Fosil Reptil Terbang Berjuluk Naga Kematian Ditemukan di Argentina, Bisa Terbang Setelah Menetas
Binatang spesies pterosaurus tersebut merupakan reptil terbang terbesar yang pernah ditemukan di Amerika Selatan.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Fosil dua ekor binatang purba raksasa zaman dinosaurus yang bisa terbang ditemukan oleh ilmuwan di Argentina.
Binatang spesies pterosaurus tersebut merupakan reptil terbang terbesar yang pernah ditemukan di Amerika Selatan.
Pterosaurus ditemukan di Formasi Plottier, singkapan yang terletak di provinsi Mendoza.
Oleh para ahli paleontologi pterosaurus dijuluki naga kematian.
Seperti dikutip Kompas.com dari Live Science, Rabu (25/5/2022) dua reptil raksasa yang ditemukan tersebut memiliki lebar sayap masing-masing 7 meter dan 9 meter.
Peneliti pun mengkonfirmasi bahwa reptil itu adalah Azhdarchidae, keluarga pterosaurus yang hidup pada akhir periode Cretaceous atau sekitar 146 juta hingga 66 juta tahun yang lalu.
Baca juga: Sebabkan Punahnya Dinosaurus, Seberapa Besar Asteroid yang Menghantam Bumi?
"Azhdarchidae dikenal karena tengkorak mereka yang sangat besar, kadang-kadang lebih besar dari tubuh mereka. Leher mereka sangat panjang namun tubuh pendek dan kuat," papar Leonardo D.Ortiz David, penulis utama studi.
Selanjutnya, kedua pterosarus itu diidentifikasi oleh peneliti sebagai individu yang masuk dalam spesies Thanatosdrakon amaru.
Ini adalah satu-satunya spesies dalam genus Thanatosdrakon yang berarti naga kematian dalam bahasa Yunani.
Sementara nama spesies "amaru" diterjemahkan sebagai "ular terbang" yang berasal dari bahasa Quechuan Pribumi dan mengacu pada Amaru, dewa Inca berkepala dua.
Peneliti pun mengungkapkan bahwa kedua pterosaurus mati pada saat bersamaan, meski salah satunya belum sepenuhnya dewasa.
Baca juga: Fosil Hewan Terbang Terbesar di Dunia Ditemukan di Skotlandia
Belum diketahui pasti juga apakah kedua hewan tersebut merupakan bagian dari satu keluarga.
"Tidak ada indikasi dalam sisa-sisa fosil bahwa kedua pterosaurus memiliki hubungan dari satu induk," kata Ortiz David.
Namun dapat dipastikan bahwa kedua spesimen memiliki ukuran yang berbeda dan yang lebih kecil adalah remaja-subdewasa yang bersama-sama ketika mati lebih dari 86 juta tahun yang lalu.
Lebih lanjut, saat ditemukan fosil ditemukan dalam kondisi yang berbeda-beda, beberapa di antaranya lengkap seperti tulang lengan besar dan vertebrata punggung. Sedangkan lainnya terpisah-pisah, termasuk tulang jari kaki, tulang lengan bawah, tulang paha, dan panggul.
Temuan ini cukup mengejutkan karena tulang pterosaurus rapuh dan biasanya ditemukan dalam potongan-potongan kecil.
Sementara fosil baru ini ditemukan dalam kondisi tiga dimensi yang baik, menjadikannya kondisi tak biasa pada kelompok vertebrata ini.
"Deskripsi spesimen baru selalu penting untuk paleontologi vertebrata karena fosil menjelaskan kelompok yang berbeda. Dalam kasus ini Thanatosdrakon menjadi studi kasus yang sangat baik," tambah Ortiz David.
Fosil-fosil pterosaurus saat ini disimpan di Laboratorium dan Museum Dinosaurus di Universitas Nasional Cuyo di Mendoza.
Baca juga: Kerangka T-Rex Pecahkan Rekor Lelang Dinosaurus, Terjual Rp 469 Miliar
Temuan kemudian akan dipublikasikan dalam jurnal Cretaceous Research edisi September 2021.
Bisa Terbang Setelah Menetas
Sementara studi lainnya mengungkap, jika bayi pterosaurus bisa terbang dalam beberapa jam atau bahkan menit setelah menetas. Sayap mereka, menurut peneliti sudah ideal untuk penerbangan bertenaga.
Mengutip Science Daily, Sabtu (24/7/2021) pterosaurus adalah sekelompok reptil terbang yang hidup selama Periode Trias, Jurassic, dan Cretaceous (228 hingga 66 juta tahun yang lalu).
Tapi tak banyak hal yang diketahui mengenai pterosaurus ketika masih bayi, contohnya kapan mereka mulai terbang untuk pertama kali.
Alasannya adalah kelangkaan fosil telur dan embrio yang jarang sekali ditemukan.
Hal tersebut membuat peneliti mengalami kesulitan untuk melakukan studi. Namun kini, dalam studi yang dipublikasikan di Scientific Reports, peneliti berhasil mengungkap bahwa bayi pterosaurus dapat terbang usai menetas.
Studi menemukan bahwa tulang mereka cukup kuat untuk terbang. Temuan tersebut didapat setelah peneliti memodelkan kemampuan terbang pterosaurus menggunakan pengukuran sayap yang diperoleh sebelumnya dari empat fosil bayi dan embrio dari dua spesies pterosaurus, Pterodaustro guinazui dan Sinopterus dongi.
Mereka juga membandingkan ukuran sayap bayi dengan ukuran sayap dewasa dari spesies yang sama dan membandingkan kekuatan tulang humerus, yang merupakan bagian dari sayap, dari tiga bayi dengan 22 pterosaurus dewasa.
"Meski kami telah mengetahui tentang pterosaurus selama lebih dari dua abad, kami baru memiliki fosil embrio dan bayi mereka sejak 2004.
Kami masih mencoba memahami awal tahap kehidupan hewan-hewan ini," ungkap Mark Witton dari University of Portsmouth.
Hasil analisis peneliti kemudian menemukan bahwa hewan kecil ini, dengan lebar sayap 25 cm dan tubuh seukuran telapak tangan, adalah penerbang yang kuat dan cakap.
Tulang mereka cukup kuat untuk menopang, mengepakkan, dan lepas landas. Peneliti juga menyebut jika sayap mereka berbentuk ideal untuk penerbangan bertenaga.
Tetapi, mereka tak akan terbang persis seperti pterosaurus dewasa karena ukuran tubuhnya yang jauh berbeda.
"Kemungkinan bayi pterosaurus adalah penerbang yang lebih gesit daripada yang dewasa, tetapi kurang dapat bermanuver," jelas Witton.
Sementara itu, peneliti pun menemukan pula gaya terbang gesit itu memungkinkan mereka untuk dengan cepat melarikan diri dari pemangsa.
Selain itu juga membuat bayi pterosaurus lebih mudah mengejar mangsa yang lebih gesit dan terbang di antara vegetasi lebat.
Namun tentu saja temuan ini kemudian melahirkan pertanyaan-pertanyaan baru yang menanti jawaban.
Seperti misalnya seberapa independen bayi pterosaurus dari induk mereka, apakah gaya terbang memengaruhi pilihan habitat, dan masih ada lainnya lagi.
"Masih banyak yang harus dipelajari tentang sejarah kehidupan hewan ini. Tapi kami yakin mereka mampu terbang sejak menetas," tambah Witton. (Kompas.com/Penulis : Kontributor Sains, Monika Novena/Editor : Bestari Kumala Dewi/Shierine Wangsa Wibawa)