah representasi dari garis keturunan yang sangat panjang, yang mungkin akan diteruskannya pada generasi mendatang. Sumber: Kompas.com (Ellyvon Pranita/Bestari Kumala Dewi/Julio Subagio / Resa Eka Ayu Sartika)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tradisi Ziarah Kubur Saat Lebaran, Sains Jelaskan Manfaatnya",