Merindukan Hujan di Jakarta Saat Polusi Mengepung, Kapan Garam yang Disemai di Awan Menuai Hasil?
Hujan di Jakarta seolah jadi momen yang dirindukan saat polusi udara mengepung ibukota di pertengahan tahun 2023 ini.
Penulis: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Hujan di Jakarta seolah jadi momen yang dirindukan saat polusi udara mengepung ibukota.
Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) pun sudah dilakukan di wilayah Jabodetabek, kapan menuai hasil?
Hujan di Jakarta seolah jadi momen yang dirindukan saat polusi udara mengepung ibukota.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama TNI AU menerapkan operasi TMC dengan pesawat CASA 212 registrasi A-2108 milik TNI AU.
Garam atau NaCl sebanyak 800 kilogram disebar pertama dilakukan pukul 13.00-14.50 dengan target penyemaian di Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Tangerang Selatan, Tangerang, dan Kabupaten Bogor.
Baca juga: Cuaca Jabodetabek Hari ini, BMKG: DKI Jakarta Berawan, Bogor Hujan Sedang, Selasa 22 Agustus 2023
Bahan semai sebanyak itu disebar pada ketinggian 10.000 kaki dari posko TMC yang dipusatkan di Bandara Lanud Husein Sastranegara Bandung.
Tak cukup sekali, penerbangan kedua dilakukan pukul 15.00-16.50. Penyemaian ini menghabiskan bahan semai NaCl sebanyak 800 kg.
Target penyemaian di Kabupaten Bogor bagian Timur, Depok, Jakarta Selatan, Tangerang Selatan, dan Kabupaten Bogor bagian Barat (Parung Panjang) yang dilakukan pada ketinggian 10.000 kaki.
Baca juga: Kurangi Polusi dengan Modifikasi Cuaca, BRIN: Hujan Turun 19-21 Agustus di Wilayah Jabodetabek
Dalam keterangan tertulisnya Koordinator Laboratorium Pengelolaan TMC BRIN, Budi Harsoyo mengatakan, kegiatan TMC sudah pernah dilakukan oleh beberapa negara yaitu Cina, Korea Selatan, Thailand, dan India.
Menurut dia, cara yang lebih efektif untuk mengurangi polutan di daerah tertentu memang dengan menjatuhkan atau mengguyurnya dengan air hujan.
"Penyemaian pada Sabtu (19/8/2023) dilaksanakan 1 sorti penerbangan penyemaian awan hampir selama 2 jam penebangan (14.15-16.00 WIB) dengan menaburkan garam semai sekitar 800 kg di atas ketinggian 9000-10.000 kaki," kata Budi dikutip Senin (21/8/2023).
Hasil TMC, Hujan Turun di Sekitaran Bogor, Jakarta Kapan Hujan?
Dari penyemaian garam itu, hujan diprediksi bisa turun pada 19-21 Agustus di Jabodetabek meliputi wilayah Kabupaten Cianjur, Depok, Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat.
Kepala Pusat Meteorologi Publik, Andri Ramdhani, mengatakan, pada hari Sabtu (19/8/2023) daerah Bogor Barat, Bogor Selatan, Bojong Gede, Kemang, Tenjolaya, Dramaga, Ciomas, Tamansari, Cijeruk, l Cigombong, Cibungbulang, Pamijahan, Leuwiliang, Nanggung terjadi hujan.
Menurut Andri, peluang untuk melakukan TMC masih terbuka, hanya saja peluang tersebut cukup berat untuk dilakukan dengan melihat kondisi musim kemarau yang minim awan kumulus yang menjadi target untuk ditaburkan NaCl atau garam.
Dikatakan Andri, peluangnya untuk saat ini, apalagi dalam kondisi musim kemarau, cukup berat.
Baca juga: Hadapi Musim Kemarau, Gardu Ganjar Jaringan Ormas Renovasi Sumber Air dan Pemandian di Pandeglang
RH (Relatif Humidity) lapisan atas kering dan CAPE (convective available potential energy) rendah.
Dari hasil pemodelan atmosfer selama dua hari ke depan ada peluang hujan di Bogor dan Tangerang Selatan.
"Diharapkan angin akan membawa awan bergerak ke arah Jakarta. Karena modifikasi cuaca tidak bisa menggeser awan, tetapi bisa memperluas area cakupan hujan, papar Andri.
Sedangkan wilayah Jabar bagian Utara termasuk Indramayu, Kerawang, Kabupaten Bekasi potensi cuaca masih kering hingga 25 Agustus.
Langkah TMC ini ujar Andri, merupakan bagian dari upaya Pemerintah dalam meningkatkan kualitas udara dan mengurangi polusi di wilayah tersebut
Mengapa Jakarta Tak Kunjung Hujan?
Tak hanya BRIN, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah membentuk Satgas Pengendalian Polusi Udara untuk membuat hujan lokal buatan dalam menangani pencemaran udara di Jabodetabek.
Menteri LHK, Siti berujar akan ada hujan direncanakan akan dilakukan Senin (21/8/2023) dan Selasa (22/8/2023) untuk menangani polusi udara.
"Kita sudah minta hari ini dan besok sudah ada hujan buatan, untuk sedikit membersihkan," kata Siti saat ditemui di kantor KLHK, Jakarta, Senin (21/8/2023).
Tentang penyebab hujan tak juga hujan, Siti menjelaskan secara geomorfologi wilayah Jakarta berbentuk kipas aluvial, dimana dikelilingi perbukitan di kota satelitnya.
Ia berujar secara teori saat ada polusi yang datang dari bawah keatas tidak mudah hilang karena terhambat oleh tekanan angin dari perbukitan.
Hambatan itu menyebabkan hujan tidak jatuh di kota, melainkan jauh ke laut.
"Kadang-kadang karena hambatan itu hujannya nggak nyampe ke Jakartanya. Tapi jatuh ke laut. Sehingga kota-kota seperti ini, menjadi tidak mudah," katanya.
Kondisi Jakarta yang juga dikelilingi gedung-gedung tinggi dan tidak beraturan atau disebut street canyon, membuat sirkulasi udara terganggu.
Sehingga membuat udara susah dibersihkan atau untuk bergerak rapi.
Oleh sebab itu hujan lokal buatan akan diciptakan untuk membersihkan udara Jakarta dari polusi.
Selanjutnya kondisi ini akan dievaluasi mingguan.
"Nanti kita lihat lagi tanggal 28 Agustus (kualitas udaranya). Nanti dilihat lagi tanggal 2 dan tanggal 4. Nanti kita rapikan," ujarnya.
Siti memastikan Satgas Pengendalian Polusi Udara telah bergerak untuk identifikasi sumber pencemar udara di wilayah Jabodetabek.
Sebanyak 100 personil teknis fungsional yang terdiri dari unsur Pemerintah Daerah dan Kepolisian yang dipimpin langsung Dirjen Gakkum telah diterjunkan ke lapangan, untuk mengidentifikasi pencemaran udara di Jabodetabek.
Mengenal Metode Hujan Buatan untuk Atasi Pencemaran Jakarta
Modifikasi cuaca dengan menerapkan hujan buatan di Jakarta pernah dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada 2019 silam.
Dikutip dari Kompas.com pada Sabtu (27/7/2019), Kepala BPPT, Hammam Riza mengatakan penerapan hujan buatan tersebut adalah yang pertama dilakukan di Indonesia.
Saat itu mengemuka tiga skenario teknologi modifikasi cuaca yang bisa digunakan untuk mengantisipasi pencemaran udara di Jakarta.
Skenario pertama yaitu dengan penyemaian awan dengan garam NaCl saat ada awan potensial agar hujan terjadi di wilayah Jakarta sehingga polutan yang ada di atmosfer Jakarta dan upwind bisa tersapu dan jatuh bersama air hujan.
Skenario kedua, apabila tidak ada awan potensial maka akan dilakukan penghilangan lapisan inversi menggunakan semai dry ice pada lapisan-lapisan inversi sehingga menjadi tidak stabil.
“Lapisan inversi ini menjadi salah satu penghalang bagi polutan untuk terbang secara vertikal, sehingga polutan terakumulasi di permukaan hingga di bawah lapisan inversi,” lanjut Seto.
Sedangkan skenario terakhir yaitu dengan metode water spraying dari darat menggunakan alat Ground Mist Generator yang akan ditempatkan di 10 lokasi di daerah upwind.
Nantinya, air akan disemprotkan menggunakan pesawat dari darat ke atmosfer.
Air yang disemprotkan itu bertujuan untuk mengikat polutan yang ada.
Operasi modifikasi cuaca di Jakarta ini juga didukung oleh TNI AU dari skadron 4 Lanud Abdurachman Saleh Malang dengan menyiapkan armada CASA.
(Tribunnews.com/Rina Ayu/Larasati Dyah Utami/Anita K Wardhani) (TribunnewsWIKI/Widi Hermawan)